Satu demi satu kematian terjadi di sekolah.
Jika di waktu biasa, orang tua mereka akan langsung menuntut balas. Tapi bahkan sebelum mereka cukup berduka, perusahaan mereka telah hancur. Seluruh keluarga dipenjara.
Mantan anak yang di bully mengatakan, "Jelas ini adalah karma yang Tuhan berikan, atas perbuatan jahat yang mereka lakukan."
Siswa lainnya yang juga pelaku pembully ketakutan, khawatir mereka menjadi yang selanjutnya. Untuk pertama kalinya selama seratus tahun, sekolah elit Nusantara, terjadi keributan.
Ketua Dewan Kedisiplinan sekaligus putra pemilik yayasan, Evan Theon Rodiargo, diam-diam menyelidiki masalah ini.
Semua kebetulan mengarahkan pada siswi baru di sekolah mereka. Tapi, sebelum Evan menemukan bukti. Seseorang lebih dulu mengambil tindakan.
PERINGATAN MENGANDUNG ADEGAN KEKERASAN!!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cerryblosoom, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 8 HAMPIR TETANGKAP
"Itu hanya sebuah asumsi. Tidak ada bukti yang mengatakan kami terlibat."
"Lalu katakan kenapa kalian bersembunyi?" tanya Evan mengingatkan.
Aria menggigit bibir, "Kami tidak bersembunyi. Kami hanya menghindari kericuhan. Kecelakaan bisa saja terjadi. Apakah kami tidak boleh melindungi diri kami sendiri. Lagi Pula kami hanya dua orang gadis. Apa yang bisa kami lakukan."
Mata Evan memandang dengan sedikit keterkejutan, kemudian dia tiba-tiba tertawa, dia mengangguk, dan berkata, "Ya, benar."
Tawanya berhenti, ekspresinya kembali tenang. "Kalau begitu, pergilah, kalian masih ada kelas belajar mandiri kan, jangan sampai telat, atau hukumannya akan menjadi nyata."
Aria tidak langsung bergerak, "Terima kasih, Senior. Permisi," Dia lalu menarik Keira, untuk pergi dari tempat itu.
Dengan perintah Evan, tidak ada yang berani mencegah kedua gadis itu pergi.
Evan terus memandang pada punggung Aria sampai menghilang di tikungan. Entah kenapa dia merasa siswi baru itu familiar.
"Ketua," panggil Gandi dengan mada keluhan. "Kenapa kamu melepaskan mereka berdua?"
Evan hanya meliriknya, mengabaikan pertanyaannya, lalu berjalan pergi dari tempat itu.
Gandi yang melihatnya semakin cemberut. Tapi dia masih dengan patuh mengikuti. Tidak berani membuat masalah pada ketuanya.
Keenan dan Innes yang masih terkejut dengan kejadian sebelumnya, segera sadar, dan berjalan cepat untuk mengejar.
"Kenapa kau sangat memusuhi adikku, ha," kata Keenan kesal.
"Apasih, ga usah pura-pura lagi, gadis itu sudah tidak ada disini," balas Gandi.
Keenan mengernyitkan dahi, "Pura-pura apanya?"
"Huh," Gandi mendengus jijik, "Aku tahu kamu hanya pura-pura melindungi adik sepupumu kan. Sudah cukup, aku sudah membantumu untuk menjadi pihak jahat tadi."
Dengan tidak sabar Keenan memukul kepala Gandi. "Itu adik kandungku bodoh."
"Hah, adik kandung? Bagaimana bisa! Aku tidak percaya," seru Gandi. Kabar itu terlalu mengejutkan hingga membuatnya melupakan rasa sakit di kepalanya. "Kenapa aku tidak pernah melihatnya di rumahmu?"
Keenan membuang muka, "Panjang ceritanya."
"Lalu ceritakan cepat."
"Tidak mau."
Gandi tidak puas, dia menatap Innes dengan pandangan bertanya.
"Aku tidak tahu," Innes mengedikkan bahu.
"Kau kan mengenal adiknya, kenapa kau tidak tahu masalah mereka. Katanya ketua lambe turah. Harusnya kan tahu gosip yang lama dan baru."
Innes memandang Gandi dengan kesal, jika gosip itu sudah keluar dari rumah atau paling tidak masuk ke sosmed dia bisa saja tahu. Tapi mana mungkin masalah di rumah orang, Dia berani menguliknya, dengan nada kesal dia berkata, "Aku hanya melihat foto-foto Keira, di akun tante Nada. Bukan berarti aku memasang CCTV di rumah mereka. Sehingga tahu apa masalah di dalam rumah."
"Ihh, iya-iya gausah marah-marah dong," kata Gandi dengan rendah.
"Kau yang bikin orang kesel duluan."
"Kan aku hanya tanya."
"Pertanyaan mu tidak berbobot."
Keenan mengabaikan dua orang di sisi kanannya yang tengah bertengkar itu, dia bergerak maju di samping Evan. "Makasih, Ketua. Aku akan mengingat kebaikan ini."
Evan meliriknya sekilas, "Kau tidak dengar anak baru bilang apa. Mereka berdua tidak bersalah."
Keenan terdiam, dia memang mendengar itu, bahkan dia telah menyaksikan adegan besar, dimana ketuanya tertawa dan dengan sabar bicara pada seorang gadis. Membalas setiap kata tanpa sarkas ataupun bentakan, ini memang kesabaran yang tidak biasa.
