Tsania Zoun adalah anak yang terlahir dari rahim seorang wanita penghibur bernama Laura Zoun.
Lahir dengan status tidak memiliki sosok ayah, Tsania selalu tersisihkan, ia sering diberi julukan sebagai anak haram.
Ibunya, Laura Zoun juga selalu diterpa cercaan karena pekerjaannya yang menjadi wanita malam. Kehidupan sulit keduanya lalui hanya berdua hingga saat Tsania dewasa.
Tsania yang memiliki tekad untuk membahagiakan ibunnya memilih untuk menempuh pendidikan tinggi di kota. Akan tetapi di sana lah identitas aslinya mulai terkuak.
Penasaran bagaimana kisah hidup Tsania dan ibunya; Laura? Ayo! Langsung baca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Diana Putri Aritonang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tsania Laura 8.
"Sorry."
Perkataan itu Teo ucapkan saat Tsania menarik kasar tangan dari genggaman Teo. Pemuda itu ternyata telah cukup jauh membawa Tsania meninggalkan kantin, yakni ke taman kampus.
Tsania hanya diam. Ia menarik napas sejenak dan sesaat memejamkan mata, berusaha mengenyahkan rasa kesal yang sempat bercokol di hati. Bukan hanya karena tingkah Anggita yang selalu mencari masalah dengan dirinya, tapi juga atas sikap Teo yang dengan tiba-tiba membawa ia pergi.
"Sudah lebih baik?"
Tsania membuka mata dan menoleh pada Teo yang kini menatapnya dengan lekat. Sesaat tatapan mereka saling mengunci sebelum Tsania memutus lebih dulu. "Huft..." Tsania menghela napas ia mengalihkan pandangan dan sedikit menjauh dari Teo.
"Bukannya kamu menungguku untuk menghajarnya?" tanya Tsania. "Kenapa malah memisahkan kami?"
"Di sana terdapat cctv," jawab Teo dan membuat Tsania terdiam. Pemuda itu mendekat dan kini berdiri di sisi Tsania. "Kau bisa saja terkena masalah."
Teo tidak ingin keributan yang terjadi di kantin tadi menjadi masalah kedepannya. Apalagi sampai melibatkan Tsania terlalu jauh. Melihat sikap Anggita tadi, Teo merasa jika gadis arogan itu bisa saja melakukan hal gila.
Sedangkan Tsania saat mendengar perkataan Teo, membuat ia semakin terdiam. Perkataan Laura serta nasehat yang sempat ibunya berikan dengan tiba-tiba saja langsung memenuhi isi kepalanya.
Jangan terlibat apa pun dengan mereka.
Tsania termangu. Perkataan ibunya benar. Lihat lah; dalam sehari Tsania sudah terlibat masalah berkali-kali dengan Anggita. Gadis arogan yang Tsania tahu merupakan putri seorang pengusaha kaya. Teman-teman Anggita juga tidak berasal dari keluarga biasa, Tsania tahu itu. Karena hampir semua yang menuntut ilmu di kampusnya memang memiliki latar belakang keluarga berada, mereka adalah para pewaris. Tidak banyak dan hanya segelintir yang seperti Tsania.
"Kau mau ke mana?" tanya Teo saat melihat Tsania yang malah beranjak pergi meninggalkan dirinya. "Tsania!"
"Tsania!"
Teo menghembuskan napas saat panggilannya berulang kali tak mendapat respon dari Tsania. Gadis cantik itu ternyata terus berjalan kembali menuju bangunan kampus.
Sempat terlintas dalam benak Tsania jika ia telah salah memilih untuk membuka diri. Mencoba menjalin pertemanan. Tapi nyatanya, apa yang dikatakan ibunya itu nyata dan benar adanya.
"Tsania Zoun!"
Panggil seseorang saat melihat Tsania ingin keluar dari ruang kelas. Ia telah menyelesaikan jam mata kuliah terakhirnya untuk hari ini. Dan Tsania melaluinya dengan tidak biasa. Sedari ia kembali dari taman dan melalui semua sesi mata kuliah, Tsania merasakan jika seluruh mata penghuni kampus terus mengarah padanya.
Tsania memang tidak mendapatkan umpatan atau hinaan dan lainnya, tapi gestur yang mereka perlihatkan saat Tsania lewat sudah cukup membuat Tsania merasa jika ada yang tidak beres. Dan kini lah puncaknya. Gadis cantik itu berakhir dipanggil oleh dosen.
"Ikut ibu ke ruangan."
Tsania mengangguk dan menurut. Ia segera mengikuti langkah dosen yang memanggil dirinya.
"Dia pasti baik-baik saja," ucap Junot seraya menghampiri Teo yang berdiri diam memperhatikan kepergian Tsania. Setelah Tsania meninggalkan ia di taman. Teo merasa jika Tsania mulai menghindari dirinya, gadis itu bahkan tak pernah menatapnya meski Teo berulang kali memperhatikan Tsania bahkan saat jam mata kuliah berlangsung.
