Di Balik Layar HP

Di Balik Layar HP

Main

Di pojok sebuah kafe kecil yang tersembunyi di kota Malang, Dimas Ardiansyah sedang duduk sendirian di dekat jendela. Suasana kafe yang damai dengan alunan musik jazz yang lembut memberikan latar belakang yang kontras dengan kekacauan yang mencekamnya. Matahari terbenam mengalir lembut melalui jendela, menebarkan bayangan yang menari-nari di permukaan meja tempat Dimas meletakkan cangkir kopi hitamnya yang belum tersentuh. Matanya terpaku pada layar ponsel di tangannya.

Dimas Ardiansyah, pria berusia 25 tahun yang berpenampilan rapi namun tampak lesu, menatap kosong ke ikon aplikasi di layar ponselnya.

Hari itu dia mendapati beban pekerjaan tak tertahankan. Perusahaan tempat dia bekerja sedang dalam masalah besar dan sepertinya seluruh tanggung jawab berada di pundaknya. Proyek yang diharapkan menjadi puncak karirnya berubah menjadi mimpi buruk yang tak ada habisnya. Dimas membuka aplikasi media sosial dengan jari lincah. Ia ingin mengalihkan perhatiannya sejenak dari permasalahan pekerjaan yang menderanya. Dengan setiap scroll yang dia lakukan, Dimas melihat postingan berbeda-beda dari teman-temannya. Kebanyakan dari mereka membagikan momen tentang liburan, pernikahan, prestasi, dan momen-momen kecil yang membuat hidup mereka tampak sempurna."Kenapa hidupmu mudah sekali?" gumam Dimas pelan sambil melirik layar ponselnya.

Ia teringat pada masa-masa kuliah di mana ia bercita-cita menjadi seorang insinyur yang sukses dan dihormati. Dimas selalu menjadi yang terbaik di kelasnya, selalu dipuji oleh dosen dan teman-temannya. Namun, sekarang semua itu terasa begitu jauh. Rasa kecewa dan marah pada dirinya sendiri mulai merayap masuk, membuat dada Dimas semakin sesak. Ketika tidak menemukan hiburan di media sosial, Dimas beralih ke game yang selama ini menjadi pelariannya. Ia membuka sebuah game battle royale yang sedang populer. Bermain game adalah salah satu cara Dimas untuk melupakan sejenak segala masalah yang ada di dunia nyata. Dalam dunia game, ia bisa menjadi siapa saja, melakukan apa saja, tanpa perlu memikirkan konsekuensi yang nyata.

Jari-jarinya dengan cekatan mengendalikan karakter dalam game. Ia tenggelam dalam sensasi adrenalin saat berusaha bertahan hidup dan mengalahkan lawan-lawannya. Setiap kali berhasil mengalahkan lawan, ada sedikit rasa puas yang muncul, meskipun hanya sementara. Dalam game, ia merasa memiliki kendali penuh, sesuatu yang sangat ia rindukan dalam hidup nyatanya. Namun, di balik kesenangan sementara itu, Dimas tahu bahwa ia tidak bisa terus-menerus melarikan diri dari kenyataan. Pekerjaan dan tanggung jawabnya akan selalu menunggu. Pikiran itu menghantui Dimas, membuatnya tak sepenuhnya bisa menikmati permainan yang ada di tangannya.Saat ia sedang asyik bermain, sebuah notifikasi pesan masuk muncul di layar ponselnya. Dimas menghentikan permainannya sejenak dan membuka pesan tersebut. Itu adalah pesan dari Ibunya.

"Dimas, Ibu tahu kamu lagi stres berat sampe ga inget pulang. Kalau butuh ngobrol, Ibu bisa jadi teman ngobrol Dimas. Jangan dipendam sendiri, ya Anak Ibu," begitu isi pesannya. Dimas menatap pesan itu dengan perasaan campur aduk. Ada kehangatan yang ia rasakan dari perhatian sang Ibu, namun juga ada rasa malu karena ia merasa gagal. Dengan cepat, ia membalas pesan tersebut. "Makasi banyak Buu, Aku lagi di kafe biasa. Butuh waktu sendiri sebentar, Ibu gak usah khawtir yaa, Dimas bakal baik-baik aja kok," balas Dimas dengan perasaan bersalah.

