Berawal dengan niat baik untuk menolong membuatnya harus berurusan dengan seorang pria asing yang tanpa Marissa ketahui akan merubah hidupnya 180 derajat. Terlebih setelah insiden satu malam itu.
Kira-kira seperti apa tanggapan pria asing yang bernama Giorgio Adam setelah mengetahui kebenaran dari insiden malam itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nathasya90, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MEMBUAT CANDU
"Hei, siapa kau!!" hardik Marissa merasa tidak suka dengan pria yang menarik tangannya dengan kasar.
Pria itu tak menjawab dan tetap membawa Marissa menjauh dari toilet dan keluar melalui pintu belakang.
"Lepas.. lepaskan tanganku!!" Marissa menghempaskan tangan pria itu ketika mereka sudah berada di halaman belakang restoran itu.
"KAUUU!!" kata Marissa saat melihat wajah pria yang menarik tangannya.
Pria itu tersenyum miring menatap wanita cantik yang sedang terlihat kesal.
"Ada apa denganmu? Mengapa setiap kali kau melihatku, senyummu tak pernah mengembangkan seperti tadi, dan sikapmu jauh berbeda jika kau bersama pria lain!" Akhirnya Giorgio menanyakan hal yang sangat ingin dia tanyakan pada wanita itu.
"Tidak ada alasan. Aku hanya tidak menyukaimu," ucapan Marissa barusan membuat mimik muka Giorgio berubah merah, kesal.
"Apa karena aku yang sudah mengambil keperawananmu!" seru Giorgio dengan gamblang tanpa melihat keadaan sekitar. Mau tidak mau Marissa menghampiri pria itu lalu menutup mulutnya.
"Oh God.. mulut pria ini. Bisakah kau diam? Kau bisa membuat semua orang tahu jika aku sudah tak perawan!" geram wanita berambut panjang itu.
Giorgio tersenyum senang, namun tak terlihat karena mulutnya dibekap oleh Marissa . Gio Lalu menarik pinggang Marissa hingga membuat posisi keduanya sangat dekat. Saking dekatnya hingga suara degup jantung Marissa pasti terdengar jelas di telinga pria bertubuh tinggi itu.
Posisi keduanya kini sangat tidak menguntungkan bagi Marissa. Marisa meletakkan kedua telapak tangannya didada bidang Giorgio kemudian mendorong sekuat tenaga hingga membuat mereka berjarak.
Suasana yang sepi dan tenang dengan semilir angin segar membuat keduanya terbawa perasaan. Mendengar irama jantung mereka membuat darah keduanya berdesir.
Giorgio mulai mendekatkan wajahnya ke wajah Marissa yang masih setia menatap netra coklat pria itu, wanita cantik itu pun tak menolak saat bibir pria itu menyentuh bibirnya.
Awalnya Giorgio hanya ingin mengecup bibir wanita itu. Selama ini Gio hanya membayangkan ciuman panas mereka saat pertemuan pertama mereka. Namun karena wanita itu tak menolak, akhirnya Giorgio memberanikan diri mencium lebih bibir wanita itu.
Ciuman yang awalnya hanya sekedar ciuman biasa, lama kelamaan menjadi lumatan-lumatan lembut hingga Giorgio menekan tengkuk leher Marissa untuk memperdalam ciuman mereka.
Marissa yang sudah kehabisan napas akhirnya mendorong keras dada Giorgio.
"Kau sudah gila! Kau mau membunuhku?" ucap Marissa kesal bahkan wanita itu masih ngos-ngosan mengatur napasnya.
Giorgio tersenyum miring mendengar umpatan wanitanya. Pria itu lalu menghampiri wanita itu lalu menyeka lembut bibir Marissa lalu kembali mengecupnya dengan singkat.
"Kita pulang bersama, biar aku yang mengantarmu pulang!" seru Giorgio menautkan tangannya pada wanita itu.
"Tidak, aku akan pulang sendiri!" tolak Marissa lalu melepas tautan tangan Giorgio .
"Kenapa? Kau takut jika pria itu melihat kita bersama?" tebak Giorgio.
"Dia hanya sahabatku, dan aku yang minta ketemuan. Aku hanya ingin membicarakan sesuatu padanya," jelas Marissa.
"Memang dia siapa ku? Kenapa aku harus menjelaskan padanya?" pikirnya lalu beranjak pergi dari sana dan meninggalkan Giorgio yang masih mematung menatapnya.
