NovelToon NovelToon
Kekasihku Adalah Ayah Angkatku

Kekasihku Adalah Ayah Angkatku

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintapertama / Cintamanis / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:5.5k
Nilai: 5
Nama Author: Mahkota Pena

Gadis manis bernama Rania Baskara, usia 17 tahun. Baskara sendiri diambil dari nama belakang Putra Baskara yang tak lain adalah Ayah angkatnya sendiri.
Rania ditolong oleh Putra, ketika masih berusia 8 tahun. Putra yang notabenenya sebagai Polisi yang menjadi seorang ajudan telah mengabdi pada Jendral bernama Agung sedari ia masih muda.
Semenjak itu, Rania diasuh dan dibesarkan langsung oleh tangan Putra sendiri.
Hingga Rania tumbuh menjadi gadis yang cantik dan manis.
Seiring berjalannya waktu, cinta tumbuh pada diri Rania terhadap Putra, begitu juga Putra merasakan hal yang sama, namun ia tidak ingin mengakuinya..
Bagaimana kelanjutannya? ikuti kisahnya..

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mahkota Pena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Asrama Bintara

"Putra, cepat lakukan sekarang, Putra. Aku mohon! Aku sudah sangat tidak sabar ingin merasakan tubuhmu yang sungguh menggoda ini." Suara Siska jelas terdengar oleh Rania yang sedang berdiri di balik pintu.

Kedua kaki Rania seketika terasa sangat lemas tidak berdaya. Dadanya terasa sesak, sudut matanya memanas, rahangnya mengetat dan tangannya mengepal.

Ingin rasanya Rania mendobrak pintu kamar Putra, namun tindakan itu pasti akan membuat Siska dan semuanya curiga.

"Tidak, Siska! Aku tidak bisa!" Tolak Putra dengan mendorong tubuh Siska hingga terlentang diranjang.

Putra segera berjalan membuka pintu kamarnya.

Ceklek.. 

Putra dan Rania sama-sama terkejut dengan kompak.

Rania melihat banyak noda lipstik disekitar wajah dan leher Putra.

Membuat mata Rania menatap tajam mengarah kepada Putra. Terpancar amarah yang sangat meletup-letup.

Ia langsung berlari meninggalkan Putra.

Rania masuk dan mengunci kamarnya.

"Rania!" Panggil Putra pada Rania.

Namun, Rania tidak menggubrisnya. Ia mengurung dirinya didalam kamar.

"Putra! Ayo kita lanjutkan!" Pinta Siska berjalan mendekati Putra.

"Pergi dari sini, Siska!" Sentak Putra pada Siska.

"Tapi, Putra..."

"Keluar dari rumahku, keluar...!!!" Hardik Putra dengan mata telah memerah.

Tanpa menjawab ucapan Putra, Siska langsung keluar dari rumah Putra.

***

Hari menunjukkan pukul dua siang, saatnya Rania berangkat menuju Asrama Bintara.

Tok..

Tok..

Tok..

"Rania, Rania. Sudah jam dua, Ran! Ayo berangkat!" Dicky mengetuk pintu Rania.

Rania rupanya telah siap dari dalam kamarnya.

Ceklek.. 

"Ayo, Kak. Kakak saja yang mengantarkan aku ya!" Ucap Rania keluar dari kamar dan berjalan mengekori Dicky.

"Tidak bisa, Ran. Harus dengan komandan juga. Karena, komandan kan bertanggungjawab atas kamu." Jelas Dicky.

"Ahh, menyebalkan." Gumam Rania kesal.

Dibawah sana, sudah ada Putra yang sedang duduk di ruang tengah.

Rania menuruni anak tangga melihat Putra dengan tatapan acuh dan seperti tidak mengenalnya.

Setelah insiden Putra bersama Siska, membuat Rania enggan dekat-dekat dengan Putra apalagi bertegur sapa.

Padahal sebelumnya, terjalin hubungan kasih layaknya suami isteri diantara keduanya.

Namun, kini menjadi sosok yang asing dan tidak saling mengenal.

"Aku tunggu dimobil saja, Kak." Ucap Rania kepada Dicky tatkala Dicky menyuruh Rania duduk sebentar di ruang tengah.

Rania berjalan menuju mobil dan mengabaikan adanya Putra yang duduk di ruang tengah.

Putra seketika melirik kearah Dicky, membuat Dicky menaikkan kedua bahunya tanda mengerti apa yang sedang Rania alami.

"Ada apa dengan Rania, Komandan?" Tanya Dicky kepada Putra.

