NovelToon NovelToon
Menjadi Istri Kedua Om Komandan

Menjadi Istri Kedua Om Komandan

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu / Mengubah Takdir
Popularitas:116.8k
Nilai: 5
Nama Author: fania Mikaila AzZahrah

Adinda Aisyah Zakirah adalah gadis berusia 19 tahun.

"Kakak Adinda menikahlah dengan papaku," pintanya Nadira.

Tak ada angin tak ada hujan permintaan dari anak SMA yang kerapkali membeli barang jualannya membuatnya kebingungan sekaligus ingin tertawa karena menganggap itu adalah sebuah lelucon.

Tetapi, Kejadian yang tak terduga mengharuskannya mempertimbangkan permintaan Nadhira untuk menikah dengan papanya yang berusia 40 tahun.

Adinda dihadapkan dengan pilihan yang sangat sulit. Apakah Adinda menerima dengan mudah permintaan dari gadis berusia 18 tahun itu ataukah Adinda akan menolak mentah-mentah keinginannya Nadhira untuk menikah dengan papanya yang seorang duda yang berprofesi sebagai seorang Kapolsek.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 21

Elyna menatap kepergian sahabatnya itu, “Gimana menurut Lo apa sebaiknya kita langsung chat untuk menanyakan siapa pria ganteng itu atau nunggu besok?”

Cahaya ikut memperhatikan kepergian Adinda “Besok saja entar Adinda mengira kita menguntitnya , gue gak mau Adinda berpikir aneh-aneh tentang kita.”

“Tapi, kok gue entah kenapa kepikiran  kalau lelaki itu sugar Daddynya Adinda?” duganya Elyna yang berpikir macam-macam.

“Jangan ngomong sembarang, Itu tidak mungkin kalau Adinda jadi ani-ani Om-om. Apalagi pria yang barusan kita lihat itu ganteng dan masih muda,” Cahaya menyanggah ucapannya Elyna.

"Kalau jadi istri simpanannya gue ridho," celetuknya Maya teman kelasnya yang kebetulan ikut bersama mereka.

"Dasar ngehalu! Sadar diri kenapa!?” ejeknya Elyna.

“Mimpi Lo kegedean Sista!" oloknya Cahaya.

Keduanya kemudian meninggalkan parkiran meninggalkan Maya yang senyam-senyum tidak jelas.

*************

Sedangkan di dalam sebuah mobil mewah dua pasangan suami istri itu saling terdiam. Tidak ada yang ingin memulai pembicaraan diantara mereka.

Baruna sedih sekaligus kecewa karena setiap kali Adinda berbicara nada bicaranya tidak seramah biasanya.

Baruna diam-diam memperhatikan raut wajah istri brondongnya,” Adinda kenapa kamu menjaga jarak denganku, apa yang terjadi padamu sebenarnya?” batinnya Baruna.

Adinda bersikap formal kembali ke setelan awal baru ketika mereka pertama kali bertemu, padahal mereka sudah cukup dekat dan akrab beberapa hari belakangan ini.

Penyebabnya adalah kejadian beberapa hari yang lalu membuat hubungan mereka kembali renggang. Adinda bersikap seperti orang lain padanya tidak sehangat dan sehumble dulu.

“Entah kenapa aku tidak rela diperlakukan seperti ini, aku tidak suka kalau Adinda bersikap cuek padaku ya Allah,” monolog Baruna.

Baruna mengemudikan mobilnya dan hendak menghentikannya ketika melihat ada restoran.

“Kita singgah makan di restoran itu saja yah?” usulnya Baruna.

Adinda buru-buru mencegahnya, “Tidak usah repot-repot menghentikan mobilnya, saya sudah tidak lapar!” cegahnya Adinda.

Baruna sungguh terheran-heran melihat sikapnya Adinda kali ini,”bukannya tadi kamu bilang lapar, kamu nanti sakit kalau menunda-nundanya.” Baruna berbicara lemah lembut.

Adinda menatap jengah ke arah Baruna,’ tidak perlu sok perhatian padaku, insha Allah saya sanggup bertahan tidak makan. Lagian sudah terbiasa seperti ini.” ketusnya Adinda.

“Kalau gitu kita langsung pulang saja yah kamu pasti capek butuh istirahat," tawarnya Baruna.

Adinda menatap ke arah luar jendela mobilnya meskipun kaca jendela mobil itu tertutup rapat. Dia tidak ingin menatap ke arah suaminya.

