Sakit rasanya ketika aku menyadari bahwa aku hanyalah pelarianmu. Cinta, perhatian, kasih sayang yang aku beri setulus mungkin ternyata tak ada artinya bagimu. Kucoba tetap bertahan mengingat perlakuan baikmu selama ini. Tapi untuk apa semua itu jika tak ada cinta untukku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zheya87, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 8
Sejak itu, aku kembali disibukkan oleh persiapan pernikahanku membuatku lupa akan rasa penasaranku tentang apa sebenarnya yang terjadi antara Roy dan Eko.
Cecil pun tak pernah membahas itu lagi, dia malah disibukkan dengan persiapan bridesmaid.
Kak Arini menugaskannya untuk mengurus baju bridesmaid. Cecil sendiri yang memilih siapa saja teman yang akan diberikan baju, berhubung waktunya sangat mepet maka teman yang jadi pendamping ku hanya 4 orang Cecil, Amalia dan si kembar Ana dan Ani. Mereka adalah teman sekelas kami semasa kuliah. Cecil sengaja memilih mereka dengan postur yang hampir sama, karena dia memesan baju yang sudah jadi, tinggal dipermak sedikit saja.
Untungnya teman-temanku sangat mengerti, mereka justru senang terpilih menjadi bridesmaid dipesta pernikahanku.
Hari yang ditunggu pun tiba, acara akad nikah yang sangat sakral berjalan dengan lancar. Ibu sempat meneteskan air mata melihatku.
Ibu memasuki ruang ganti ketika aku hampir selesai memakai gaun resepsi setelah menanggalkan kebaya Akad nikah. Aku berbalik dan menatap ibu.
" bu, maafkan Dara belum sempat menjadi orang sukses, belum sempat membahagiakan ibu dan ayah, tapi Dara malah memilih untuk menikah secepat ini " kataku sambil memegang tangan ibu
" kamu jangan ngomong begitu nduk, menikah adalah ibadah. Kodratnya seorang wanita adalah diperistri tak perlu memikirkan karir. Sukses dimata ibu bukan tentang karir dan pekerjaan nak, kamu hidup bahagia bersama suami itu adalah kesuksesan yang paling ayah impikan " nasehat ibu
" ibu menangis karena bahagia, kamu beruntung memiliki mertua dan kakak ipar yang menyayangimu, suami baik tampan juga mapan. Kamu tak perlu memikirkan hal lain, pikirkan masa depan keluargamu nak " ibu menambahkan
" makasih bu, terimakasih bimbingannya " jawabku sambil tersenyum, setelahnya aku terdiam memikirkan tentang hubunganku dan Roy, andai saja ibu tau bahwa Roy belum mencintaiku dan hanya menjadikan aku pelarian saja.
" mba bisa dilanjutkan lagi " kataku kepada seseorang yang membantuku memakaikan gaun resepsi.
Aku memasuki ruang resepsi dengan menggandeng Roy, kami tersenyum bahagia ibu dan ayah juga mama dan ka Arini tersenyum sumringah menyambut kami di atas pelaminan.
Melihat banyaknya tamu undangan, aku sebenarnya sedikit kaget karena menurut kak Arini pesta resepsinya akan sederhana sesuai permintaan ibu dan ayah. Namun ini adalah lebih dari sederhana termasuk mewah untuk ukuran keluargaku.
Mama memperkenalkan aku dengan kerabat dan keluarganya. Ternyata semua adalah orang- orang terdekat. Keluarga sebelah mama, Almarhum papanya Roy, keluarga suami kak Arini belum lagi tetangga dan teman-teman arisan mama. Mama juga mengundang teman-teman Almarhum papanya Roy. Dan masih banyak lagi yang datang. Kulihat teman-teman Roy tak terlalu banyak, bahkan teman semasa SMA hanya Niken yang hadir. Mungkin karena kebetulan suaminya sekantor sama Roy. Jadi dia datang sebagai pendamping suaminya.
Dari ibu hanya keluarga terdekat saja, sepupu ibu dan anak-anaknya. Sedangkan ayah dia tak ada sanak saudara di Jakarta. Ayah adalah seorang perantau, jadi tak ada kerabat di kota ini. Hanya bos pemilik bengkel tempatnya bekerja saja yang diundang.
Aku melihat Cecil dari jauh tampak sedang ngobrol dengan seorang pria. Tak lama dia menuju ke atas pelaminan bersama temannya , aku tersenyum mungkin Cecil ingin memperkenalkannya padaku. Ketika semakin mendekat aku kaget ternyata pria yang bersamanya adalah Eko.
