Setelah ibu mertuanya meninggal, Zara Hafizah dihadapkan pada kenyataan pahit. Suaminya, yakni Jaka telah menceraikannya secara tiba-tiba dan mengusirnya dari rumah. Zara terpaksa membesarkan anaknya yang masih berusia 6 tahun, seorang diri
kehidupan Zara semakin membaik ketika ia memutuskan hijrah dan bekerja di Ibu Kota.
Atas bantuan teman dekatnya,
Suatu hari, Zara bertemu dengan Sagara Mahendra, CEO perusahaan ternama dan duda dengan satu anak. Sagara sedang mencari sosok istri yang dapat menjaga dan mencintai putrinya seperti ibu kandungnya.
Dua orang yang saling membutuhkan tersebut, membuat kesepakatan untuk menikah secara kontrak.
Sagara membutuhkan seorang istri yang bisa menyayangi Maura putrinya dengan tulus.
Dan Zara membutuhkan suami yang ia harap bisa memberinya kehidupan yang lebih baik bagi dirinya serta Aqila putrinya.
Bagaimanakah perjalanan pernikahan mereka selanjutnya, akan kah benih-benih cinta tumbuh di antara mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eli Priwanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Operasi transplantasi Aqila
Dua minggu berlalu begitu cepat, tanpa terasa dua minggu lagi Sagara dan Zara akan melangsungkan pernikahan, Zara yang masih aktif bekerja di perusahaan Syailendra di perintahkan oleh Sagara untuk tidak aktif lagi bekerja sebagai karyawannya, apalagi lusa adalah jadwal operasi transplantasi ginjalnya Aqila, Meskipun berat, tapi kali ini Zara harus mengikuti perintah dari calon suaminya.
"Istirahatlah, jangan terlalu capek!" ucapnya sambil memandangi Zara, kini keduanya masih berada dalam satu mobil.
"Baik Tuan, sebelumnya terimakasih sudah repot-repot mengantar saya sampai sini!" jawabnya tertunduk malu.
entah ada angin apa atau bisa juga karena terbawa suasana, tiba-tiba saja Sagara mencium pucuk kepala Zara yang masih tertunduk malu. Zara pun tidak menyangka jika Calon Suaminya akan melakukan hal ini padanya, sedangkan Sagara langsung memalingkan wajahnya dan enggan untuk melihat wajah Zara yang sedang menatap heran padanya.
"cepatlah keluar, aku masih ada urusan penting yang harus segera di selesaikan!" ujarnya seolah mengusir Zara.
Dengan segera Zara pun akhirnya keluar dari dalam mobil, dan mobil pun pergi begitu saja.
"Dasar manusia aneh, seenaknya saja bertindak, harusnya aku yang bersikap seperti tadi, tapi kau malah seenaknya mengusirku, ck..! Apakah semua pria arogan bersikap seperti itu terhadap semua wanita?" ucapnya bermonolog.
Kini Zara masih saja memandangi jalan, dimana mobil milik Sagara sudah tidak terlihat olehnya.
Dengan segera ia pergi menuju rumah nya Dewi.
Setibanya di depan rumah, Rupanya Dika datang menghampirinya dan menunjukan wajah yang masam terhadap Zara.
"Mba Zara, apakah yang telah di katakan oleh Mba Dewi itu benar?" tanyanya cukup ketus.
Kemudian Zara malah mengerutkan kedua alisnya.
"Maksudnya apa ya Mas Dika? Saya tidak faham dengan pertanyaanmu itu?"
"kata Mba Dewi, kamu sebentar lagi mau menikah dengan pria yang tempo hari pernah datang kesini? Apa itu benar?"
Percakapan antara Zara dan Dika telah mengundang para tetangga, karena mereka pun cukup penasaran atas hubungan Zara dengan pria kaya yang pernah datang ke tempat ini.
Zara sempat kesal terhadap Dika, karena telah menanyakan masalah pribadinya dalam keadaan yang tidak tepat dan kesannya kurang pantas, di tambah Dika seperti nya memang sengaja menanyakan nya dengan suara yang cukup lantang agar bisa di dengar oleh banyak orang, terutama para tetangganya yang super kepo.
Mpok Surti yang melihat kejadian ini secara langsung menjadi tidak enak terhadap Zara, ia pun bergegas menghampiri putranya.
"Aduh Dika, kamu ngapain sih menanyakan masalah pribadi Mba Zara kaya gini? Apa kamu tidak bisa memelankan suaramu hah?" protesnya sembari menarik tangan putranya agar segera ikut pergi bersamanya.