"Kenapa juga aku harus menjelaskan padanya? Haisst.. Ada apa denganku? Dan jantungku, apakah ini definisi bergetar? Jika iya, apakah aku sudah jatuh cinta pada wanita keras kepala itu!" ucap Giorgio dalam hati seraya menatap punggung wanita itu hingga benar-benar menghilang dari jangkauan matanya.
"Maafkan aku, Lexi . Aku harus antri lama di toilet," ucap Marissa tak enak hati karena membuat Lexi menunggu lama.
"It's okay, Ris. Just relax."
Marisa dengan senyum indahnya membalas senyuman Lexi, namun tak bertahan lama tatkala sosok pria yang tadi menciumnya datang dengan tatapan siap membunuh mendekat ke arah mereka.
Marissa menelan saliva dengan susah payah dan baru kembali duduk setelah melihat pria dingin itu melewati kursinya dan menuju ke meja yang tidak jauh dari meja yang ditempati.
"Ck' dia marah karena melihatku bersama pria lain, lantas dia sendiri bagaimana? Bahkan dia tersenyum lebar melihat wanita itu," gumam Marissa. Kesal melihat interaksi Giorgio bersama seorang wanita.
"Hey, what's wrong?" kata Lexi melihat Marissa bergumam dengan raut wajah yang tampak kesal.
"Ah? Oh, tidak.. bukan apa-apa kok," jawab Marissa.
Suasana kembali hening setelah percakapan mereka tadi, sampai saat Lexi kembali memulai obrolannya.
"Hei, bicaralah. Bukankah kau meminta ketemu karena ada yang ingin dibahas? Katakan saja sekarang." Sejak tadi Lexi melihat Marissa seperti ingin mengatakan sesuatu, namun ragu mengatakannya.
Marissa tersenyum kecil menatap pria di depannya.
"Sebenarnya aku malu mengatakan ini tapi karena aku benar-benar butuh jadi—" Marissa tak melanjutkan perkataannya karena ponselnya berdering.
Marissa mencoba mengabaikan suara telepon itu dan mengubah dengan mode silent. Setelah itu kembali melanjutkan perkataannya yang terpotong tadi.
"Apakah di perusahaan tempat kau bekerja ada lowongan buatku?!" tanya Marissa pada akhirnya dengan malu malu.
Lexi yang melihat tingkah lucu Marissa yang malu-malu membuatnya tergelak.
"Kau lucu sekali, Ris. Wajahmu saat malu-malu seperti tadi sungguh sangat menggemaskan," ungkap Lexi masih menatap wajah cantik Marissa.
"Apaan sih, Lex. Kau malah akan semakin membuat wajahku memerah seperti tomat." Marissa mencebik bibirnya ke arah sang mantan.
Lagi-lagi interaksi mereka tak luput dari penglihatan pria yang berada di depannya.
"Sepertinya ada, tapi aku belum tahu lowongan itu untuk divisi bagian apa," tukas Lexi. "Tapi coba nanti akan aku tanyakan orang kantor. Nanti aku kabari lagi. Bagaimana?"
Marissa mengangguk dan tersenyum. Bersyukur karena Lexi masih mau membantunya.
Setelah mereka menghabiskan makanannya masing-masing, Lexi menawarkan tumpangan pada Marissa, namun sayang Marissa menolak secara halus seperti biasa jika ada seorang pria yang menawarkan ingin mengantarnya pulang.
"Baiklah, aku tunggu kabarmu, Lexi . Bye!" Marissa melambaikan tangan saat mobil yang dikendarai oleh pria itu menjauh dari halaman restoran.
Marissa berjalan sedikit jauh dari lokasi restoran menuju halte bus. Berharap bus masih ada yang lewat di jam begini. Marissa sudah tidak sabar ingin meluruskan kakinya. Entah mengapa selama hamil tubuhnya lebih cepat merasa lelah.
Sudah lebih dari dua puluh menit lamanya Marissa menunggu bus, namun bus yang ditunggu tak kunjung tiba. Baju yang dipakai pun sudah basah oleh keringat hingga membuatnya tidak nyaman.
BIP BIP BIP
Terdengar bunyi klakson mobil yang berhenti tepat di depannya duduk. Marissa tak menggubris suara itu walau sebenarnya sangat mengganggu pendengarannya, namun berusaha cuek karena berpikir jika orang yang di klakson seseorang di dalam mobil itu bukan dia.
Marissa lalu mengambil earphone yang berada di dalam tas kemudian memakainya. Jalan keluar terbaik daripada harus berseteru dengan pemilik mobil itu, bukan?!
