Azzam tidak menyadari bahwa wanita yang ia nikahi bukanlah kekasihnya, melainkan saudara kembarnya.
Sejak kepulangannya dari Kanada, sebenarnya Azzam merasa ada yang aneh dengan kekasihnya, ia merasa kekasihnya sedikit berubah, namun karena rasa cintanya pada sang kekasih, ia tetap menerima perubahan itu.
Bagaimana jika suatu saat Azzam mengetahui yang sebenarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon shangrilla, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nafkah
Happy reading..
"Malam ini, kamu pakai baju itu ya." pinta Azzam.
Pakaian minim bahan, dan berbahan tipis telah Azzam siapkan di atas tempat tidur.
Malam ini adalah malam pertama mereka, mungkin Azzam ingin mengukir malam yang indah dan tak terlupakan seumur hidup mereka.
"Pa- pakai itu, Mas?" tanya Zura dengan terbata.
Azzam mendekati Zura yang masih berbalut handuk. "Iya, Sayang. Pakai baju itu. Biar kamu makin seksi," bisiknya tepat di telinga Zura. Seketika tubuh Zura terasa meremang, desiran di hatinya semakin kuat.
Zura melangkah mundur supaya tidak sedekat ini dengan Azzam. Namum Azzam malah melangkah maju mengiringi langkahnya yang mundur.
"Kenapa takut, sayang? Aku ini suami kamu, kita sudah sah menjadi pasangan suami istri,"
"Mas- aku.. aku.." ucap Zura terbata dan tercekat di tenggorokan.
"Kenapa, sayang?"
"Kamu mandi dulu,"
Azzam mengusap wajahnya, dirinya hampir lupa kalau belum bersih-bersih badan.
"Ya udah aku mandi dulu."
"Iya, Mas."
Azzam memasuki kamar mandi dengan langkah ringan, hatinya berbunga-bunga. Air mengalir dari shower, membasahi rambut dan bahunya yang tegap. Di sela-sela suara gemericik air, terdengar suara desahan kecil Azzam, penuh dengan kebahagiaan.
Dalam hatinya, ia mengucap syukur berkali-kali, senyum tak lepas dari bibirnya. Hari ini, ia telah resmi menjadi suami dari wanita yang telah lama mengisi relung hatinya.
Setiap kali sabun mengusap kulitnya, Azzam seolah merasakan sentuhan lembut Zahwa membuatnya semakin tersenyum dalam kebahagiaan yang tak terhingga.
Saat mematikan shower, Azzam masih terhanyut dalam lamunan indahnya, membayangkan kehidupan baru yang akan mereka jalani bersama.
Azzam berjalan keluar dari kamar mandi, rambutnya masih meneteskan air sisa mandi. Cahaya lampu kamar tidur yang remang-remang membuat suasana semakin intim.
Dengan hanya handuk yang melilit di pinggangnya, Azzam mendekati ranjang dimana Zura sudah berbaring. Selimut tebal menutupi tubuh Zura hingga sebatas lehernya, posisinya membelakangi Azzam, membuat Azzam hanya bisa melihat belakang kepala Zura yang terbungkus rapi dengan rambutnya yang hitam mengkilap.
Dengan hati-hati, Azzam mendekat, duduk di tepi ranjang. Dia mengulurkan tangan untuk menyentuh bahu Zahwa, tapi ragu-ragu. Ada ketegangan yang tidak biasa malam itu, sesuatu yang tidak terucapkan tetapi terasa berat di udara. Azzam menarik nafas dalam-dalam, berusaha mengumpulkan keberanian untuk berbicara.
"Zahwa," suaranya parau, penuh dengan emosi yang ditahan. Tidak ada respons. Zura tetap diam, tubuhnya kaku, seolah-olah dia tidak mendengar suaminya.
Azzam mengulurkan tangan sekali lagi, kali ini menyentuh lembut rambut Zahwa. "Kamu sudah tidur, sayang?" tanyanya, suaranya lebih lembut, mencoba menembus tembok keheningan yang Zahwa bangun di antara mereka.
Masih tetap sama, Zura tidak bergerak, tidak menjawab.
Perlahan, dia menarik selimut yang menutupi tubuh sang istri. Mata Azzam membulat, napasnya tercekat saat melihat Zura mengenakan lingerie yang ia pilihkan tadi. Pakaian itu membalut sempurna di tubuh Zahwa, memperlihatkan lekuk-lekuk feminin yang selalu berhasil membuat hati Azzam bergetar.