"Sebentar Bu, aku hanya ingin memastikan saja dengan omongan Mba Dewi." cetusnya bersikukuh.
Akhirnya Zara pun menjawab pertanyaan dari Dika, agar Dika bisa segera bungkam. Lama kelamaan Zara semakin kesal akan sikap Dika yang akhir-akhir ini selalu menginterogasi dirinya, dan selalu banyak bertanya serta Dika juga terlalu banyak mengatur dirinya, padahal status mereka hanyalah sebatas teman.
"Iya, memang yang di katakan oleh Dewi itu adalah benar adanya, dua minggu lagi aku akan segera menikah dengan Tuan Sagara Mahendra, apakah kamu puas Mas Dika? Apakah masih ada yang mau kamu tanyakan lagi padaku?" jawabnya cukup geram, kali ini Zara sengaja menjawabnya dengan suara yang cukup lantang, sehingga para tetangganya yang super kepo bisa mendengarnya langsung dari mulutnya sendiri. Dan setelah tahu Zara akan menikah, Dika pun bergegas pergi begitu saja, hati nya benar-benar telah hancur berkeping-keping, kini sudah tidak ada lagi harapan dirinya untuk bisa memiliki Zara. Para tetangga yang sempat menguping percakapan mereka pun memutuskan untuk membubarkan diri.
Sambil menghela nafasnya, Zara bergegas masuk ke dalam rumah, di lihatnya Dewi masih berada di dalam kamar mandi sedangkan Aqila sedang berbaring di atas tempat tidur.
saat mengetahui Bundanya datang, Lala segera menyambutnya dengan suka cita meskipun saat ini posisi Lala tidak bisa berjalan secara normal akibat sakit yang di deritanya telah membuat kondisi tubuhnya melemah.
"Lala, bagaimana kabarmu hari ini Nak?" tanyanya sambil menghampiri Lala di atas tempat tidur.
"Alhamdulillah baik Bun, oh iya Bun tadi Maura datang kesini bersama Suster Mira, dan Maura membelikan aku pensil warna dan buku gambar baru untukku, bagus tidak Bun?" ucapnya sambil memperlihatkan buku gambar dan pensil warna dari Maura.
"Wah bagusnya, pasti kamu senang sekali ya La!"
"Iya Bun, aku jadi semangat lagi untuk menggambar."
Kemudian Zara segera memeluk tubuh mungil putri nya, lalu mengecup pucuk kepalanya.
Keesokan harinya
Kini Zara dan Aqila sudah berada di rumah sakit, tidak lupa Dewi pun ikut mengantar nya ke sana.
Zara tampak gugup dan gelisah, ia takut dengan operasi yang akan di jalani oleh aqila besok pagi, hanya doa yang selalu ia panjatkan untuk kesembuhan Aqila.
"Wi, kenapa aku menjadi gugup dan tegang seperti ini?" kali ini Zara sampai mengeluarkan keringat dingin.
Lalu Dewi mencoba untuk menenangkan Zara.
"Ra, kita berdoa saja, semoga besok operasinya berjalan dengan lancar." ucapnya meyakinkan Zara.
Akhirnya hari yang di tunggu pun telah tiba, Semalaman suntuk Zara tidak bisa memejamkan kedua bola matanya, ia terus berzikir serta berdoa untuk kelancaran operasi nya Lala, wajahnya pun sampai terlihat pucat.
Zara sempat merasakan ketegangan ketika Dewi tidak kunjung datang, karena kemarin Dewi sudah berjanji akan menemani dirinya di ruang tunggu operasi, dan kini waktu sudah menunjukan pukul 08.00 pagi, sedangkan Operasi akan di mulai sekitar pukul 08.30 pagi.
Zara terus saja menguatkan Lala, agar bisa tenang, dan rupanya Lala jauh lebih tenang dari pada Bundanya, dan seperti nya Lala sudah pasrah, apapun yang terjadi padanya, ia akan berusaha untuk tetap tegar di depan ibunya.
"Bun, Lala pasti baik-baik saja! Bunda jangan tegang dan panik ya! Tuh Bunda lihat sendiri bagaimana aku sekarang, jauh lebih tenang dari pada Bunda." Lala pun melempar senyum ke arah Bundanya.
Lalu Zara buru-buru memeluknya dengan sangat erat.
Tes..
Air matanya kembali menetes, ia sudah tidak bisa untuk menahan nya, lalu Lala mengusap air mata ibunya yang terus berjatuhan dengan ibu jarinya.