Marissa masih mendengarkan musik yang tersambung di ponselnya dengan posisi sedikit menunduk menatap layar ponsel, sampai sebuah ujung lancip sepatu pantofel terlihat di depan mata Marissa.
Marissa mencoba mengatur napas. Wanita itu tahu siapa pemilik sepatu itu dari aroma parfum yang sangat dikenal Marissa.
Tidak seperti beberapa ibu hamil lain yang anti dengan wewangian, Marissa justru candu dengan aroma parfum itu bahkan ingin terus menghirup aroma itu setiap hari. Entahlah, tapi aroma itu membuatnya tenang. Atau mungkin karena bayi yang ada di kandungannya itu tahu jika aroma itu berasal dari sang ayah.
"Masuklah, di luar sangat dingin. Jadwal bus hari ini sepertinya berubah," ucap pria dengan lembut.
Marissa menengadahkan kepala menatap sosok pria yang sudah berhasil mengambil dunianya. Lantas menghela napas panjang sebelum berdiri dan mengikuti langkah pria itu menuju mobil yang diparkir tidak jauh dari halte bus.
Tidak ada penolakan lagi seperti sebelum-sebelumya, karena sejujurnya Marissa ingin berada di dekat pria itu. Entahlah, mungkin benar ini bawaan calon anaknya.
Setelah keduanya masuk ke dalam mobil. Giorgio langsung melajukan mobil sport merah miliknya membelah jalan raya menuju kosan Marissa .
Marissa menatap deretan lampu jalan dibalik kaca mobil yang dikendarai pria bermata coklat itu. Disepanjang perjalanan tak ada yang memulai bersuara hingga akhirnya mereka sampai di kosannya.
"Terima kasih," kata Marissa singkat. Lalu turun dari mobil dan berjalan menuju halaman depan kosan tanpa menawarkan Giorgio masuk ke dalam kosan walau hanya sekedar berbasa basi saja.
"Hei!" Panggil Giorgio kemudian, Marissa lalu berhenti dan menoleh ke arah pria itu.
"Ya?" balasnya singkat.
"Kau tak mengajakku masuk? Minum kopi misalnya?"
"Pulanglah, kau pasti lelah seharian bekerja bukan? Pergilah karena mood ku sedang tidak baik dan tidak ingin berdebat denganmu." Marissa kembali melanjutkan langkahnya masuk.
Apakah, Giorgio pulang? Tentu saja tidak, bukan hanya Marissa yang keras kepala karena pria itu pun sama keras kepalanya, walau masih dalam taraf yang wajar.
Giorgio mengikuti jejak langkah kaki wanita yang ada di hadapannya saat ini hingga mereka naik ke tangga lalu masuk ke dalam kamar kosan berukuran 3X5 meter yang letaknya tak jauh dari arah tangga.
"Ini kamar mu?" tanya pria itu yang masih memindai keseluruhan kosan wanitanya.
"Bahkan ini tak lebih besar dari ruang wardrobe ku!" seru Giorgio, heran saat memasuki kosan Marissa.
"Pergilah kalau kau merasa sesak di sini, aku bahkan tak memintamu masuk!" balas Marissa datar lalu masuk ke dalam kamar mandi dan meninggalkan pria itu di luar sendirian.
Marissa keluar dari kamar mandi hanya memakai handuk yang dililitkan sebatas dada tanpa beban seakan tak melihat kehadiran seorang pria di dalam kamar kosannya. Toh pria itu juga sudah melihat keseluruhan tubuhnya bukan? Pikirnya mungkin.
Kemudian Marissa masuk ke dalam kamar dan saat akan memakai pakaian sudah ada tangan kekar yang menarik pinggang Marissa masuk ke dalam dekapan pria tampan itu.
"Kau ingin menggodaku, huh!" bisik Giorgio tepat dibelakang telinga Marissa.
"Tubuhmu sangat wangi, aku menyukainya!" sambung Giorgio lagi kemudian bibirnya menyusuri setiap jengkal leher Marissa dengan perlahan.
"Tentu saja wangi, aku baru selesai mandi jika kau lupa, Tuan!" Marissa mencoba melepas pelukan Giorgio dari pinggangnya, namun bukannya lepas pria itu justru semakin mengeratkan pelukannya hingga membuat Marissa pasrah dengan apa yang akan dilakukan padanya nanti.
TERIMA KASIH DAN SUKSES SELALU BUAT KITA SEMUA 🫶🏼