Demi menghindari bui, Haira memilih menikah dengan Mirza Asil Glora, pria yang sangat kejam.
Haira pikir itu jalan yang bisa memulihkan keadaan. Namun ia salah, bahkan menjadi istri dan tinggal di rumah Mirza bak neraka dan lebih menyakitkan daripada penjara yang ditakuti.
Haira harus menerima siksaan yang bertubi-tubi. Tak hanya fisik, jiwanya ikut terguncang dengan perlakuan Mirza.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadziroh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Siap pulang
"Sayang, ayo bangun! Sudah siang."
Sayup-sayup Mirza mendengar suara lembut itu tepat di telinganya. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya yang masih terasa berat. Menu Sajian yang menyejukkan mata itu ada di depannya. Bukan makanan ataupun minuman yang menyegarkan, namun wanita cantik yang saat ini mengobrak-abrik jiwanya.
"Kapan kamu bangun?" Suara serak menyapa disertai belaian lembut di pipi Haira. Menelusuri setiap jengkal wajah hingga berhenti pada bibir wanita itu yang nampak merah terang.
Haira merapikan rambut Mirza yang menutupi kening. Menyingkirkan bantal yang berserakan di sekeliling Mirza.
"Sudah dari tadi."
Hampir beberapa menit Mirza merasakan keanehan dengan penampilan Haira. Wanita itu sudah memakai baju rapi serta wajah yang ber make up natural, tak lupa beberapa aksesoris yang menghiasi tangan dan lehernya.
"Kamu mau ke mana, Sayang?" Mirza duduk, menyandarkan punggungnya di hardboard dengan kaki menjulur. Mengumpulkan nyawanya yang belum kembali sepenuhnya.
Haira tersenyum lalu mengeluarkan baju dari dalam lemari.
"Kamu nggak tahu?" tanya Haira penuh teka-teki.
Mirza menggeleng tanpa suara. Menatap Haira yang nampak cantik dan mempesona.
"Hari ini kak Deniz dan kak Nita ngajak kita pulang."
"Apa?" pekik Mirza menyibak selimut.
Turun dari ranjang lalu menghampiri Haira yang terus mengulas senyum.
"Kenapa mereka gak Bilang padaku?" ucap Mirza bernada menyalahkan. Ia tak habis pikir dengan kedua kakaknya yang seolah-olah tak menganggap keberadaannya, bahkan masalah sebesar itu pun tidak meminta pendapatnya.
"Kemarin mereka sudah bilang padaku, tapi aku lupa kasih tahu kamu."
Haira membantu Mirza melepas baju. Menyentuh dada bidang pria itu. Sama seperti Mirza, ia pun ingin menghilangkan trauma dengan cara terus bersentuhan dengan sang suami, berharap bisa melupakan semuanya dan memulai awal yang baru.
"Ya sudah, sekarang kamu mandi. Setelah itu kita sarapan." Haira mendorong tubuh Mirza ke arah kamar mandi. Membantu membawakan handuk.
Setelah Mirza masuk ke kamar mandi, Haira keluar dari kamarnya. Ia langsung menuju meja makan, di mana keluarga Mirza sudah berkumpul di sana.
"Mirza mana, Ra?" tanya Fuad yang dari kemarin belum bertemu dengan Mirza sekalipun.
"Masih mandi, Kak. Dia gak tahu kalau kita mau pulang, tadi aku baru bangunin."
Haira menarik kursi yang ada di samping Aynur lalu duduk. Ia menyiapkan makanan untuk Mirza yang belum datang.
"Apa rencana kamu setelah pulang dari sini, Ra?" tanya Deniz yang duduk di kursi utama.
Haira menatap semua saudara Mirza bergantian. "Aku mau pulang ke rumah nenek, pasti dia kangen denganku. Aku meninggalkannya selama tujuh tahun, dan aku tidak memberi kabar padanya."
Hening
Hanya suara dentuman sendok dan piring anak-anak yang menggema. Mereka memang sudah merencanakan sesuatu untuk Mirza dan Haira, namun belum mengatakannya sekarang mengingat Mirza yang masih dalam masa hukuman.
"Kamu mau tinggal di rumah Mirza atau minta pindah?"
"Terserah kakak saja, aku ikut," jawab Haira menunduk. Meskipun dalam hati terselip ingin tinggal di tempat yang baru, Hiara takut jika Mirza tak menyetujuinya.
"Daddy…" Suara Kemal membuat semua orang yang ada di meja makan itu menoleh.
Mirza yang baru saja keluar dari kamarnya menghampiri Kemal dan kedua keponakannya.
"Kemal kangen Daddy?" tanya Mirza mencium kedua pipi Kemal bergantian. Melirik ke arah ruang makan yang nampak ramai.
"Iya. Aku mau tidur dengan Daddy, tapi kenapa gak pulang?" ucap Kemal melas.
Mirza tersenyum, mengusap rambut Kemal dengan lembut.
"Daddy janji tidak akan meninggalkan Kemal dan mommy lagi. Kita akan selalu bersama."
