NovelToon NovelToon
Aku Masih Normal

Aku Masih Normal

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta Terlarang / Cinta Seiring Waktu / TKP / Kontras Takdir / Bercocok tanam
Popularitas:989
Nilai: 5
Nama Author: Ruang Berpikir

Anzela Rasvatham bersama sang kekasih dan rekan di tempatkan di pulau Albrataz sebagai penjaga tahanan dengan mayoritas masyarakat kriminal dan penyuka segender.

Simak cerita selengkapnya, bagaimana Anz bertahan hidup dan membuktikan dirinya normal

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ruang Berpikir, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

21_Konslet

Langkah Abi dan Albert sudah berhenti di depan barak, pendengaran telinga mereka menangkap suara perbincangan ringan dan suara nyanyian dari rekan-rekan mereka, lantas dengan segera, mereka berdua membuka sepatu mereka.

Abi mendorong pintu sehingga pintu dua, barak mereka terbuka perlahan dan suara decitan khas yang terdengar nyaring terdengar, semua suara keributan di dalam barak terhenti sejenak yang kemudian ribut kembali, setelah melihat siapa yang datang.

Dari gerbang lapas Albert melangkah di belakang Abi, mengikuti tanpa ada sepatah kata yang keluar dari mulutnya itu dan kini pandangan matanya menyapu pandangan melihat orang-orang yang ada di dalam barak "Anz mana?" Tanyanya pada semua rekannya itu.

"Masih di kantor, belum pulang," Jawab Kays apa adanya.

Decakan kesal keluar dari mulut Albert "kenapa kalian membiarkannya sendirian. Di sini bahaya." Keluar barak lagi, memakai sepatunya kembali dan melangkahkan kaki menuju kantor.

Semua pandangan mata tertuju pada Albert yang berlalu pergi, mulutnya yang komat kamit tidak jelas, mengucapkan sesuatu, sesuatu yang tidak terdengar di telinga mereka.

Tidak lama setelah Albert menghilang dari pandangan mata, Abi merasakan kegelisahan menghindapi hatinya. Abi membuka dan menutup pintu lemarinya sendiri, tidak tahu sekarang ini ia harus melakukan apa.

"Kamu kenapa Bi?" Tanya Sulaiman melempar bantal lantaran risih mendengar suara lemarinya yang terus berdecit, lantaran di buka dan di tutup berulang kali oleh Abi.

Decakan kesal Abi lakukan "aku mau keluar sebentar," ucapnya langsung beranjak melangkahkan kaki keluar barak. Abi tidak lagi memakai sepatu, kali ini ia memakai sandal jepit biasa tanpa menutup kembali pintu barak yang terbuka lebar olehnya.

"Si Abi kenapa sih," lirih gerutu Sulaiman "pintunya gak di tutup lagi ini," beranjak bangun dari ranjangnya melangkahkan kaki menuju pintu dan menutupnya yang kemudian kembali lagi ke ranjangnya.

Langkah Albert sudah sampai di kantor, melangkah lebih cepat menuju ruangan Anz "kosong, ke mana dia," mengerutkan kulit dahinya.

Usaha Albert tidak sampai di situ, ia berkeliling mencari Anz di seluruh ruangan dalam kantornya itu termasuk ke ruang Luth namun ia tetap tidak menemukan Anz.

Albert mengeluarkan benda pipih yang merupakan hp genggamnya dari kantong celananya itu. Ia menghubungi Anz melalui sambungan WiFi kantor namun tertera tulisan memanggil di sana. "Tidak aktif," gerutunya sendiri.

Lagi dan lagi entah sudah yang keberapa kali decakan kesal Albert lakukan.

Alarm pintu terdengar, Albert segera melihat siapa yang datang. Albert melihat Abi yang berjalan santai dengan tetap menampilkan wajah datarnya itu menuju dirinya yang masih berdiri dalam ruangan Anz.

"Sudah ketemu?" Tanya singkat Abi.

Albert menggeleng lemas.

"Handy talky."

"Ini," mengangkat dan memperlihat handy talky milik Anz.

Abi melihat benda tersebut dengan pandangan mata datar dan berlalu pergi menuju ruangannya sendiri sedangkan Albert langsung terduduk lemas di kursi dalam ruangan Anz.

Abi keluar dari ruangan membawa dua senter dan jaket di tangannya karena setelah ia kembali dengan Albert tadi ia sempat mengganti bajunya dengan baju kaos lengan singkat.

"Ayok..."

Albert yang merebahkan kepalanya di atas meja dengan segera bangkit dan duduk dengan sedikit mendongakkan kepalanya melihat Abi yang berada di luar ruangan Anz sedang memakai jaket "kemana?" Tanyanya.

