Kania harus menerima kenyataan pahit ketika suaminya—Adrian, menceraikannya tepat setelah malam pertama mereka.
Tanpa sepengetahuan Adrian, Kania mengandung anaknya, calon pewaris keluarga Pratama.
Kania pun menghilang dari kehidupan Adrian. Tetapi lima tahun kemudian, mereka dipertemukan kembali. Kania datang dengan seorang bocah laki-laki yang mengejutkan Adrian karena begitu mirip dengannya.
Namun, situasi semakin rumit ketika Adrian ternyata sudah menikah lagi.
Bagaimana Kania menghadapi kenyataan ini? Apakah ia akan menjauh, atau menerima cinta Adrian yang berusaha mengambil hatinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 8 Gara-gara Es Krim
Di rumah, Laras berdiri di depan cermin, mengenakan gaun untuk acara pertemuan keluarga besar Pratama.
Gaun itu membalut tubuhnya dengan sempurna, tapi tak mampu menutupi kecemasan yang terpancar dari raut wajahnya.
“Kemana mas Adrian sebenarnya? Dia terus saja mengabaikan panggilan dariku. Menyebalkan!” gumamnya dengan perasaan tak tenang.
Beberapa hari ini, sikap Adrian terasa begitu aneh. Adrian lebih sering pulang larut malam, dan ketika ditanya, jawabannya selalu sama, urusan pekerjaan.
Namun, naluri Laras berkata ada yang lebih dari sekadar urusan kantor. Seolah-olah Adrian sedang menyembunyikan sesuatu.
“Awas kalau sampai kamu mengkhianati aku, Mas.”
Sementara di ruang tamu, Adrian baru saja pulang. Ia langsung melepaskan dasi dan menyandarkan tubuhnya ke sofa seraya memijat pelipisnya yang terasa berat.
“Selamat datang, Tuan,” sapa pelayan.
“Dimana Laras?” tanyanya.
“Nyonya di kamar, Tuan. Sejak tadi dia sudah menunggu anda. Bukankah malam ini ada pertemuan penting keluarga?”
Adrian terhenyak, “Sial! Aku sampai lupa.” Ia bergegas bangkit dan menuju kamar, mencoba mengingat pertemuan keluarga yang seharusnya menjadi prioritasnya malam itu.
Pertemuan keluarga besar Pratama adalah tradisi tahunan yang diadakan untuk merayakan kebersamaan.
Adrian tahu betul bahwa pertemuan kali ini sangat dinantikan oleh kakeknya. Ada harapan besar dari sang kakek untuk bertemu dengan cicitnya. Sayangnya, sampai sekarang Adrian belum bisa mengabulkan hal itu.
Setahu Adrian, Kania tidak pernah hamil.
Adrian menelan ludah, membayangkan wajah Enzio, anak yang selama ini Kania sembunyikan dari keluarganya.
Bayangan itu membuat hati Adrian berdesir. “Seharusnya malam ini aku datang bersama Enzio, kakek pasti akan senang.”
Saat Adrian membuka pintu kamar, Laras berdiri di ambang pintu dengan tangan bersedekap. Tatapannya penuh kecurigaan, sebuah tatapan yang sudah biasa bagi Adrian.
“Darimana saja kamu, Mas?” Laras menuntut penjelasan.
“Urusan pekerjaan,” jawab Adrian singkat tanpa menatap istrinya.
Tatapan Laras semakin tajam. “Benarkah? Kenapa aku merasa kamu sedang berbohong padaku?”
Adrian menghentikan langkahnya. Dalam hati, ia merasa jengah. Selama lima tahun pernikahan mereka, Laras selalu mencurigai gerak-geriknya.
Inilah alasan mengapa Adrian tak pernah bisa mencintai Laras.
“Ada acara keluarga, bukan? Lebih baik aku bersiap dulu daripada kita terlambat,” katanya, berusaha mengalihkan topik.
Laras tak mau begitu saja dikelabui. Ia meraih lengan suaminya dengan kuat. “Aku belum selesai bicara, Mas!”