“Bisa nggak Saya meminta tolong kepada Om?”

Baruna menautkan kedua alisnya, “Minta tolong!” Tanyanya Baruna.

“Iya, tolong berhenti untuk mengantar jemputku! apalagi sok perhatian padaku! Saya masih sanggup untuk pulang pergi ke kampus tanpa bantuan Om! Saya tidak ingin menjadi beban Om,” ujarnya Adinda yang tidak ingin menatap langsung wajah suaminya.

Baruna seketika menghentikan laju kendaraannya. Ia gegas menepikan mobilnya ke pinggir jalan agar lebih aman karena sepertinya pembicaraan mereka bakal serius dan panjang.

“Apa salah yah kalau seorang suami melakukan kewajibannya mengantar jemput istrinya sendiri? Bahkan perhatian kepada istri sendiri itu bukan kesalahan, kenapa kamu malah memintaku untuk berhenti melakukannya?”

Baruna masih berusaha untuk tenang dan tidak terprovokasi oleh ucapan istrinya. Karena Baruna menganggap Adinda masih labil dari segi pemikirannya.

“Om tidak pernah merasakan kamu adalah sebuah beban dalam hidupnya Om. Apakah yang Om lakukan ini membuat kamu terganggu?”

Adinda melirik sekilas ke arah suaminya itu kemudian kembali menatap ke arah luar seperti yang sedari tadi dia lakukan.

“Betul sekali apa yang Om katakan, saya sangat terganggu ruang gerakku terbatas gara-gara Om!”

“Kalau Kamu merasa terganggu dan keberatan dengan apa yang Om lakukan,” Baruna menjeda ucapannya sambil memegangi tangannya Adinda agar keduanya saling berhadapan.

“Maaf, sayangnya Om tidak bakalan berhenti dan menyerah untuk melakukannya. Karena Om adalah suamimu!" Tegasnya Baruna.

Adinda mengepalkan tangannya, “Apa sebenarnya maksudnya Om! Apa!? Kenapa Om ngotot banget melakukannya! Kita ini menikah hanya karena permintaan Nadhira saja! Ingat kita itu menikah bukan karena cinta!”

Adinda sedikit meninggikan volume suaranya karena emosi. Ia berusaha untuk mengontrol dirinya dan emosinya yang tiba-tiba saja datang menyelimuti hati dan pikirannya.

“Pernikahan kita ini hanya sekedar status saja! Jadi saya mohon jangan bersikap seolah-olah Om ini melakukan segalanya karena mencintaiku!”

Baruna tertohok mendengar semua uneg-uneg yang diucapkan oleh Adinda padanya. Baruna tak bergeming sedikitpun mendengar perkataan dari istrinya.

Lidahnya tiba-tiba keluh seketika karena dia tidak sanggup mengucapkan sepatah katapun. Ia juga masih bimbang, ragu dan bingung dengan apa yang dirasakannya saat ini.

Hatinya masih gamang dan tidak menentu, tapi disatu sisi dia cemburu, marah dan uring-uringan melihat kedekatan istri kecilnya dengan pria lain.

“Saya sudah bersyukur dan berterima kasih banget kepada Om karena sudah memenuhi kebutuhanku, bahkan semua yang saya butuhkan dan inginkan Om penuhi, tapi saya memohon dengan sangat cukup sampai disitu saja jangan bertindak seolah-olah kita ini pasangan suami istri normal seperti di luaran sana!” tegas Adinda.

Adinda pun merasakan keanehan dalam sikapnya, dia tidak habis pikir kenapa dia melow dan baper ketika Baruna memperlakukannya dengan sangat istimewa sebulan lalu.

“Salahkah kalau aku terbawa suasana dengan kebaikan dan perhatiannya Om Baruna padaku ya Allah?”

“Adinda sadar woii! Om Baruna itu hanya kasihan padamu, dia itu hanya takut kehilanganmu karena terlalu trauma dengan kematian istrinya dulu,’’ Adinda membatin.

Adinda menyeka air matanya yang lolos tanpa persetujuan darinya, ia diam-diam menangis ketika kembali teringat kejadian malam itu.

“Ya Allah apa sebenarnya yang terjadi padaku? Apa benar posisi bang Azriel sudah tergantikan oleh Om Baruna?” monolog Adinda.

Baruna terdiam dan mengcosplay patung Roro Jonggrang yang sungguh malang nasibnya dikutuk oleh Bandung Bondowoso.