Kemal mengangguk senang. Memeluk Mirza yang duduk di depannya. Bermanja-manja pada pria itu.
"Daddy, kata kak Hasan kita mau naik pesawat?"
"Iya, Nak. Kita akan naik pesawat. Kemal akan pulang di rumah Kemal yang baru."
Wajah bocah itu seketika merengut, kepalanya menunduk menatap lantai.
"Kamu kenapa, Nak?" tanya Mirza mengangkat dagu Kemal dengan jari telunjuknya.
"Apakah rumah kita jelek seperti rumah mommy?" tanya kemla pada Mirza.
Hati Mirza merasa tersayat. Jika istrinya masih belum bisa melupakan kejadian itu, Kemal pun belum bisa lupa dengan rumah yang ditempati semenjak lahir ke dunia.
"Tidak. Rumah kita bagus. Kamu juga bisa makan yang enak-enak." Mirza kembali merengkuh tubuh mungil putranya. Tak bisa membayangkan perjalanan hidup Haira dan Kemal setelah pergi darinya.
"Sayang, kamu makan dulu." Haira menghampiri Mirza, membawakan sepiring nasi dan lauk untuk pria itu dan juga Kemal.
Duduk di depan suami dan putranya. Menyuapi mereka berdua bergantian.
"Sepertinya Mirza memang sudah sadar," ucap Aynur ikut terharu melihat kebersamaan kedua adik iparnya.
"Iya, semoga saja mereka selalu bahagia dan tidak akan terpisah lagi," timpal Nita. Meskipun sikapnya sangat keterlaluan, ia tetap sayang pada Mirza dan ingin yang terbaik untuk dia.
"Om Mirza," sapa gadis cantik dari depan.
Mirza melambaikan tangannya, ke arah kedua keponakannya yang nampak cantik jelita. Mereka duduk di samping Mirza dan Haira.
"Kalian ikut juga?" tanya nya. Melirik Deniz sekilas lalu menatap lagi pada Havva dan Tsamara.
Kenapa mereka tega berbohong padaku. Apa kak Nita dan kak Deniz sudah tidak menyayangiku lagi?
Hati Mirza kesal mengingat sikap kedua kakaknya yang sangat acuh padanya. Mengunyah makanan dengan pelan sambil meraba kesalahannya yang memang sangat fatal.
Mirza mendekatkan bibirnya di telinga Haira.
"Apa kak Deniz dan kak Nita baik padamu?" tanya Mirza berbisik.
Haira mengangguk, menyuapkan lagi makanan di mulut Mirza.
"Memangnya kenapa?"
"Gak ada papa."
Melayangkan ciuman sebum melahap makanannya.
Waktu terus berputar. Semua sudah siap untuk pergi. Deniz menghampiri adik dan keponakannya yang masih sibuk mengeluarkan barang-barangnya.
"Kalian sudah siap?"
"Sudah, Kak." Haira yang menjawab
Mirza sibuk memakai kan jaket Kemal.
"Nanti kamu berangkat sama Badrus." Menunjuk Aynur, Nita dan juga Haira, namun seketika itu juga langsung di protes oleh Mirza.
"Aku mau berangkat dengan kelurgaku sendiri."
Meraih tangan Haira dan Kemal. Ia tak terima dengan aturan Deniz yang menyuruh istrinya naik mobil bersama pengawal laknat itu.
"Kenapa?" Deniz sinis.
"Pokoknya aku mau satu mobil dengan Haira dan Kemal."
"Posesif amat bos," goda Fuad yang baru datang.
"Bukan posesif, tapi berhati-hati saja. Aku nggak mau kalian membawa Haira dan Kemal pergi lagi."
Sekarang aku yakin kalau Mirza memang tidak mau kehilangan Haira dan Kemal.
"Baiklah, kali ini terserah kamu saja, tapi kalau sampai aku dengar kamu menyakiti Haira, jangan harap kemal dan Haira menjadi milikmu." Deniz kembali menegaskan.
"Iya, aku akan jaga mereka berdua, jangan takut." Mirza tak kalah sinis.
Satu persatu orang-orang mulai meninggalkan rumah mewah itu. Mirza memilih jalan paling akhir setelah seluruh keluarganya naik mobil. Memastikan jika kakaknya tidak menculik Haira lagi.
"Sayang." Haira menghentikan langkah Mirza yang hampir membuka pintu mobil.
Mirza menatap Haira yang seperti memikirkan sesuatu.
"Anterin aku ke rumah nenek Sella sebentar."
Mirza menganggukkan kepalanya tanda setuju.
𝚑𝚎𝚕𝚕𝚘 𝚐𝚊𝚗𝚝𝚎𝚗𝚐 𝚜𝚊𝚕𝚊𝚖 𝚔𝚗𝚕 𝚍𝚊𝚛𝚒 𝚊𝚞𝚗𝚝𝚢 𝚊𝚗𝚐𝚎𝚕𝚊 🤣🤣