NovelToon NovelToon
Gamer Siblings Who Become The World'S Apocalypse

Gamer Siblings Who Become The World'S Apocalypse

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Pemain Terhebat / Penyeberangan Dunia Lain / Fantasi Isekai
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Alif R. F.

Samael dan Isabel, dua bersaudara yang sudah lama tinggal bersama sejak mereka diasuh oleh orang tua angkat mereka, dan sudah bersama-sama sejak berada di fasilitas pemerintah sebagai salah satu dari anak hasil program bayi tabung.

Kedua kakak beradik menggunakan kapsul DDVR untuk memainkan game MMORPG dan sudah memainkannya sejak 8 tahun lamanya. Mereka berdua menjadi salah satu yang terkuat dengan guild mereka yang hanya diisi oleh mereka berdua dan ratusan ribu NPC hasil ciptaan dan summon mereka sendiri.

Di tengah permainan, tiba-tiba saja mereka semua berpindah ke dunia lain, ke tengah-tengah kutub utara yang bersalju bersama dengan seluruh HQ guild mereka dan seisinya. Dan di dunia itu, di dunia yang sudah delapan kali diinvasi oleh entitas Malapetaka, orang-orang justru memanggil mereka; Kiamat Dunia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alif R. F., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

#8 – The World’s Apocalypse

Seorang wanita dewasa dari bangsa Elf yang mengenakan mahkota berdiri di tepi merlon, sedang memandang jauh dengan tatapan yang kosong ke arah salju yang terus turun di malam hari di akhir musim dingin. Dia adalah sang maharani dari kekaisaran elf dan sudah berumur 270 tahun, yang juga adalah seorang yang memiliki garis leluhur demigod. Dia bernama, Haera Virmiyar.

Di sampingnya juga berdiri putrinya, sang putri mahkota Nanthaliene Virmiyar. Ia berdiri dengan anggun mendampingi ibunya. Ia terlihat muda dan sehat dengan bentuk tubuhnya yang sama molek nya dengan ibunya. Meskipun begitu, dia sudah berumur 175 tahun dan juga sudah memasuki masa eter nya yang ditandai dengan rambut peraknya.

Keduanya tampak memandang dengan dingin seakan tidak berperasaan. Mereka para Elf yang sudah melebihi umur 70 sampai 100 tahun, meski tidak menua, akan mengalami masa kehilangan emosi dan perasaannya secara perlahan. Dan masa itu disebut sebagai masa Eter.

"Paduka, tampaknya tidak ada tanda-tanda matahari akan terbit. Saya khawatir kali ini akan berbeda," kata Nanthaliene, bergerak sehingga berdiri tepat di sebelah Haera.

Haera mengangkat kepalanya, sehingga rambutnya yang pirang terurai ke belakang dan sebagian lagi tertahan oleh mantel bulu nya yang tebal, sedang matanya menatap aurora keunguan yang mulai berubah menjadi kehijauan.

"Hal ini tidak pernah terjadi sebelumnya," katanya menghela nafas panjang. "Sepanjang sejarah paling lama matahari terbenam adalah dua bulan, bahkan di saat yang ke-empat dan ke-tujuh yang muncul di tengah malam musim dingin, hal seperti ini tidak pernah terjadi."

"Apakah anda takut, paduka?" tanya Nanthaliene sambil merapikan mantel tebalnya yang agak tersingkap.

"Tidak. Aku tidak pernah takut dengan mereka," jawab Haera singkat sambil mulai berjalan meninggalkan Nanthaliene.

Nanthaliene ikut berjalan mengikuti Haera dari belakang, menyusuri battlement benteng. "Seminggu yang lalu, kita sudah mendapat kabar jika kaisar manusia tidak jadi datang ke pos 9 untuk ikut campur secara langsung. Apa yang harus kita lakukan, paduka? Sekarang mereka malah hanya mengirim dua kali lipat pasukan tambahan."

"Biarkan saja," jawab Haera singkat dan terus menatap ke depan dengan dagu terangkat sambil terus berjalan sedang setiap prajurit yang ia lewati selalu menyapanya dengan tunduk. "Bangsa Elf sudah lebih dari cukup untuk menghentikan malapetaka ini. Kita … sudah cukup."

"Saya setuju dengan anda, paduka," jawab Nanthaliene. "Senjata dan segala artefak yang dijatuhkan oleh para malapetaka yang sudah-sudah, telah benar-benar membuat kekaisaran kita bertambah sangat kuat. Saya yakin kita sudah lebih dari cukup."