...----------------...
Aria menghelas nafas lega saat berhasil menjauh dari lapangan. Dia memiliki firasat yang buruk pada Ketua Dewan Kedisiplinan itu. Jelas pria itu memiliki aura yang berbahaya, yang tidak boleh untuk dia ganggu.
Untuk kedepannya dia harus hati-hati dalam melaksanakan balas dendamnya. Jangan sampai menarik perhatian pria ini.
Aria menghentikan langkahnya, saat keduanya sudah berada di lantai tempat kelasnya berada, tangannya ia lepas dari tangan Keira, membiarkan Keira bebas sepenuhnya.
"Kamu tidak apa?" tanya Aria. Dia bukanlah orang yang peduli pada orang lain. Tapi hari ini Keira memang melakukan banyak kebaikan padanya. "Ingin pergi ke UKS?"
Keira menggeleng, "Tidak-tidak aku tidak apa-apa. Kita ke kelas saja."
"Baiklah," Aria membuang muka, melanjutkan kembali perjalanan.
Tapi langkahnya jelas lebih pelan, seolah ingin memberi Keira waktu untuk menenangkan diri.
Keira berjalan di samping dan berbicara dengan hati-hati. "Apa kamu tidak akan bertanya apa-apa."
"Tidak," jawab Aria tanpa menoleh.
"Benarkah? Tapi kakakku adalah anggota Dewan Kedisiplinan."
"Lalu, penting untukku?"
"Eh, sepertinya tidak.... Tapiiii, aku tidak memberitahumu sebelumnya, kamu tidak marah?"
"Aku juga punya rahasia," ucap Aria acuh.
Keira yang mendengarnya, hanya merasa Aria bicara begitu untuk menenangkan nya, dia menjadi bersemangat, "Itu tandanya kita akan terus berteman. Hehe, aku senang sekali."
Aria menggeleng tidak berdaya, melihat gadis bodoh di sampingnya.
Keduanya segera sampai di kelas mereka. Tidak seperti yang dibayangkan. Setelah yang terjadi di lapangan, anggota kelas 10 A2, begitu tertib di mejanya, dengan bukunya masing-masing.
Kehadiran Aria dan Keira yang tiba-tiba, membuat fokus semuanya jadi arah depan.
"Astaga, kalian rupanya. Membuat jantung kami mau copot saja. Kukira Dewan Kedisiplinan yang datang," seru Habian mengeluh.
Keira tertawa kecil, "Kalian pasti takut kan. Makanya jangan sok berani, dengan membuat masalah dengan kelas lain."
"Hey, bukan kami yang membuat masalah. Tapi mereka duluan, mereka yang sombong, dan meremehkan kita," kata Habian.
"Ya-ya itu benar," seru yang lain mendukung.
"Beraninya mereka meremehkan siswi baru di kelas kita. Jelas mereka ingin menantang kita. Tentu saja kita tidak akan takut," kata Habian lagi.
"Ya, kami tidak takut," seruan kembali terdengar.
Aria mengangkat alis, menyapu seluruh kelas, "Masalah malam ini, ada hubungannya dengannya?" batinnya linglung.
"Sudah-sudah, jangan dibahas lagi," lerai Seno sang ketua kelas. "Kalian berdua juga cepat duduk dan baca buku kalian."
Keira dan Aria pun berjalan ke tempat duduknya.
Keira pertama-tama mengeluarkan buku dari laci mejanya. Baru kemudian mengambil alat tulis di dalam tasnya.
Disisi lain Aria bergerak menepuk bahu teman di barisan depannya.
Wina yang merasakan tepukan, menolehkan kepala, matanya langsung bersitatap dengan Aria.
"Ada apa?" tanyanya bingung.
Sejak pagi Aria memang tidak bicara pada siapapun di kelas selain Keira. Bukannya tidak ada yang mencoba. Tapi Aria bahkan tidak terlihat di waktu istirahat. Dan saat pulang Aria sudah menghilang bersama Keira. Yang lain jadi tidak punya kesempatan untuk berkenalan. Jadi wajar jika Wina menjadi bingung saat Aria tiba-tiba ingin berinteraksi dengannya.
"Apa yang terjadi di lapangan?" Aria balik bertanya. Awalnya dia tidak ingin perduli. Tapi mendengar masalah ini ada hubungannya dengannya. Tentu dia tidak bisa pura-pura tidak tahu.
Mendengar itu, mata Wina bergerak dengan gelisah, sambil bergumam, "Ah, itu, emmm, annu."
"Katakan saja," kata Aria.
"Ada apa?" tanya Keira yang ikut mendengar perkataan Aria.
Wina yang berhadapan dengan dua orang sekaligus langsung kalah, dia mendekatkan kepala, lalu berkata dengan nada berbisik, "Kita semua mendengar rumor tentang siswa baru. Awalnya rumornya masih siswa baru yang datang adalah gadis yang cantik. Ada juga yang bilang usianya 14 tahun. Tapi sudah masuk SMA. Sudah pasti Dia siswa yang jenius. Beruntungnya kelas A2, dan masih banyak lagi. Lalu, kemudian rumor berubah menjadi buruk," Wina membuat ekpresi tidak enak. "Siswi yang baru datang bukanlah siswi yang jenius. Dia hanya loli kecil simpanan om-om. Itulah mengapa Dia hanya ditempatkan di kelas A2. Bukankah jika dia benar jenius, Dia akan berada di kelas A1-"