NovelToon NovelToon
Serunai Cinta Santriwati

Serunai Cinta Santriwati

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / Fantasi Wanita
Popularitas:688
Nilai: 5
Nama Author: Lalu LHS

Fahira Hidayati tak pernah menyangka akan terjebak begitu jauh dalam perasaannya kini. Berawal dari pandangan mata yang cukup lama pada suatu hari dengan seorang ustadz yang sudah dua tahun ini mengajarnya. Sudah dua tahun tapi semuanya mulai berbeda ketika tatapan tak sengaja itu. Dua mata yang tiba-tiba saling berpandangan dan seperti ada magnet, baik dia maupun ustdz itu seperti tak mau memalingkan pandangan satu sama lainnya. Tatapan itu semakin kuat sehingga getarannya membuat jantungnya berdegup kencang. Semuanya tiba-tiba terasa begitu indah. Sekeliling yang sebelumnya terdengar riuh dengan suara-suara santri yang sedang mengaji, tiba-tiba saja dalam sekejap menjadi sepi. Seperti sedang tak ada seorangpun di dekatnya. Hanya mereka berdua.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lalu LHS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

#6

Ustadz Pahlevi masih terlihat duduk di sofa ruang tamu. Sehabis shalat tadi hingga hampir menjelang waktu ashar, ia masih terlihat gelisah. Rambutnya sudah acak-acakan karna diremasnya beberapa kali. Dia belum juga bisa mengambil keputusan. Antara menyusul Zulaikha dan mengajaknya pulang, ataukah membiarkannya saja pulang sendiri. Ia malu jika mertuanya tahu permasalahan yang terjadi antara dirinya dengan Zulaikha. Tapi jika ia membiarkan Zulaikha tetap di sana dan ternyata ia tak pulang-pulang juga, tidak hanya kedua mertuanya, keluarga besar Zulaikha pada akhirnya akan tahu semuanya. Dan itu akan jadi aib besar untuknya. Orang-orang akan membicarakannya. Seorang Ustadz telah melakukan pemukulan terhadap istrinya.

Ustadz Pahlevi melirik lemah ke arah jam dinding ketika suara adzan terdengar berkumandang. Dia benar-benar tidak bersemangat. Bukannya bangkit, ia malah mengusap-usap wajahnya dengan keras dan kembali membaringkan tubuhnya di sofa. Beberapa kali terdengar kalimat Allah terdengar sangat keras keluar dari mulutnya.

****

"Fahira, tunggu!" Amelia berlari-lari kecil mendekat ke arah Fahira Hidayati yang hendak keluar dari asrama menuju ruang kelas. Fahira Hidayati menghentikan langkahnya dan membalikkan badannya.

"Kamu mau kemana?" tanya Amelia.

"Kelas," jawab Fahira Hidayati singkat.

"Ke kelas? Tumben secepat ini," kata Amelia terlihat keheranan. Fahira Hidayati hanya tersenyum.

"Kalau begitu tunggu aku dong," sambung Amelia ketika Fahira Hidayati hanya menjawabnya dengan senyuman. Tak mau menunggu lama, Amelia langsung membalikkan badannya dan berlari menuju kamarnya.

Fahira Hidayati menoleh ke kiri dan ke kanan sebelum melangkahkan kakinya mendekat ke salah satu rumah pengurus yang berada di samping ruang kelasnya. Tujuannya adalah kaca jendela rumah. Ia masih belum puas dengan penampilannya saat ini. Bahkan beberapa kali ia ingin kembali ke kamarnya saat melihat gamis yang dipakainya.

Fahira Hidayati segera berpura-pura membuka kitab di tangannya ketika melihat bayangan Amelia yang sedang menuju ke arahnya.

"Ayo," kata Amelia ketika sudah berada di belakang Fahira Hidayati. Tanpa menjawab, Fahira Hidayati segera melangkah.

"Sebentar," kata Amelia sambil memegang pundak Fahira Hidayati. Keningnya mengerut saat menatap wajah Fahira Hidayati penuh selidik. Fahira Hidayati yang merasa tak biasanya diperhatikan seperti itu langsung membalikkan wajahnya. Dia tahu saat ini Amelia sedang bertanya-tanya karna ada yang terlihat berubah dari wajahnya.

"Kamu pakai make up?" tanya Amelia penasaran. Fahira Hidayati tersenyum. Ia menghalau tangan Amelia ketika Amelia hendak membalikkan lagi tubuhnya.

"Make up apa," jawab Fahira Hidayati ketus sambil kembali melangkah. Amelia mempercepat jalannya. Tapi ia tetap tak bisa melihat wajah Fahira Hidayati karna Fahira Hidayati menutup wajahnya dengan ujung jilbabnya. Mulai kesal dengan Amelia yang terus penasaran, Fahira Hidayati membuka wajahnya.

"Aku malu dengan bintik hitam di wajahku. Makanya aku tutupi pakai make up," kata Fahira Hidayati. Amelia tersenyum. Agak lama ia memandang wajah Fahira Hidayati hingga pada akhirnya, dengan gemesnya, ia memegang kedua pipi Fahira Hidayati dan mencubitnya.

"Masya Allah,kamu cantik sekali hari ini Fahira. Ya, Allah, kalau begini terus, semua siswa di kelas akan terkapar ketika melihatmu," kata Amelia kegirangan melihat begitu cantiknya paras Fahira Hidayati sore ini.

