Jatuh cinta sejak masih remaja. Sayangnya, pria yang ia cintai malah tidak membalas perasaannya hingga menikah dengan wanita lain. Namun takdir, memang sangat suka mempermainkan hati. Saat sang pria sudah menduda, dia dipersatukan kembali dengan pria tersebut. Sayang, takdir masih belum memihak. Ia menikah, namun tetap tidak dianggap ada oleh pria yang ia cintai. Hingga akhirnya, rasa lelah itu datang. Ditambah, sebuah fitnah menghampiri. Dia pada akhirnya memilih menyerah, lalu menutup hati rapat-rapat. Membunuh rasa cinta yang ada dalam hatinya dengan sedemikian rupa.
Lalu, apa yang akan terjadi setelah dia menutup hati? Takdir memang tidak bisa ditebak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
*Part 8
Sepasang kuping yang mendengarkan perkataan itu dari balik tanaman hias yang ada di samping pintu merasa kesal. Bukan sekarang, dia kesal sudah sejak lama. Sejak Saga bicara dengan Lusi di dalam kamar tersebut.
Si pemilik kuping lalu menghentakkan kakinya sebelum ia meninggalkan kamar Lusi. Matanya tajam menatap ke arah Lusi sambil melintasi kamar yang kini pintunya sudah tertutup rapat. Dari tatapan itu, sebuah kebencian terlihat dengan sangat jelas.
.....
Dua hari di rumah sakit, Lusi akhirnya diizinkan pulang oleh dokter. Dokternya tentu saja Saga. Meskipun hubungannya dengan Lusi agak kurang akur, tapi sebagai seorang dokter, Saga sangat profesional dalam melakukan tugasnya.
"Tunggu apa lagi, Ga? Ayo pulang!" Mama Saga angkat bicara dengan kesal ketika melihat anaknya seolah benar-benar sedang melepas pasien biasa, bukan istrinya.
"Anu, Ma. Aku .... "
"Jangan bilang kamu gak pulang, Saga. Papa bisa hentikan pemberian rutin sumber daya untuk rumah sakit ini jika kamu ngotot."
Ancaman lagi. Setiap kali papanya meminta ia melakukan sesuatu, papanya akan memberikan dia ancaman. Terlebih, sesuatu itu berhubungan dengan Lusi. Papanya pasti sangat keras padanya. Seolah, Lusi adalah anak papanya, bukan dia.
Itu juga lah yang menjadi salah satu alasan
kenapa Saga tidak suka Lusi selama ini. Karena papanya hanya akan memberikan ancaman padanya ketika itu menyangkut Lusi saja. Sedangkan kepentingan yang lain, papanya jarang mengancam dirinya jika dia tidak suka.
Belum sempat Saga menjawab apa yang papanya katakan, tangan papa Lusi yang langsung menepuk pundak papa Saga. Maklum, mereka memang sangat dekat sejak lama. Mereka memang sudah seperti saudara sejak masih remaja.
"Biarkan dia, Tama. Jangan ancam dia atas sesuatu yang tidak bisa ia lakukan. Karena mungkin, dia memang sedang sibuk."
"Tapi, Zan. Dia ini gak akan bergerak jika tidak aku berikan ancaman."
"Jangan begitu. Jangan berikan ancaman padanya. Kasihan dia."
"Lagian, Lusi juga sudah sembuh, bukan? Lihatlah dia yang sudah berjalan duluan di sana."
Tatapan mata papa Saga tajam menatap anaknya. Saga yang merasa tidak enak hati walau sudah dibela oleh mertuanya, kini langsung ambil keputusan.
"Aku pulang, Pa. Tunggu sebentar."
"Tapi, Dok. Dokter masih punya jadwal buat memeriksa pasien lagi sekarang. Apakah dokter lupa dengan jadwal itu?" Hana malah dengan beraninya angkat bicara.
"Gak papa. Aku minta dokter Karya untuk mengantikan diriku menjalankan tugas."
"Tapi, Dok-- "
"Kamu sudah bosan bekerja di rumah sakit ini, ha? Seenaknya kamu mengatur pekerjaan dokter," kata papa Saga kesal akan ulah Hana.
"Ma-- maaf, Pak. Saya hanya ... hanya .... "
"Hanya apa!"
"Papa. Jangan ganggu dia. Dia adalah suster yang paling kompeten dalam mengurus jadwalku. Jadi, itu bukan salahnya."
"Sagara. Punya pikiran lain kali kamu gunakan dengan baik. Jangan kamu gunakan secara terbalik. Mengerti?"
"Iya, Pa. Aku tahu. Tapi, tolong jangan campuri masalah pekerjaanku. Papa sudah mencampuri urusan pribadi ku. Jadi tolong, jangan campuri juga urusan pekerjaanku."
"Sagara!"
"Utama. Sudahlah. Jangan diajak bertengkar lagi anakmu. Ayo kita tunggu dia di mobil sekarang."
"Ga, kami tunggu di mobil, ya."