"Entahlah. Ayo kita segera antarkan Rania!" Ajak Putra pada Dicky seraya berjalan menuju mobil.

Didalam mobil, Rania telah duduk manis di bangku bagian tengah. Pandangannya menatap luar jendela, tanpa ingin melihat kedatangan Putra dan Dicky yang masuk kedalam mobil.

Tirta telah lebih dulu didalam mobil. Dicky duduk di bagian depan sebelah Tirta.

Sedangkan Putra duduk dibangku tengah disamping Rania. Namun, Rania lebih memilih duduk dekat di pintu mobil daripada harus dekat-dekat dengan Putra.

Putra menarik napas panjangnya tatkala Rania terus saja memandang arah jendela.

"Jalan, Tirta!" Perintah Putra pada Tirta.

"Siap, Tuan!" Jawab Tirta.

Tirta melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.

Putra sesekali melihat kearah Rania, namun lagi-lagi Rania memandang jauh kearah luar jendela.

Sepanjang perjalanan, suasana didalam mobil tampak sunyi. Hanya saja terkadang Dicky dan Tirta terdengar sedang bercanda.

Namun, tidak untuk Putra dan Rania.

Putra mencoba merapatkan posisi duduknya lebih mendekat kearah tubuh Rania, dan juga menggerakkan tangannya untuk menggenggam jemari tangan Rania.

Namun, Rania segera menepiskan tangan Putra dan segera menyembunyikan tangannya dari jangkauan Putra.

Walhasil membuat Putra mendengus kesal dengan rahang mengetat.

Andai jika tidak ada Dicky dan Tirta, mungkin Rania sudah di eksekusi oleh Putra.

***

"Irjen, saya titip Rania ya. Kalau ada apa-apa kabari saya saja. Semoga dia betah berada disini." Pesan Putra kepada Irjen Tommy.

"Siap, Ipda Putra." Jawab Irjen Tommy.

"Kalau begitu, saya izin pamit ya, Irjen." Pamit Putra kepada Irjen Tommy.

"Tidak nanti saja, Ipda Putra?" Tanya Irjen Tommy.

"Tidak, Irjen. Next time saya akan berkunjung kembali." Jawab Putra.

"Siap, Ipda Putra."

"Saya pamit undur diri, Irjen Tommy!" Putra memberikan hormat kepada Irjen Tommy.

Putra memandang kearah Rania pergi berlalu meninggalkannya.

"Hati-hati, Ipda Putra." Ucap Irjen Tommy.

Putra melemparkan senyuman untuk Irjen Tommy.

Sedangkan, Rania telah hilang dari pandangan Putra. Karena, memang itu yang Rania inginkan. Ingin hidup bebas dari Putra. Bahkan, semenjak mengetahui ketika Putra dan Siska akan menikah. Membuat Rania enggan sekali berlama-lama dengan Putra.

"Dicky, ayo kita pulang!" Ajak Putra pada Dicky untuk memasuki mobilnya.

Putra dan Dicky telah memasuki mobil.

"Jalan, Tirta!" Perintah Putra.

Tirta melajukan mobilnya dengan melesat membelah jalanan kota Jakarta.

***

Malam harinya, Putra meratapi kesedihan yang mendalam.

Begitu sepi dan sunyi tanpa adanya Rania di rumah. Rania yang selalu ceria, cerewet dan selalu ingin memberontak dengan apa yang ia kekang, kini terasa hampa.

Putra berjalan menuju area tembak seorang diri. Ia meluapkan seluruh emosinya di area tersebut.

Tembakan yang biasanya selalu tepat sasaran, kini melenceng dari sasaran.

Entah perasaan apa yang sedang menggelayuti dirinya.

"Komandan, istirahat dulu. Kita nikmatin dulu secangkir kopi panas ini." Dicky tiba-tiba datang menghampiri Putra yang sepertinya sedang galau tanpa adanya Rania.

Putra tidak menghiraukan Dicky, ia terus membidikkan tembakan agar tepat pada sasaran. Namun, lagi-lagi targetnya tidak tepat.

Dicky meletakkan dua cangkir kopi diatas meja, lalu ia berjalan menghampiri Putra dan segera mengambil sebuah senjata.

Dicky turut membidikkan senjatanya, dan walhasil Dicky berhasil membidikkan senjatanya tepat pada sasaran.

Putra menarik napas dengan melihat target Dicky yang tepat pada sasaran.

Keduanya saling menoleh dan memandang.