Raut wajah Azzam berubah menjadi sebuah senyum penuh kelembutan dan kekaguman. Dia duduk di tepi ranjang, menatap Zura yang masih memejamkan matanya dengan tatapan penuh cinta. Jari-jarinya yang gemetar menyentuh dengan lembut rambut Zura yang terurai di atas bantal.
Ketika Zura mulai menggeliat, membuka matanya perlahan, Azzam segera menundukkan kepala. Zahwa mengusap matanya, bingung sejenak sebelum senyum malu-malu terukir di bibirnya saat melihat ekspresi Azzam.
"Kamu beneran udah tidur tadi?" bisik Azzam dengan suara yang serak.
"Cuma ketiduran, Mas. Abisnya aku capek banget." ujarnya, suaranya lembut namun penuh dengan ketulusan.
"Tapi aku mau malam ini menjadi malam yang indah bagi kita. Kamu mau kan kalau kita tidurnya nanti?"
Zura tidak menjawab pertanyaan Azzam, ia menatap dalam mata Azzam.
Tanpa menunggu jawaban dari Zura, Azzam menarik tubuh Zura ke dalam pelukannya.
"Mas. Sebenarnya, aku--" kalimat Zura terpotong karena rasanya ia tak sanggup melanjutkan kalimatnya.
"Kenapa, sayang?"
Zura melepas pelukan Azzam. "Sebenarnya. Aku-- belum siap," ucapnya lirih.
Azzam beralih menggenggam tangan Zura. "Tidak perlu takut, sayang. Aku tidak akan kasar, kalau sakit, kamu tinggal bilang." ucapnya untuk menenangkan Zura.
Padahal bukan itu yang di takutkan Zura. Ia merasa tidak ber-hak atas diri Azzam dan juga nafkah ini. Ia merasa bersalah pada Zahwa, dan juga pada Azzam, karena telah berbohong. Andaikan Azzam tahu yang sebenarnya, tidak mungkin Azzam akan seperti ini sikapnya.
"Ayo, sayang. Kita nikmati malam pengantin kita, malam pertama kita." ucap Azzam tepat di depan wajah Zura, sehingga hembusan nafasnya menerpa wajah Zura.
"Tapi, Mas."
Azzam menangkup wajah Zura. "Pokoknya kalau sakit, kamu bilang aja ya."
Perlahan Zura memejamkan matanya, ia pasrah dengan apa yang akan di lakukan Azzam malam ini. Azzam dengan lembut mendekatkan wajahnya dan mencium pipi Zura yang halus. Sentuhan bibir Azzam itu membuat Zura merasakan sensasi yang tak pernah dia rasakan sebelumnya. Jantungnya berdegup kencang, seolah ingin melompat keluar dari dada.
Mata Zura tetap terpejam, ia menikmati setiap sentuhan Azzam yang penuh kasih. Dia bisa merasakan kelembutan tangan Azzam yang mengusap punggungnya dengan penuh perasaan. Suasana kamar yang hanya diterangi oleh cahaya lampu tidur membuat momen itu semakin intim dan romantis.
"Buka mata kamu, sayang." pinta Azzam.
Azzam menggenggam tangan Zura, matanya menatap dalam ke dalam mata Zura yang sayu.
"Denganmu, aku merasa lengkap," bisik Azzam. Zura tersenyum bahagia karena terharu. Malam ini akan menjadi malam bagi mereka berdua, di mana dua hati menjadi satu dalam ikatan suci.
Azzam kemudian mengangkat dagu Zura, mendekatkan wajahnya dan memberikan ciuman yang lembut di bibir Zura. Zura kembali memejamkan matanya dan membalas ciuman itu dengan perasaan yang bergejolak dalam dada.
Mereka berdua kini terbenam dalam dunia mereka sendiri, dunia di mana cinta dan kasih sayang adalah bahasa yang mereka pahami dan rasakan sepenuh hati. Malam ini, mereka menikmati keintiman yang hanya bisa dirasakan oleh mereka yang benar-benar saling mencintai.
Tangan Azzam yang awalnya melingkar di tubuh Zura, kini menelusup ke dalam lingerie untuk membuka pengait di punggung Zura.
"Mas--" ucap Zura tertahan karena gairah sudah menguasai dirinya.
"Ingat pesanku, kalau sakit kamu bilang."
Zura pun pasrah di bawah Azzam menerima nafkah pertama dari seorang pria yang kini sudah sah menjadi suaminya.
To be continued.