Pemuda tampan itu bukan siapa-siapa, sampai di mana ia ditemui wanita yang tiba-tiba menawarkan tiga juta hanya untuk ciuman bibirnya.
Sejauh Marco melangkah, tiada yang tahu jika di balik matrenya berondong itu, ialah pewaris tahta yang dibuang oleh ayah crazy rich-nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pasha Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 030
Siang hari, Rumah Sakit.
Allura ingat saat dia disuruh berjalan tanpa ada suara langkahnya. Dia berusaha sekuat tenaga untuk bisa melakukannya.
Marco menjadi juri, menilai langkah yang jika sedikit saja terdengar gesekan di kain celana pendek Allura, Marco akan menyuruhnya mengulang.
"No, bukan begitu."
Allura mendengus, sudah tiga puluh kali mencoba dan Marco selalu bilang hal yang sama, yaitu 'bukan begitu'. "Terus gimana?"
Marco menahan tawa yang hampir terlepas. Demi apa pun, Allura lucu sekali saat berjalan mengendap- endap. Bukan melangkah, tapi lebih seperti orang yang ingin mencuri.
"Hanya tanpa suara. Bukan mengendap- ngendap kayak maling jemuran."
"Aku nggak bisa, Marco." Allura menghela napas panjang, lalu duduk. Kali pertama dalam hidup Allura, dia berupaya untuk sebuah CINTA. "Bukankah cinta harusnya tanpa syarat?"
"Aku bahkan rela bertarung dengan kucing besar di rumah mu," sela Marco. Dan Allura segera memotongnya. "Tapi tidak aku izinkan karena itu berbahaya."
"Aku bisa." Marco serius ingin melawan Jefri kemarin, setidaknya jika dia sekarat karena perjuangan, dia bisa angkat pandangan.
Lain hal saat patah kakinya karena kecelakaan setelah ugal- ugalan atas penolakan wanita, dia merasa sudah menjadi seorang pecundang.
"Terima kasih untuk cinta mu." Allura kecup bibir Marco sekilas.
"Sekarang nyanyi," titah Marco seraya memberikan buku berisi lagu- lagu Jawa, lebih tepatnya lagu kidung.
"Lagu apa?"
Marco menunjukkan sebuah halaman yang akan Allura pelajari. "Gambang suling paling gampang, tapi, lagu yang paling wajib kamu tahu, kidung aksama."
"Lagu apa itu?" Ya Tuhan, Allura saja baru mendengar judulnya sekarang. Marco lantas memberikan contoh berupa video.
Allura mengerut kening, walau lama- lama enak juga bila didengar, tapi, tak dipungkiri dia juga teringat akan kisah- kisah horor yang diangkat ke film- film box office.
"Kamu harus bisa nyanyi seperti sinden. Setiap mau tidur, Anak kamu harus sering dinyanyiin, filosofinya banyak, selain mempererat hubungan ibu dan anak, ini juga baik untuk kualitas pertumbuhan si kecil."
"Sinden gitu?"
"Hmm."
"Ehm." Allura ingin mencobanya. Ada teks yang bisa dibaca pelan- pelan.
"Gusti dewaji Adi Rojo..."
Allura hanya pandai nada di ujung syair dengan okta yang semakin lama semakin melengking tinggi. Bukan terkesima, Marco justru tak bisa menahan tawa cekakakannya.
Allura mencebik, bahkan para pengawal yang berjaga di dalam kamar ikut menertawakan walau ditahan sebisanya. "Kok ketawa sih?!"
"Itu seriosa Sayang," gelak Marco. Ya Tuhan, sulit baginya memberhentikan tawa yang terus saja bergelak bahkan tubuhnya sulit ditegakkan karena geli sendiri.
Allura mencebik. "Kenapa berat banget mau jadi istri kamu sih? Belum lagi batiknya, tadi kamu bilang lebih mirip corak grafiti."
Marco semakin geli, dia jadi teringat saat Allura mencoba menggambar batik lewat ponselnya. Dan hasilnya amat sangat jauh dari ekspektasinya.
"Jadi ngapain jadi istri Marco? Lagian nggak bisa muasin kamu di ranjang. Aku impoten."
"Lupakan itu, aku sanggup- sanggup saja masalah ranjang. Yang berat syaratnya. Kamu tahu aku bukan wanita Jawa. Aku juga bukan wanita yang tahu adat istiadat."
Marco hanya menyemangati dengan mengepalkan tangan di depannya. Dan itu yang membuat Allura berdecak bibir.
"Kamu bisa, tapi, kalau tidak, aku tidak akan memaksanya."
Bukan kejam, Marco hanya ingin membuat Allura paham, bahwasanya berjuang tidak semudah yang Allura bayangkan. Sudah dua kali dia melamar, dan wanita yang katanya independen ini terus merendahkan dirinya.