"Komandan, apa yang sedang anda pikirkan?" Tanya Dicky membuka obrolannya.

Putra mengalihkan kembali pandangannya menuju lingkaran targetnya.

Ia membidikkan kembali senjatanya, namun rupanya lagi-lagi Putra tidak mengenai pada sasaran targetnya.

"Komandan, percayalah Rania akan menjadi lulusan Bintara terbaik. Aku sangat mengenalinya. Dia bukanlah tipe anak yang mudah menyerah, apa yang menjadi keinginan dan targetnya. Dia akan berusaha sekeras tenaganya agar tercapai walaupun taruhannya nyawa sekalipun. Apalagi, jika menyangkut masalah hatinya." Ucap Dicky kembali.

Putra menurunkan senjatanya, kemudian ia menoleh ke arah Dicky seolah tertarik tentang pembahasan Rania masalah hati.

"Masalah hati?" Tanya Putra meletakkan senjatanya dan berjalan menuju kursi. Ia kemudian duduk dengan dihadapannya ada dua cangkir kopi.

Dicky berjalan menuju kursinya.

Ia duduk dan segera menyesap kopi panasnya.

"Iya, Komandan. Masalah hati. Belum lama ini, Rania curhat tentang dirinya menyukai dan mengagumi seseorang. Namun, rasa yang dirasakan oleh Rania nampaknya belum terbalaskan." Jawab Dicky.

Putra tampak berpikir sejenak, ia tersenyum tipis. Ia menyesap kopi panas yang telah dibawakan oleh Dicky untuknya.

"Sampai sekarang, aku tidak tahu siapa orang yang disukai oleh Rania. Bisa saja Aldo, teman yang tempo hari kita bertemu di Bandung. Atau... Bisa juga orang terdekatnya!" Imbuh Dicky.

Seketika Putra tersedak tatkala mendengar ucapan Dicky.

"Uhukkk.." Putra sampai terbatuk usai tersedak.

Dicky langsung panik dan menoleh kearah Putra.

"Komandan! Anda tidak apa-apa?"

"Tidak apa-apa, Dicky. Hanya tersedak saja." Jawab Putra yang berusaha menstabilkan kondisi tenggorokannya.

"Adakah yang Rania bicarakan lagi kepadamu, Dicky?" Tanya Putra mencoba merespon cerita Dicky.

"Banyak, Komandan. Dia mengeluhkan jika tinggal disini dia terasa seperti burung berada didalam sangkar emas. Sepertinya mendengar kabar pernikahan anda dan Siska, Rania tidak merespon dengan baik, Komandan. Dia seperti tidak menyukai akan hal itu. Makanya, dia langsung meminta untuk segera berangkat ke asrama Bintara. Dia ingin jika nanti anda dan Siska menikah, Rania tidak menyaksikannya. Ada apa ya, Komandan? Bukankah seharusnya dia bahagia mendengar anda akan menikah?"

Dicky menjawab Putra sekaligus mengutarakan curahan hati Rania kala itu.

Putra menarik napas panjangnya, pandangannya lurus kedepan.

"Tapi, perintah Jendral Agung aku tidak dapat menolaknya. Walaupun sebenarnya aku tidak mencintai Siska. Aku pun bingung harus berbuat apa." Jawab Putra.

Dicky memperhatikan raut wajah Putra.

"Betulkah anda tidak mencintai Siska?" Tanya Dicky kepada Putra.

"Apakah wajahku menunjukkan ketertarikan terhadapnya?" Jelas Putra dengan menoleh ke arah Dicky dan menunjuk wajahnya sendiri.

Seketika Dicky terkekeh.

"Padahal Siska sempurna lho, Komandan. Hanya saja, ia sedikit cerewet saja." Ujar Dicky.

"Ya, Siska yang dulu berbeda dengan Siska yang sekarang. Aku menyukai Siska yang dulu, bukan untuk sekarang." Jawab Putra.

Dicky mengangguk tanda mengerti.

"Lalu, saat ini siapa yang anda sukai, Komandan?"

1
Jasmine
Luar biasa
Reni Anjarwani
lanjut
Reni Anjarwani
doubel up thor
Devan Wijaya
Ayo, cepat berikan kelanjutan cerita ini!
Mahkota Pena: siaapp kakak 👍🏻
total 1 replies
Emma
Cerita yang menarik dan bikin geregetan. Semangat terus thor!
Mahkota Pena: Terima kasih sudah mampir, Kak 😊
semoga suka dan jangan sampai ga baca kelanjutannya ☺🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!