Ia kembali meletakkan ponselnya di meja dan menghela napas panjang. Pikirannya kembali berkelana, mengingat perbincangan terakhirnya dengan bosnya. Tekanan untuk menyelesaikan proyek besar itu semakin mendesak. Bahkan, ancaman pemutusan kontrak dengan klien terbesar perusahaan sudah di depan mata. Semua itu membuat Dimas merasa terjebak dalam situasi yang sulit. Matahari mulai tenggelam, dan langit berubah menjadi semburat jingga yang indah. Dimas memandang ke luar jendela, mencoba mencari ketenangan dalam pemandangan senja yang memukau. Namun, pikirannya tetap dipenuhi dengan kekhawatiran. Ia meraih cangkir kopi di depannya dan menyesapnya perlahan. Rasanya pahit, seperti perasaannya saat ini.

Di balik layar HP-nya, Dimas menyadari bahwa ia harus menghadapi masalah ini dengan kepala dingin. Melarikan diri ke dalam dunia maya atau permainan hanya akan memberikan pelarian sementara. Ia harus menemukan cara untuk mengatasi stres dan tekanan yang ada, bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk timnya yang bergantung padanya. Tiba-tiba, sebuah ide muncul di benaknya. Dimas mengingat seminar motivasi yang pernah diikutinya beberapa bulan yang lalu. Sang pembicara, seorang ahli manajemen stres, mengatakan bahwa berbagi beban dengan orang lain bisa menjadi langkah awal untuk menemukan solusi. Mungkin, pikir Dimas, sudah saatnya ia membuka diri kepada sang Ibu atau teman-teman dekatnya yang lain.

Dengan tekad baru, Dimas mengambil ponselnya dan mengirim pesan kepada Ibunya lagi. "Buu, aku mau bicara, ini mau balik ke kos soalnya mau cerita banyak soal pekerjaan aku disini tapi aku pulangnya besok”. Pesan itu terkirim, dan Dimas merasa sedikit lega. Ia tahu bahwa langkah kecil ini adalah awal dari usaha yang lebih besar untuk mengatasi masalahnya. Malam itu, untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Dimas merasa ada secercah harapan. Ia menyelesaikan kopinya dan memutuskan untuk pulang lebih awal, beristirahat, dan mempersiapkan diri untuk hari esok.

Di luar kafe, kota Malang mulai berangsur-angsur tenang. Lampu jalanan menyala, dan suasana malam memberikan nuansa yang berbeda. Dimas berjalan perlahan, merasakan udara malam yang sejuk. Ia tahu bahwa perjalanan untuk memperbaiki keadaan tidak akan mudah, tetapi ia juga tahu bahwa ia tidak sendirian. Di balik layar HP-nya, ada teman-teman yang peduli dan siap mendukungnya. Dengan langkah mantap, Dimas pulang ke kosnya selama berada di kota orang, yakni Kota Malang. Ia bertekad untuk menghadapi tantangan ini dengan keberanian. Hidup mungkin tidak selalu mudah, tetapi dengan bantuan dan dukungan dari orang-orang terdekatnya, Dimas percaya bahwa ia bisa menemukan jalan keluar dari kegelapan ini.

Hari baru akan segera tiba, dan Dimas siap menyongsongnya dengan semangat baru. Di balik layar HP-nya, ia menemukan kekuatan untuk bangkit dan melangkah maju. Ketika hampai sampai di kos, Dimas kemudian berdiam sejenak di pinggir jalan dekat gang menuju kosnya sembari bingung oleh-oleh apa yang akan ia bawa besok untuk ibunya. “Huuummm ... bawa apa yaa buat ibu besok kira-kira, udah terlanjur ngomong besok pula haduuuhh,” pusing Dimas dengan mengusap-ngusap wajahnya yang tampak lusuh.

Dimas yang hendak menuju ke kosnya yang sudah dekat, ia melihat seorang gadis yang sangat cantik sampai-sampai Dimas sendiri menganga melihatnya. Namun, gadis itu merasa jika ia sedang diperhatikan, maka dari itu ia pun menoleh ke arah Dimas dan membuat Dimas langsung salah tingkah dibuatnya. “Mas ... ada apa yaaa?” tanya wanita itu dengan senyuman manisnya. “Engga engga .... gapapa kok cuman ngantuk aja,” jawab Dimas dengan spontan meninggal gadis itu di pinggir jalan. “Bisa-bisanya keciduk cewe itu kalo lagi liatin diaa,” kesalnya Dimas. Setelah mengalami kejadian tersebut Dimas malah lupa oleh-oleh untuk ibunya. Sampai pada akhirnya ia memutuskan untuk istirahat dan besoknya ia baru membeli oleh-olehnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!