Adinda tersenyum mengejek ke arah suaminya,” Om tidak bisa kan menjawab semua yang saya katakan? Benar dugaanku kalau Om hanya kasihan dan iba padaku tidak lebih kan!?”

Adinda mengambil tasnya kemudian keluar dari mobil SUV suaminya dan buru-buru menghentikan sebuah mobil angkutan umum.

Baruna bahkan hanya melihat kepergian istrinya tanpa berusaha untuk mencegahnya.

Dia mengusap wajahnya dengan gusar,” apa yang terjadi padaku sebenarnya!? Kenapa aku bingung dengan apa yang sebenarnya aku rasakan!?”

Baruna marah dan kesal pada dirinya sendiri yang kebingungan dengan apa dia rasakan.

“Arghh!!”

Baruna memukuli setir mobilnya berulang kali kemudian menyentuhkan keningnya ke atas kemudi mobilnya. Dia ingin menenangkan dirinya dan juga perasaannya serta memberikan ruang bagi Adinda untuk berpikir tenang. Sehingga dia tidak menelpon nomor hpnya Adinda walau dia mencemaskan kondisi istri kecilnya.

Baruna juga tidak mengirimkan pesan chat. Tapi, diam-diam dia stalking sosmed istrinya agar dia bisa mengetahui perkembangan istrinya. Karena dia cukup malu dan segan untuk mengirim chat atau menelpon Adinda.

Baruna melajukan mobilnya menuju rumahnya tanpa mencari tahu dimana istrinya berada saat ini.

Adinda menghela nafasnya dengan perlahan,” Ternyata benar kita memang harus cari pasangan yang sama-sama butuh, sama-sama takut kehilangan, sama-sama cinta dan sama-sama sayang.”

Adinda mengusap cairan bening yang berhasil lolos membasahi pipinya. Adinda duduk di depan warung sekitar sekolah tempat pertama kalinya bertemu dengan anak sambungnya.

“Berjuang bersama mendapatkan effort dan juga feedback yang setara. Yang bisa saling mengerti dan saling menghargai satu sama lainnya. Tapi aku tidak mungkin mendapatkannya pada diri suamiku karena, Om Baruna menikahiku karena alasan keselamatan dan keselamatan Nadhira,”

Adinda pulang ke rumah suaminya ketika menjelang magrib, dia melihat mobil suaminya sudah terparkir di dalam carport mobil berjejer dengan beberapa koleksi mobil pribadi suaminya.

“Kok pulangnya sendirian Non?” Tanyanya Pak Kadir.

“Banyak tugas yang aku harus selesaikan Pak jadi terpaksa pulang terlambat, Aku ke dalam dulu Pak,” ujarnya Adinda yang berjalan gontai menuju kamarnya.

Pak Kadir hanya tersenyum melihat kepergian nyonya mudanya itu tapi, Adinda selalu melarang orang-orang untuk memanggilnya sebagai nyonya muda  karena baginya lebih nyaman disapa nona saja.

Adinda berjalan ke arah dalam kamarnya,dia menyimpan tasnya di atas meja nakas kemudian kembali berjalan ke arah luar tanpa melihat keadaan kamarnya.

“Bi Asih apa masih ada makanan?” Tanyanya Adinda yang melihat bi Asih membereskan beberapa peralatan memasaknya.

“Sepertinya sudah habis Non Muda, maafkan bibi lupa kalau Non Adinda belum makan,” sesalnya bi Asih.

Adinda tersenyum simpul,” oh tidak apa-apa Bi Asih, aku yang salah karena pulangnya agak telat dari biasanya.”

“Maafkan bibi sekali lagi yah, soalnya tadi sore teman-temannya Non Nadhira banyak yang datang, jadi gara-gara itu makanannya habis, padahal bibi tadi sudah sempat masak banyak soalnya,” jelasnya Bi Asih.

Adinda tersenyum tipis,“Oh tidak apa-apa kok Bi, silahkan beristirahat aku saja yang akan matikan lampu dapurnya,” usulnya Adinda.

Bi Asih segera meninggalkan dapur karena Adinda sendiri yang memintanya. Adinda memeriksa lemari esnya dan isinya hampir terisi penuh dengan bahan makanan mentah.

“Ini isi kulkas apa AlfaBeta yang berpindah ke sini yah”? gumamnya Adinda yang melihat begitu sesak isi lemari pendinginnya.