"Aku pasti baik-baik saja Bunda! Jangan bersedih ya, aku sayang sama Bunda!" ujarnya dengan mata yang berkaca-kaca. Dari relung hatinya yang paling dalam, sebenarnya Lala merasakan takut yang sangat hebat, tapi itu semua ia sembunyikan di depan Bundanya. Lala hanya ingin selalu melihat Bundanya tersenyum bahagia.
Tidak lama kemudian Dokter yang biasa menangani Lala yakni Dokter Zidan, kini ia datang bersama dengan seseorang yang sepertinya satu profesi dengannya.
"Perkenalkan Nyonya Zara, ini adalah Dokter Chen dari Singapura, beliau adalah Dokter spesialis ginjal, yang sengaja di datangkan langsung oleh Tuan Sagara."
Zara langsung tercekat saat mendengar nama Sagara.
"Benarkah Dokter?" tanyanya tidak percaya.
"betul sekali Nyonya, apalagi Nyonya Jelita adalah pemilik saham 50% di rumah sakit ini, otomatis Tuan Sagara memiliki wewenang untuk membawa Dokter Chen dari rumah sakit di Singapura untuk melakukan tindakan operasi transplantasi ginjal terhadap putri anda, dan anda juga jangan khawatir, karena Dokter Chen adalah Dokter terbaik di Asia."
Zara pun sampai menangis Haru, entah ia harus mengucapkan kata apa kepada Tuan Sagara, karena ia telah melakukan hal sebesar ini, sungguh masih sulit untuk ia percaya.
Kemudian Sagara pun datang dan langsung menghampiri Dokter Chen, kini keduanya mengobrol cukup akrab, Zara terus saja menatap kagum pria yang nantinya akan menjadi suaminya, meskipun hanya selama satu tahun saja.
Selesai mengobrol dengan Dokter Chen, Sagara bergegas mendekat ke arah Zara yang sedari tadi terus memandanginya, namun Zara tersadar dan langsung menundukkan kepalanya saat Sagara menuju ke arahnya.
"Ehem...! " Sagara sengaja berdehem, karena ia menyadari jika sedari tadi Zara terus memperhatikan dirinya. Perasaanya pun menjadi berbunga-bunga.
"Sebaiknya kita menunggu di luar, bukankah jadwal operasi nya akan di mulai sebentar lagi?" tanyanya kepada Zara yang masih diam mematung di ruang perawatan sementara pasien sebelum melakukan tindakan operasi.
Lalu Sagara menarik lembut tangan Zara kemudian menggenggam nya dengan erat.
"T tuan!" ucapnya terbata, kemudian ia memberanikan diri untuk menatap calon suaminya.
"Sebaiknya kita menunggu di ruang tunggu operasi!" ajaknya, kemudian Zara mengangguk dan mengikuti ajakan dari Sagara.
Kini keduanya duduk bersebelahan sambil memandang ke arah pintu ruang operasi, dimana lampu di atas pintu sudah berubah menjadi berwarna merah, yang artinya tindakan operasi terhadap Lala sudah di mulai. Zara terus saja memanjatkan doa serta zikir untuk kelancaran operasinya Lala.
Saga terus saja memperhatikan Zara, terlihat begitu jelas wajah wanita di sampingnya begitu pucat.
Lambat laun Zara mulai menguap dan kelelahan setelah semalaman suntuk ia tidak tertidur, Saga kini mulai menggeser tempat duduknya agar posisinya bisa lebih dekat, dan benar saja, tanpa Zara sadari, ia malah menyandarkan kepalanya tepat di bahu Sagara, Saga pun tersenyum di buatnya, debaran jantungnya kini mulai tidak beraturan.Lalu Sagara berusaha mengatur nafasnya agar jauh lebih relaks. Kemudian ia mulai memberanikan diri untuk merangkul pundaknya Zara, dan Zara pun merasa nyaman tertidur dengan posisi seperti itu
Kini Saga bisa melihat wajah cantik Zara dengan jarak yang sangat dekat. Ia sampai menelan saliva nya, dan keringat dingin mulai menjalar di sekujur tubuhnya. Sudah sekian lamanya ia tidak pernah dekat dengan wanita lain, selain mendiang istrinya sendiri, dan kejadian itu pun sudah berlangsung enam tahun yang lalu, sungguh bukan waktu yang sebentar.
'Aish...kenapa aku jadi tegang begini? Arrkhhh sial!' umpatnya dalam hati.
Bersambung....
🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁
sabar saga tunggu halal 😁