"Kita cari Anz."

Albert berdiri merapikan kembali letak posisi kursi Anz dan keluar dari ruang Anz, mengikuti Abi keluar.

"Pak," panggil Abi pada pada salah satu di antara dua laki-laki bertubuh atletis itu yang duduk di bangunan kecil seukuran dua kali dua meter berdinding kaca bertuliskan, pos penjaga, di bawahnya.

Tidak ada jawaban dari mereka berdua namun pandangan mata mereka terlihat merah menatap Abi dan Albert.

"Kalian lihat rekan kami yang perempuan keluar."

"Tidak," jawab salah satu di antara mereka dengan cepat sedangkan salah satunya lagi, langsung merebahkan kembali kepalanya di atas meja dan tidur lagi.

"Tugas apa yang kalian lakukan Ha?" meninggakan suara  "tidur!" Ucap sarkas Albert.

"Jika tidak senang silahkan pergi," ucap penjaga yang tidur itu, bangun, duduk tegap dan tidur kembali.

Sedangkan penjaga yang masih duduk itu berucap "lapas ini berbeda dengan lapas pada umunya dek, mengusap rambut di kepalanya yang terlihat mulai memutih.

Abi melirik Albert yang hendak menjawab lagi, Abi langsung mencekal lengan Albert kuat "terimakasih pak, kami izin cari rekan kami terlebih dahulu, nanti saya akan berbicara lagi dengan Anda," mengangguk dan menarik Albert keluar lapas.

"Apaansih kamu Bi."

"Diam," bentak Abi "o ta k mu lagi kon slet."

Albert langsung terdiam namun tidak dengan kepalanya yang masih berisik.

Abi menyodorkan senter kepada Albert yang langsung di terima Albert yang kemudian di bawah langit malam, dengan di sinari bulan yang tidak seberapa terang dan ditambah lagi pepohonan besar yang tidak jarang selalu menutupi sinaran cahaya bulan yang menerangi jalanan mereka.

Sedangkan di lain sisi, gelapan malam mengitari tanpa penerang mengiringi langkah tapakan kaki mereka berdua yang terus berjalan beriringan. Keheningan dan kesunyian menyertai langkah mereka beberapa saat. "Nona Anz," panggil Ahmed pada Anz yang berjalan beriringan dengan dirinya. "Apa saya boleh bertanya pada Anda!"

"Silahkan," jawab Anz singkat.

"Kenapa Anda ikut serta dalam pendidikan datang tugas di sini?"

Anz diam, hembusan napas panjang ia lakukan, mengalihkan pandangan matanya dari Ahmed.

"Entah."

"Anda tahukan desas desus masyarakat di sini bagaimana!"

"Sedikitnya, aku tahu," jawabnya cepat "terlanjur," menatap Ahmed kembali "nasi sudah jadi bubur, mau tidak mau. Aku tidak bisa mengembalikan wujud bubur ke wujud nasi kembali, jadi saya harus mengolah bubur tersebut."

Ahmed mengangguk-angguk, mengalihkan pandangan matanya itu menatap jauh ke depan kembali.

Suara lirihan angin mengiringi sejalan dengan tapakan yang mereka lakukan. Kedinginan cuaca menyerang kulit mereka. Waktu kian berlalu tiada menunggu apalagi menanti.

"Em," bingung, melihat Anz yang masih saja memasang wajah datar. "Bagimana kalau kita jalan-jalan di pesisir pantai."

Dalam seketika tatapan mata tajam Anz mengarah pada Ahmed, kulit kening terlihat berkerut rapat. "Tidak," jawabnya cepat.

"Kenapa?"

"Jauh."

Ahmed terkekeh pelan "kemungkinannya Anda dan rekan Anda dari pantai menuju ke lapas kemarin, melewati hutan terjal ya? Perbukitan sebelah sana," menunjuk sisi kanan mereka, pepohonan besar yang telihat bertumbuhan lebih padat. "Untung nona dan rekan semua selamat! Hutan itu tidak ada yang berani memasukinya, selain jalanan yang suram di tambah lagi binatang buas yang ada di sana."

Langkah yang terus berjalan mendadak berhenti, pandangan mata kembali terpaku menatap Ahmed dengan tatapan mata menunjukan rasa tidak menentu, tidak percaya dan bingung.

1
Không có tên
Ceritanya bikin merinding, ga bisa lepas ya!
_Sebx_
Seneng banget nemu cerita sebaik ini, terus berkarya thor!
AcidFace
Jangan tinggalkan aku bersama rasa penasaran, thor! 😩
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!