Haera agak menurunkan pandangannya sambil agak menoleh lalu tersenyum tipis. Dari belakang, Nanthaliene dapat melihat senyuman nya yang unik dan tampak seakan sedang menyindir. Meski begitu, keduanya terus berjalan dengan Nanthaliene yang terus membuntuti ibu nya.

Nanthaliene sudah sangat hafal dengan sifat ibunya yang selalu memandang rendah semua orang, bahkan ke anak-anaknya sendiri. Kali ini, sesaat melihat senyuman nya, Nanthaliene teringat kembali akan masa lalunya yang sangat memuakkan dan membuatnya trauma berat. Mungkin jika bukan karena dirinya yang sudah menjadi elf eter, mungkin dia akan langsung tersentak sesaat melihat senyuman nya itu.

"Kita akan bertemu dengan peramal terlebih dulu," kata Haera, dan mulai berjalan agak lebih cepat yang mana langsung diikuti oleh Nanthaliene yang juga berjalan lebih cepat untuk menyusul.

"Baik, paduka."

Lalu tak berselang lama, ketika yang terdengar di tengah keheningan hanyalah suara angin musim dingin dan langkah kaki dari keduanya, tiba-tiba suara dentuman yang sangat keras terdengar dari kejauhan.

Haera sementara itu langsung menunduk bersembunyi di balik merlon, lalu diikuti oleh Nanthaliene yang ikut bersembunyi sambil agak melindungi Haera dengan menutupi sebagian tubuhnya.

Di sisi lain, para prajurit yang ada pun juga ikut terkejut sambil mulai bersiap-siap.

"Ada serangan! Siapkan persenjataan kalian!" teriak salah satu prajurit dari menara pengawas.

Suara dentuman yang keras itu, tampak membuat aurora menyebar dan mulai menghilang. Haera, Nanthaliene beserta seluruh prajurit yang menyaksikan itu semua mulai kebingungan dan berjaga-jaga, sedang para prajurit pun mulai bersahutan.

"A-apa yang terjadi dengan aurora nya?"

"Malapetaka macam apa yang kita hadapi kali ini?"

Haera berdiri tegak kembali, sedang tatapan nya mulai serius sambil berpikir dalam. "Kenapa hal seperti ini terjadi sebelum kemunculan yang ke-sembilan? Hal ini belum pernah terjadi sebelumnya! Apa yang sebenarnya terjadi!? Entitas macam apa yang akan muncul kali ini?!"

Kemudian dari jutaan bintang di malam itu bersamaan dengan awan-awan putih yang berjarak satu sama lain, tiba-tiba mulai berpencar seakan sebuah lubang besar terbentuk di ruang dan waktu layaknya riak air.

"Apakah itu semacam fatamorgana?" gumam Nanthaliene terpaku, sedang hanya bisa menatap betapa besarnya riak ruang raksasa yang terbentuk di langit pada malam itu.

Kemudian, dentuman kedua pun berbunyi bersamaan dan dengan itu, sesuatu tampak keluar dari riak yang membuat ruang di sekelilingnya bengkok.

Kini, kebingungan pun berubah menjadi kepanikan. Para prajurit yang tadinya sudah mulai memegang senjata sihir mereka yang merupakan senapan sihir, satu-persatu pun mulai menaruhnya kembali sementara hanya bisa tercengang memandang riak ruang yang begitu besar mulai memunculkan sesuatu dari dalamnya.

Di tengah itu semua, suara gemuruh pun mulai terdengar dari atas langit bersamaan dengan sesuatu yang keluar dari riak ruang raksasa yang mulai terlihat jelas.

"Itu tampak seperti daratan!" salah satu prajurit berteriak sambil menunjuk.

Di sela-sela itu, seorang prajurit berlari terengah-engah ke arah Haera. Kemudian sambil terengah-engah, ia pun berkata dengan terbata-bata, "paduka … gawat … gawat sang peramal … sang peramal telah meninggal dunia barusan … sesaat suara dentuman terdengar … beliau … beliau meninggal dengan kepalanya yang tiba-tiba meledak."

Tatapan serius Haera yang menoleh ke arah sang Prajurit pun berubah menjadi terbelalak. Kemudian dengan nada yang ditekankan, ia pun berkata, "cepat hubungi pos lain untuk mempersiapkan diri mereka untuk segera melakukan ekspedisi."

"B-baik, paduka." Dan sang prajurit pun berlari kembali.