" hy Dara selamat yaaa " Eko menjabat tanganku sambil tersenyum.
" Loh Eko, katanya ga bisa datang " jawabku
"Nah ini datang , aku batalin acaranya. Aku ga mungkin ga hadir dipernikahan sahabatku, ya kan Roy?" kata Eko sambil berpaling menatap Roy
" benar banget, makasih ya bro" Roy mengulurkan tangannya menjabat Eko dan saling merangkul. Aku tersenyum, mungkin mereka sudah menyadari kesalahpahaman belakangan ini.
Tak terasa acara resepsi pun selesai, para tamu undangan berangsur-angsur pamit pulang. Setelah semua tamu pulang, kami pun diminta kak Arini lebih dulu pulang ke rumah. Aku dan Roy sepakat tak ingin menginap di hotel. Sama saja tempat tidurnya, kami memilih kembali ke rumah mama. Kak Arini juga telah menyiapkan kamar Roy untuk kami tempati.
" yakin ga berubah pikiran nih?" tanya ka Arini
" tawaran kakak masih berlaku loh, kakak bisa booking sekarang kamar hotelnya kalo kalian mau" lanjutnya lagi
"ga perlu kak, sama aja. Rumah mama juga mewah kok ga kalah sama hotel" jawabku ga enak karena kak Arini sejauh ini paling bersemangat mengurus segala hal.
" iya kak, lagian di lantai dua kan wilayah kekuasaanku, yang penting sampe besok pagi ga boleh ada yang naik tangga ke atas hahahah.... " canda Roy sambil tertawa
"idih kamu ini" aku sambil mencubit perut Roy
" aduh sakit sayang... " Roy terdengar manja
" cie udah mulai panggil sayang nih ye " tiba-tiba sepupu gadis Roy muncul sambil meledek.
" hus anak kecil diam sana " Roy menjawab Dik sepupunya yang kira-kita masih seumuran anak SMP.
Kami pun tertawa melihat tingkah mereka. Aku dan Roy memutuskan pulang lebih dulu. Hanya berdua.
Tiba di rumah sudah ada bibi yang menyambut, padahal tadi aku melihat bibi di acara resepsi. Mungkin bibi lebih dulu kembali.
Tiba di kamar Roy, tampak tertata bunga mawar merah berbentuk love di atas ranjang. Kamar Roy tampak luas, ini pertama kalinya aku memasuki kamarnya, meski berteman lama kami masih menjaga privasi.
Aku duduk di kursi meja rias, Roy membantuku melepas gaun pengantin, beruntung mahkota yang kupakai tadi sudah dilepas oleh kak Arini di gedung jadi aku tak perlu repot melepasnya sendiri. Aku agak risi ketika gaunku terlepas, aku hanya memakai dalaman yang agak ketat meski masih berlengan.
Roy menatapku,
"Dara, bolehkah? " sambil memegang bahuku dan mendekatkan bibirnya ke bibirku
Aku memejamkan mata, tampak terasa ciuman hangat Roy di bibirku. Ini adalah pengalaman pertamaku, aku sedikit gemetar. Ketika kubuka mata, tampak Roy tersenyum menatapku.
" jadi aku yang pertama ni?" tanya Roy
Aku menunduk malu sambil mengangguk. Tangan Roy memegang daguku, menatapku intens.
" tak perlu malu begitu, kita halal sekarang "
" hmmmmm iya, bolehkah aku mandi dulu? Aku gerah " jawabku dan bergegas melangkah. Roy menahan tanganku
" ga usah mandi sayang, aku suka aroma itu "
" cuci muka, iya aku cuci muka aja ya? " tanyaku masih gugup
" ya udah, jangan lama ya "
Roy masih menungguku ketika aku keluar dari kamar mandi, jasnya sudah dilepas tinggal menyisakan celana boxer dengan bertelanjang dada. Aku semakin berdebar melihat pemandangan itu. Roy meraih tanganku dan berbisik lembut. Entah rayuan apa sehingga aku pun terbuai. Kami melewati malam yang panjang selayaknya pengantin baru.
Meski aku yakin tak ada cinta Roy, tapi dia memperlakukan aku sebagai wanita. Dia memberi hakku di malam pertama. Bukan seperti cerita film yang tak disentuh oleh suami dimalam pertama.
Sedikit kecewa ketika aku berpikir mungkinkah Roy hanya tergoda saat aku membuka bajuku? Dia pria normal ketika melihat lekuk tubuh seorang wanita. Ah kusingkirkan pikiran aneh itu. Ketika Roy menyentuhku dengan sangat lembut. Aku menikmati setiap sentuhan Roy, hingga aku terlelap kecapekan.