Adinda tersenyum melihat ada sayur kol, sawi hijau, telur, sosis, bakso, daun bawang.

“Kayaknya bikin mie instan dengan campuran sayuran plus telur bakso pasti enak apalagi cuaca malam ini cukup dingin,” cicitnya.

Adinda melihat ada dua bungkus mie instan di dalam laci lemari dapurnya. Dia mencepol rambutnya dengan asal. Adinda memang tidak memakai hijabnya jika hanya suaminya yang berada di dalam rumahnya.

Keadaan rumah malam ini sepi karena Bisma memiliki rumah sendiri dan hanya terkadang berkunjung jika memang ada kepentingannya. Sedangkan pak Kadir dan istrinya bi Lia tinggal di bagian paviliun belakang khusus untuk art. Termasuk Bi Asih, bi Retno dan Pak Jaelani.

Adinda membersihkan terlebih dahulu sayurannya, kemudian memotong-motong sosis dan baksonya.

“Alhamdulillah airnya sudah mendidih saatnya masukan sayuran terus bakso, sosis dan terakhir telur sama daun bawang, apa ada jeruk nipis di kulkas,” cicitnya Adinda.

Dia kembali berjalan ke arah kulkasnya untuk mencari cabe rawit dan jeruk nipis karena tidak akan lengkap tanpa cabe dan jeruk.

Adinda menghirup aroma wangi dari mie instan paket komplit yang sudah di dituang dalam mangkuk.

Adinda hendak menyendok makanannya tapi ada tangan seseorang yang menggantikannya.

Adinda hanya plonga plongo melihat orang itu langsung menyeruput mie instan yang seharusnya dia yang nikmati.

Hingga orang itu batuk-batuk karena kepedasan sekaligus kepanasan oleh kuahnya.

“Makanya jadi orang jangan main rebut milik orang lain! Kena karma juga kan! Ini namanya karma is real!" Sarkasnya Adinda.

1
Makhfuz Zaelanì
lanjut thor up nya tolong banyakin thor
sunshine wings
Jangan lupa.. Karma itu ada dan akan dibayar kontan sekaligus.. 🤷🏻‍♀️🤷🏻‍♀️🤷🏻‍♀️🤷🏻‍♀️🤷🏻‍♀️
Fasha Acha🐳
hati orang siapa yang tahu
Fasha Acha🐳
jaharanya
Nayla Arshaka
dikasih hati mnta empedu ni si Adnan...
smga aja ghaly tau ada apa dgn abg nya...
ghaly kmu hrs lindungi cae .
pak baruna suru ank buah mu jdi bayangan cae.soal nya pak Adnan yg gak sadar diri tu mw buat putri mu pergi jah lagi.
Nayla Arshaka: iya.. 🤣🤣🤣🤣
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: minta usus kak pak Adnan 🤭🤣
total 2 replies
sunshine wings
Siapa yg ngelunjak??? Apa gak salah..
🙄🙄🙄🙄🙄😤😤😤😤😤
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: hahaha jahara yah mereka 🤣
total 1 replies
sunshine wings
♥️♥️♥️♥️♥️
sunshine wings
Teruskan saja niatmu Liam.. Untung² bisa punya calon isteri tangguh.. iyakan author.. 😍😍😍😍😍
sunshine wings: ♥️♥️♥️♥️♥️
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: setangguh reader setianya Caeli 🤭😘🙏🏻
total 2 replies
sunshine wings
Hahahaa.. drama Quin.. 😅😅😅😅😅
sunshine wings: 😅😅😅😅😅
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: mumpung ada kesempatan jadi buat drama sakalian 🤭
total 2 replies
sunshine wings
Magic.. taraaa.. 😂😂😂😂😂
sunshine wings: 😂😂😂😂😂
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: ilmu Kanuragan 😂🤭
total 2 replies
Dini Andini
sabar
Dian Daeng Baji
Alhamdulillah semoga bahagia selalu
Dahlia Lia
hahaha gak berhasil
Dahlia Lia
kenapa harus seperti ini seharusnya dibicarakan baik-baik
Siti Nurbaya
hahaha masih misterius
Siti Nurbaya
jangan bercanda dek Jgan
alifa Faturahman
makanya jangan mancing keributan 🤣
alifa Faturahman
sempat-sempatnya kagum
Nita Rajab
kok bunuh diri sih
Nita Rajab
ceritanya seru
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!