Bersamaan dengan itu, Haera langsung memanggil kendaraan nya yang berupa gerbong terbuka yang bisa terbang. Gerbong itu terbang mendekatinya, lalu merapat ke pinggir battlement agar sang Maharani dapat menaiki nya.

"Paduka … anda mau ke mana?!" tanya Nanthaliene sambil berusaha meraih tangan Haera yang langsung duduk di gerbong nya.

Haera menoleh dengan tatapan yang serius. "Tetaplah disini, siapkan pasukan dan pimpin mereka."

"Paduka, tunggu—"

Dan Haera pun terbang begitu saja dengan gerbong terbang nya.

Dengan kecepatan tinggi, Haera pun terbang menuju riakan itu. Ia sangat yakin dengan kecepatannya, dan dengan terburu-buru untuk langsung menuju riak ruang itu.

Suara gemuruh semakin terdengar keras, sementara gerbong terbang nya tidak kunjung menggapai tujuannya.

"Tsk, cepatlah!" Haera kehilangan kesabarannya, dan kini … ia tampak seperti elf biasa yang masih memiliki emosi dan perasaan.

Sesaat ia menembus awan, ia bisa melihat dengan jelas bahwa itu adalah sebuah daratan yang sangat besar dan luas. Dari bawah itu memang tampak seperti gumpalan tanah biasa, namun semakin Haera mendekat, semakin jelas lah bahwa itu adalah sebuah pulau melayang.

Perlahan, gerbong nya pun mulai menggapai tujuan. Sampai akhirnya, di jarak dan sudut yang tepat, Haera pun bisa melihat menara emas kolosal yang sangat besar dan sangat tinggi mulai keluar perlahan dari riak ruang.

Dengan tatapan terpukau, Haera pun menghentikan laju terbang gerbong nya dan mulai terdiam, memandang pemandangan yang menakjubkan di depannya. Walau itu masih terlalu jauh, namun mata nya yang terlatih mampu melihat wujud sesungguhnya dari pulau melayang itu, yang mana perlahan mulai memunculkan wujud keseluruhannya.

Perlahan, ujung menara yang lancip pun muncul. Lalu, di saat semuanya tampak sudah usai, terlihat riak ruang masih aktif.

"Kenapa itu masih ada?" gumam Haera, sementara ujung menara sudah mulai menjauh dari riak ruang.

Lalu tanpa diduga, apa yang membuat riak ruang itu masih ada pun muncul. Dan itu adalah bola besar yang bersinar layaknya matahari. Terang dan hangat.

Haera yang melihat bola yang menyilaukan itu hanya bisa menutup matanya sambil merasakan rasa hangat, sedang cahaya dengan cepat menyebar sampai ke seluruh daratan kubah sentral.

"Matahari … benda itu membawa matahari nya sendiri ke Eirda!" gumam Haera, masih menutupi pandangannya dengan mantel tebalnya.

Rasa hangat yang dirasakan Haera pun perlahan mulai naik suhunya. "Ugh, ini panas … aku harus segera turun."

Lalu karena hal itu, Haera pun menyetir kembali gerbong terbang nya untuk mendarat.

Selama terbang, punggungnya yang terpapar, bisa merasakan bagaimana suhu meningkat dengan cepat. Sehingga dengan begitu, Haera dengan tergesa-gesa pun mempercepat gerbang kuda nya sementara mantel bulunya mulai terbakar.

Selagi terus terbang, Haera pun melepas dan membuang mantel bulunya.

Kemudian setelahnya, dengan keseluruhan wujud pulau melayang sudah terlihat semua berikut dengan matahari yang ia bawa, riak ruang pun menghilang begitu saja.

Di sisi lain, Haera pun berhasil mendarat kembali ke benteng tempat dimana ia lepas landas. Sedang Nanthaliene, sudah menyiapkan seluruh pasukan dan sudah berbaris di atas battlement.

Kini yang tadinya malam gelap dan dipenuhi bintang serta dingin, berubah menjadi pagi yang terang benderang berikut dengan kehangatan musim semi.

"Paduka … apa yang anda saksikan disana?" tanya Nanthaliene sementara agak membantu dan menuntun Haera turun dari gerbong terbang nya yang mewah. "Apa-apaan sinar itu?! Apakah itu matahari?! dan apa yang ada di bawahnya?!”

Haera terdiam untuk sesaat sementara dirinya melangkah turun. Kemudian ia berdiri sejenak untuk menoleh ke atas. Lalu dengan suara yang gemetar, ia pun menjawab, "kiamat … itu adalah kiamat dunia."

***.

Bersambung ….

***.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!