...\=\=~©®™~\=\=...
Malam hari, Rumah Sakit.
"Eyang." Allura berjingkrak mendapati tepukan di lengannya. Allura baru ingat kalau dirinya tertidur di Rumah Sakit. Bahkan, memeluk Marco yang sudah tampak pulas.
Jam tangan yang ditatapnya, menunjukkan pukul sembilan. Marco pasti ketiduran juga setelah seharian menemaninya belajar ini dan itu.
Rayden berseru. "Sudah kubilang, aku tidak mengizinkan Marco tinggal bersama wanita yang bukan istrinya. Kenapa belum pulang?"
Cukup mencekam, tidak sama seperti saat Opa Rega menegurnya, walau bengis tapi manis dan tidak terkesan serius. "Saya mau rawat Marco sampai sembuh."
"Kau bukan petugas medis."
"Tapi Marco perlu dukungan."
Rayden terkekeh, ah soal tawanya sedikit mirip dengan Opa Rega. Tawa menyindir khas crazy rich. "Kau pikir kami tidak mendukung?"
"Biarkan Allura di sini, Eyang." Allura bukan wanita manja, dia terkesan dingin, tapi, untuk Marco, Allura sedang berusaha keras.
Walau pada akhirnya, Rayden memanggil ajudan terbaiknya untuk mengusir halus Allura yang sempat menolak pergi.
...\=\=~©®™~\=\=...
Keesokan harinya, kediaman Opa Rega.
"Opa!" Allura berlari dari mobil, menaiki anak tangga menuju teras. Pintu tinggi itu Allura dorong lantas berseru sebutan kakeknya.
Rega di dalam merutuk. "Ya Tuhan!! Kenapa dengan anak- anak Mahesa ini? Yang satu minta nikah yang satu teriak- teriak!"
Sejatinya, bagi Rega, Allura bukan cucu yang sering mengeluhkan sesuatu. Tapi, karena terbawa jengkel oleh ulah Langit, dia merutuk.
"Ada apa?" Rega duduk di sofa, di sisinya ada Langit yang juga duduk bergelayut.
Allura ikut duduk, sedikit berdehem, dia tidak pandai meminta sesuatu. Tapi, dia butuh bantuan kakeknya untuk sekarang ini.
"Tidak ada apa- apa. ... Allura hanya turut bersedih karena Opa dikecilkan Eyang Rayden secara terang- terangan."
"Dikecilkan?" Oh tidak, Rega tidak bisa dikecilkan, Rega dilahirkan besar, Rega dilahirkan berkuasa. "Dikecilkan gimana?"
Allura membatin, agaknya trik ini cukup efektif untuk meminta pertolongan pada lelaki arogan seperti kakeknya. Dipancing sedikit tapi banyak sekali pengaruhnya.
"Allura patah hati saat Eyang Rayden bilang, Opa Rega tidak akan pernah berani datang untuk melamar Marco karena merasa bersalah setelah membatalkan perjodohan."
"Apa?" Rega tidak berani? Siapa yang bilang Rega cupu? Siapa orangnya? Rayden? Oh, pria bule Jawa itu? Cih! "Apa yang dia bilang?!"
Allura mulai mencium aroma keberhasilan nya sendiri. "Dia bilang Opa Rega tidak berani. Opa Rega takut sama kekuasaan Rayden, makanya tidak mau lagi menjadi besannya."
"HAPA?!" Rega berdiri seketika itu juga, mulai bertanduk. "Jangan kira Rayden masih di atas angin. Keluarga bangsawan yang di-kick dari keraton saja bangga sekali dia!"
Langit mengompori. "Kita harus lakukan sesuatu untuk meruntuhkan tembok tinggi kesombongannya, Opa. Dia pikir, keluarga bangsawan tidak pantas bersanding dengan keluarga modern seperti kita apa?"
Allura tersenyum senyum kecil, ternyata Langit bisa diandalkan juga. Dia yakin Langit tidak gratis saat membantunya, tapi, persetan dengan permintaannya setelah ini.
Allura tahu riwayat darah tinggi kakeknya, maka berusaha berikan usapan. "Kurang ajar sekali, keluarga Rayden bicara seperti itu!"
"Jangan terlalu dipikirkan. Allura cuma mau, Opa mendukung Allura kali ini. Buktikan sama keluarga bangsawan Jawa itu. Orang modern seperti kita, tidak berarti tidak pantas."
"Besok siapkan mobil."
...Gaiss, dengan pertimbangan yang matang, Pasha mau ajukan kontrak, jadi mohon menuju empat puluh bab, yg aktif ya, jangan nabung bab, lumayan kan bisa buat bayar cicilan daster harian Pasha wkwkkak......