Tsania yang tiba di ruangan dosen sempat kaget karena di sana ternyata sudah lebih dulu ada Anggita. Gadis arogan itu duduk dan langsung mengangkat pandang saat menyadari Tsania memasuki ruangan.
"Duduklah," pinta dosen wanita yang mengenakan kaca mata itu pada Tsania.
"Kalian pasti tahu kenapa dipanggil, kan?"
Pertanyaan itu membuat Tsania mengangguk. Apa lagi alasanya, Jika bukan masalah yang terjadi di kantin.
"Kalian sudah melanggar peraturan disiplin dan tata tertib mahasiswa."
"Dia yang memulai semuanya duluan, Bu. Dia menyiram wajahku dengan air!" Anggita dengan cepat memberi tahu pada dosen apa yang terjadi di kantin. "Ibu melihat sendiri, kan? rekamannya ada."
Tsania mengepalkan tangan saat mendengar ocehan Anggita.
"Benar begitu Tsania?"
"Benar, Bu. Dan aku melakukannya karena dia yang telah mengatai ku."
"Apa yang Anggita katakan?"
Tsania terdiam. Rasanya ia tak mampu mengulang semua hinaan yang Anggita berikan untuknya. Hingga dosen wanita itu beralih menatap pada Anggita, berharap Anggita bisa memberikan jawaban.
"Aku tidak mengatakan apa pun. Dia saja yang bersikap bar-bar."
Dosen berkaca mata itu tak lagi mempertanyakan. Ia bergerak meraih tumpukkan kertas dan meletakkannya di atas meja yang ada di hadapan Tsania serta Anggita.
"Ini sanksi peringatan untuk kalian." Dosen itu kembali meletakkan dua buah pulpen di hadapan Tsania dan Anggita. "Ibu akan tunggu sampai kalian siap mengerjakannya."
Sanksi berupa menulis surat pernyataan pelanggaran disiplin lah yang ternyata Tsania dan Anggita dapatkan. Serta sanksi saling menulis kata maaf terhadap satu sama lain di dalam ratusan kertas.
"Tidak ada yang ingin mengerjakan?" tanya dosen itu saat waktu sudah berlalu beberapa menit, tapi Tsania maupun Anggita sama sekali tidak ada yang memulai. "Baiklah. Berarti kalian ingin kami melakukan pemanggilan terhadap orang tua kalian."
Mendengar hal itu membuat Tsania terkesiap. Ia menatap wajah dosen dan melirik Anggita yang ternyata tersenyum sinis ke padanya.
"Aku menunggu surat pemanggilan, Bu."
Anggita memilih surat pemanggilan terhadap orang tuanya. Gadis itu yakin jika sang ayah yang datang maka Tsania pasti akan mendapatkan hukuman yang lebih dari pada sanksi hanya menulis kata maaf. Anggita bahkan ingin jika Tsania dikeluarkan secara tidak hormat dari kampus.
Dan akhirnya dosen mengeluarkan surat pemanggilan terhadap orang tua mereka.
"Harusnya kamu lebih bisa berhati-hati." Dosen menyerahkan surat itu pada Tsania. Mereka kini tinggal berdua karena Anggita yang segera berlalu setelah mendapatkan suratnya. "Ini bisa saja mempengaruhi beasiswa mu."
Tsania hanya diam, karena apa yang dikatakan dosennya itu memang benar. Dengan ragu ia meraih surat tersebut dan setelahnya berpamitan untuk bisa meninggalkan ruangan.
Keluar dari ruangan dosen, Tsania sempat memperhatikan apa yang kini ada di tangannya.
Nyonya Laura Zoun.
Nama sang ibu tertera jelas di sana. Tsania seketika merasa ragu untuk menyampaikannya pada Laura. Ibunya dipanggil ke kampus pertama kali bukan karena ia mendapat prestasi, tapi karena ia yang telah melakukan pelanggaran. Apa ia meminta bantuan orang lain saja untuk mewakili kehadiran walinya? pikir Tsania.
"Mereka memanggil orang tua mu?"
Tsania menghentikan langkah saat Teo tiba-tiba saja berdiri di hadapannya. Ia dengan cepat memasukkan surat pemanggilan ke dalam ransel kecil yang ia kenakan.
"Hmm."
"Kau ingin pulang? Aku akan mengantar mu."
"Tidak perlu. Aku bisa pulang sendiri," tolak Tsania terhadap tawaran yang Teo berikan.
"Maaf jika kali ini aku memaksa." Setelah mengatakan hal itu, Teo langsung meraih tangan Tsania dan membawanya melangkah menuju tempat di mana motornya terparkir.
Tsania berulang kali menarik tangannya agar lepas dari genggaman Teo, tapi ternyata tidak semudah itu. Dan apa yang terjadi antara Teo dan Tsania bisa dilihat oleh Anggita. Mobil gadis arogan itu baru saja melintas bersamaan dengan Teo dan Tsania yang menuju parkiran.
Apa yang kamu rencanakan sekar? gak bisakah kamu bersyukur karena Galang memilikimu,meskipun hatinya memilih Laura,.
mana ada wanita terhormat yg merebut suami orang?