Saga hanya memberikan anggukan pelan. Sementara itu, Hana yang sangat kesal berusaha untuk tetap menahan diri. Jika saja yang barusan menegurnya bukan papa Sagara, mungkin sudah ia lawan habis-habisan orang tua itu. Karena pada dasarnya, dia bukan tipe orang yang bisa menerima teguran.
'Orang tua sialan! Jika saja aku tidak memikirkan wajahku di depan dokter Saga. Sudah pasti akan aku buat dia menyesal karena telah berkata dengan nada tinggi padaku. Tunggu dan lihat saja, aku pasti akan dapat memasuki keluarga kalian. Saat aku menjadi bagian dari keluarga kalian, akan aku pastikan semuanya jadi milikku. Kalian akan tunduk padaku,' kata Hana dalam hati dengan perasaan sangat kesal.
Ya. Dia suka Sagara sejak lama. Dia juga punya cita-cita untuk menikah dengan Saga yang kaya raya. Meski Saga tidak memilih untuk mengambil alih perusahaan, tapi Hana berpikir, kalau perusahaan itu tetap saja milik Saga. Jadi, mau Saga dokter atau CEO, hasilnya akan sama. Saga tetap anak orang kaya dengan tampilan yang sempurna. Baik dari segi materi, maupun dari segi fisik.
Impian Hana ingin menguasai Saga sebenarnya sudah ada sejak lama. Hanya saja, impian itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Dia harus membuat Saga jatuh cinta padanya. Sayangnya, usaha itu membutuhkan waktu sangat lama. Hingga detik ini saja dia masih belum berhasil mewujudkan mimpinya itu.
Walau begitu, dia terus berusaha untuk mendapatkan apa yang dia inginkan. Walau harga yang harus dia bayar sangat mahal. Tapi Hana tetap akan melakukannya.
....
Perhatian kedua orang tua Saga pada Lusi memang sangat baik. Sejak dari rumah sakit, hingga mengantarkan Lusi pulang ke rumah. Perhatian itu tidak pula ada perubahan sedikitpun. Mereka tetap sangat perhatian pada menantu pilihan mereka itu.
Lusi tidak pulang ke rumah Saga kali ini. Sebaliknya, dia memilih pulang ke rumah orang tuanya dengan alasan ingin menginap di sana sesaat.
Hal itu terjadi karena Saga tidak ingin kedua orang tua mereka tahu seperti apa hubungan dingin mereka berdua. Saga tidak ingin dipaksa untuk tinggal di kamar yang sama dengan Lusi oleh papanya. Karenanya, Saga meminta Lusi pulang ke rumah orang tuanya sekarang.
Lusi yang tidak ingin punya banyak masalah dengan Saga langsung menyetujuinya. Lagipula, dia juga rindu akan kediaman orang tuanya yang sangat hangat, yang sudah ia tinggalkan hampir satu minggu ini.
"Hubungan kamu dengan Saga baik-baik aja 'kan, Si?"
"Iya, Ma. Baik-baik aja, kok."
"Bagus deh kalo gitu. Nanti, kasi tau aja sama mama papa jika Saga bikin ulah. Biar kami yang turun tangan buat berikan Saga pelajaran ya."
Lusi tersenyum dengan ucapan mama mertuanya yang sangat memihak pada dia. Padahal, dia hanya menantu sedangkan Saga adalah anak mereka. Sungguh luar biasa memang kedua mertuanya ini.
Lusi memberikan anggukan mantap atas apa yang mama mertuanya katakan barusan. Senyum manis terus dia pertahankan.
"Pasti, Ma. Aku akan lapor mama jika Saga bikin ulah."
Sementara itu, di ruang keluarga para lelaki sedang bicara. Saga ingin pamit setelah beberapa saat ikut ngobrol dengan papa dan papa mertuanya.
"Aku harus kembali ke rumah sakit sekarang, Pa. Ada hal penting yang harus aku urus."
"Gak liat Lusi di kamar dulu, Ga? Ah! Maksud papa, gak pamit saja dia lagi kamu nya?" Papa Lusi dengan lembut bicara.
"Gak, Pa. Aku lagi terburu-buru sekarang. Harus kembali dengan cepat karena ada masalah di rumah sakit."
"Seberapa lama sih, Gara? Ketimbang liat ke kamar untuk pamit sebentar gak akan memakan banyak waktu kamu kok," kata papanya pula angkat bicara.
Tapi thank's ya thor buat tulisannya. tetep semangat menulis
. q tunggu cerita br nya🥰
sebenernya masih kurang sih... he he..
tpi kalau emang kk author lelah, y udh berhenti aja jngn dipaksakan...🥰🥰🥰
ditunggu karya barunya..🥰😍
pdahal blm puas... he he... effort saga buat deketin lusi masoh kurang...😢
dan satu... kmu menghukum saga aja bsa knp kmu gak bsa mnghukung org yg telah mmfitnah menantu mu itu... ayooookkk begerak cepat papa... jgn mw kalah ma cewek2 ular itu