“Mau bicara apa lagi? Apa jawabanku belum cukup memuaskanmu?” Adrian berbalik menatap Laras dengan mata yang mulai kehilangan kesabaran.
Laras terkekeh sinis. “Aku semakin yakin kalau kamu sedang menyembunyikan sesuatu dariku. Ini ada hubungannya dengan wanita itu, bukan?”
Adrian terdiam. “Wanita siapa maksudmu?”
“Kania!” jawab Laras dengan tegas.
Adrian mendesah panjang. “Jangan mulai lagi, Laras. Aku muak setiap hari kamu terus mengaitkan semuanya dengan Kania. Itu sudah masa lalu.”
“Tapi kalian pernah dekat sebelum kalian menikah dulu. Aku yakin kamu memiliki sedikit perasaan untuknya!” tuduh Laras dengan suara yang semakin tinggi.
"Siapa bilang?" Adrian mencengkram kedua bahu Laras. “Sudah aku katakan, jangan mencampuri urusan pribadiku. Kita menikah karena kesepakatan bisnis, tidak lebih dari itu.”
“Tapi aku mencintaimu, Mas!” Teriak Laras, air matanya mulai menggenang.
Adrian tak bergeming. Ia melepaskan genggamannya dan berbalik, menjauh dari Laras. Hatinya bergejolak, tapi ia tahu, tak ada gunanya membicarakan hal ini lagi.
“Dan sekarang, tiba-tiba kamu sering pergi tanpa alasan yang jelas. Kamu pikir aku tidak memperhatikan perubahan sikapmu?” lanjut Laras, suaranya mulai bergetar.
“Ini tidak ada hubungannya dengan masa lalu. Aku hanya menyelesaikan sesuatu yang penting,” jawab Adrian, mencoba tetap tenang.
“Jangan sampai aku tahu kamu masih berhubungan dengannya, Mas. Kalau itu terjadi, aku tidak akan tinggal diam! Ingat, kakekmu membutuhkan pendonor jantung, bukan?” ucap Laras sebelum pergi meninggalkan Adrian sendiri di kamar.
Adrian memandang pintu yang baru saja tertutup dengan suara bantingan.
“Kenapa semuanya jadi serumit ini?” gumamnya dengan perasaan kalut.
***
Sementara itu, di sebuah minimarket, Enzio, anak kecil berusia lima tahun, berlari-lari kecil sambil menarik tangan Kania.
Karena tidak bisa tidur, Enzio meminta Kania menemaninya pergi membeli makanan ringab.
“Mama, aku mau es krim!” teriaknya riang.
Kania tersenyum. “Sayang, jangan beli es krim ya. Nanti sakit gigi mu kambuh lagi.”
“Tapi Zio mau es krim. Rasa coklat, yummy!” Mata kecilnya berbinar melihat barisan es krim di depan mereka.
Enzio begitu mirip dengan Adrian yang juga menyukai es krim.
“Kenapa selera kalian harus sama?” pikir Kania, tersenyum getir.
Setiap kali Enzio menunjukkan kesamaan sifat dengan Adrian, luka di hati Kania terasa semakin menganga.
“Bagaimana bisa aku melupakanmu, Mas, kalau setiap hari aku harus melihat bayanganmu dalam diri anak kita?”
Saat Kania hendak membayar di kasir, tanpa sengaja ia menabrak seseorang. Barang bawaan orang tersebut terjatuh berantakan ke lantai.
“Astaga, maafkan aku. Aku benar-benar tidak sengaja,” ucap Kania buru-buru sambil membantu mengumpulkan barang-barang yang berserakan.
“Tidak apa-apa. Ini hanya beberapa perlengkapan kantor biasa.” Suara pria itu begitu familiar di telinga Kania.
Kania mendongak, dan jantungnya seolah berhenti sejenak. “Reno?” pekiknya terkejut.
Pria itu tersenyum tipis, “Mba Kania, lama tak bertemu. Apa kabar?”