"Tapi aku masih penasaran. Kemarin-kemarin kamu cuek-cuek saja walaupun bintik di wajahmu lebih banyak dari ini," kata Amelia. Fahira Hidayati tersenyum. Dia tak tahu lagi harus berkata apa untuk meladeni pertanyaan Amelia. Dia memilih untuk masuk kelas dan langsung duduk di lantai.

Satu persatu para santri terlihat berdatangan mengisi kelas masing-masing. Doa memulai pelajaran terdengar mengisi ruang sore hari. Menghentikan sejenak suara riuh burung gereja di ranting-ranting pepohonan.

Fahira Hidayati terlihat gelisah. Keringat mengalir dari wajahnya. Ia terlihat tidak tenang. Beberapa kali ia terlihat bangkit dan berdiri di depan pintu kelas dan menengok ke arah gerbang masuk asrama. Sudah terdengar suara-suara para pengajar di kelas lain. Tapi dia dan teman-temannya masih menunggu Ustadz Pahlevi yang tak kunjung terdengar suara sepeda motornya. Di saat santri yang lain berharap Ustadz Pahlevi tidak datang, ia sendiri terlihat sangat kecewa.

"Tidakkah dia datang hari ini?" batinnya.

Amelia memperhatikan dalam gerak gerik Fahira Hidayati. Benar-benar ada yang berbeda dari tingkah dan gerak-gerik Fahira Hidayati. Lama-lama ia seperti sedang menemukan jawaban atas rasa penasarannya saat ini. Gerak-gerik Fahira Hidayati mulai berubah sore kemarin. Tepatnya saat Ustadz Pahlevi menyuruhnya membuat kopi. Ditambah lagi dengan make up yang menempel di wajah Fahira Hidayati. Juga dengan ekspresi gelisahnya hari ini saat Ustadz Pahlevi tak kunjung muncul di kelas.

"Tapi, semendadak itukah Fahira Hidayati jatuh cinta? Tak ada yang istimewa dari ucapan Ustadz Pahlevi sore kemarin. Senorak itukah sahabatnya itu? batin Amelia.

Fahira Hidayati mengusap agak keras keringat yang mengalir di wajahnya dengan ujung jilbabnya. Ia kembali duduk. Amelia terus meliriknya.

"Teman-teman, sudah lima belas menit. Ustadz Pahlevi mungkin sedang berhalangan hari ini. Apakah kita sepakat pulang?" kata Selly, ketua kelas.

"Sepakat," jawab mereka serempak kecuali Fahira Hidayati. Dia terlihat menundukkan kepalanya.

"Ayo balik," kata Amelia pelan. Kali ini ia harus berhati-hati mengeluarkan kata-kata melihat ekspresi Fahira Hidayati. Dia terlihat nampak kecewa.

Fahira Hidayati menghela nafas panjang. Ia sudah tidak peduli lagi dengan pandangan Amelia terhadapnya. Yang jelas, saat ini ia benar-benar kecewa dan kesal kepada Ustadz Pahlevi.

Fahira Hidayati mengangkat tubuhnya berat. Ja pun melangkah pelan mengikuti langkah Amelia keluar ruangan.

Waktu tak terasa terus bergulir. Warna kemerahan matahari di balik awan di ujung maghrib mengiringi burung-burung bangau yang kembali ke sarangnya. Angin yang bertiup semilir mengiringi tenggelamnya matahari di peraduannya.

****

Suara adzan maghrib terdengar berkumandang. Ustadz Pahlevi masih duduk termenung di kursi beranda rumahnya. Berkali-kali ia menoleh ke arah HP di atas meja di sampingnya. Belum ada sms yang masuk. Sudah lima pesan yang sangat panjang yang ia kirim ke nomor Zulaikha. Namun tak ada satupun yang belum di balas. Keteguhan hatinya untuk tidak menyusulnya ke rumah mertuanya, akhirnya runtuh juga. Ia merasa kesepian sendirian di rumah itu. Sehari tak mendengar suara Winda, serasa membunuh semangat hidupnya. Anehnya, ia tidk memikirkan Zulaikha secara pribadi. Jika tidak karna Winda dan pembicaraan orang tentangnya, ia tidak akan terganggu dengan tidak adanya Zulaikha di rumah itu. Mungkin itu semua dikarnakan rasa kecewanya karna Zulaikha meninggalkan rumah tanpa ijin. Dia hanya memikirkan anak semata wayangnya. Rumah yang sebelumnya ramai dengan obrolan ringan di depan televisi saat menemani anaknya nonton film kartun kesukaannya, kini seperti kuburan. Tak ada sama sekali semangat untuk melakukan apapun. Perutnya pun belum ia isi sejak siang tadi selain segelas kopi.

Dengan gerakan yang berat, Ustadz Pahlevi memaksakan dirinya untuk bangkit. Setelah mengambil air wudhu, ia segera melaksanakan shalat maghrib.

Udara berhembus dingin. Sesekali angin bertiup keras menghempas dedaunan yang berserakan di halaman rumah. Udara yang tadinya gerah, seketika berubah dingin. Langit di atas sana terlihat cerah. Setelah menunaikan shalat maghrib, Ustadz Pahlevi segera mengeluarkan sepeda motornya. Karna merasa kesepian di rumah dan juga mempertimbangkan kemaslahatan keluarganya, ia akhirnya memutuskan untuk pergi menemui Zulaikha.

1
MEDIA YAQIN Qudwatusshalihin P
good
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!