NovelToon NovelToon
Masinis, I Love You!

Masinis, I Love You!

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cinta setelah menikah / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / EXO / Suami ideal / Istri ideal
Popularitas:4.4k
Nilai: 5
Nama Author: Redchoco

Pernikahan Serena dan Sabir terjalin karena keduanya sepakat untuk pulih bersama setelah dikhianati kekasih masing-masing. Terbiasa berteman selama ini membuat perasaan cinta tumbuh serta-merta. Namun, di saat semua nyaris sempurna, Tuhan memberikan Sabir cobaan dalam urusan kerja. Di mulai dari sini, akan mereka temukan arti cinta, pertemanan dan keluarga yang sebenarnya.

Mari, ikuti lika-liku perjalanan Bapak Masinis dan Ibu Baker yang ingin menjadi pasutri apa adanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Redchoco, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

06. "Kita menikah"

Aroma harum mentega menguar di ruangan. Loyang berbagai ukuran tertata di meja, menunggu giliran untuk masuk panggangan. Detik jarum jam paling pendek yang terpajang di dinding masih menunjuk angka tiga. Dari cahaya remang lampu-lampu di luar sana, akan diketahui kalau sekarang adalah tiga dini hari.

Serena memerhatikan oven di hadapan. Meskipun mata mulai lelah, tatapnya berusaha fokus pada sourdough yang perlahan-lahan menjadi kuning keemasan.

Ini adalah percobaan ke sekian yang Serena buat untuk mendapatkan resep sourdough seperti yang pernah dimakannya di negara Eropa. Ia menyayangkan hasil sebelumnya tidak sesuai harapan dan berakhir di tong sampah. Semoga yang kali ini bisa berakhir di pencernaannya.

Suara dentingan oven barangkali merupakan apa yang telinganya tunggu. Jadi begitu mendengarnya, Serena segera mengenakan sarung tangan untuk mengeluarkan roti asam itu dari sana.

Setelah mendinginkan roti kurang lebih satu jam, ia meraih pisau untuk mulai mencaritahu hasil kali ini. Ada dua sourdough yang masing-masing diberi ragi berbeda jenis. Kalau dari tampilan, Serena pikir yang menggunakan fresh yeast lebih baik dibanding dry yeast. Tapi apalah gunanya penampilan jika yang dicari persoalan rasa, bukan?

Serena memotong kedua roti. Gesekan pisau terdengar menenangkan manakala bercumbu dengan roti yang kering.

Setelah sibuk menilai rasa yang tengah dikecap, Serena melemaskan bahu. Lagi dan lagi, apa yang didapat tidak sesuai selera. Padahal Serena sudah banyak kali mencoba dan terus mencoba, hasilnya tetap sama. Dua sourdough buatannya malah terasa seperti roti yang sedikit manis.

"Dan selamat bergabung dengan temanmu, Sayang." Satu kali hempas, roti itu berpelukan dengan kantong plastik; siap untuk dibuang.

Tong sampah telah menganga, tapi nampaknya benda mati ini wajib menutup mulut kembali sebab Serena mengurungkan niat membuang roti saat getar ponsel di meja membuatnya berpaling.

"Kenapa nelpon?" Langsung ke inti, mulutnya enggan berbasa-basi. Apalagi dengan pria di seberang sana.

"Kamu masih di toko?"

"Enggak lagi."

"Kalau mau bohong jangan lupa matiin lampu. Aku bisa lihat bayanganmu dari sini, Eren."

Ah, dasar pria ini. Serena bergegas menuju bagian depan toko dan membukakan pintu untuk tamu yang memilih muncul di jam-jam iblis berkeliaran.

Hal pertama yang dilihatnya tentu saja Ananda Sabir Bachtiar. Berdiri dengan mata menyipit karena tersenyum; menggenggam telepon seluler di depan telinga; dengan seragam dinas yang masih melekat sempurna.

"Ngapain ke sini? Enggak diterima di rumah ayah?" Walaupun berteman, Sabir bukan golongan orang yang bisa membuat Serena menyambut dengan ramah apabila didatangi.

Pria berseragam masinis yang dilapisi jaket kulit hitam itu menggeleng singkat.

"Mau mengetuk pintu rumah takut mengganggu ayah sama emak." Lantas dengan begitu saja, Serena mengerutkan kening.

"Terus kamu pikir mengetuk pintu toko ini adalah jalan yang tepat?"

Sabir dapat merasa jika teman kecilnya tidak suka keberadaannya. Serena memang selalu begitu. Bukan berarti dia angkuh dan sombong sehingga tidak mau menyambut Sabir dengan ramah. Melainkan Sabir tahu dia sudah terlalu lelah untuk diganggu. Apalagi Sabir bisa menebak perempuan ini belum sempat tidur.

"Seenggaknya Eren-ku mana mau membiarkan temannya menjadi gelandangan beberapa jam, kan?"

Matahari jelas belum mau terbit. Biar ditipu pakai perapian yang dinyalakan di balik bukit sekali pun, Sabir tidak akan serupa Bandung Bondowoso yang terpaksa menyerah membuat seribu candi.

Pria ini mau diusir oleh Serena dengan cara apa pun, pasti enggan beranjak. Makanya, yang wanita lah memutuskan menerima kehadirannya dengan keikhlasan setebal lapis legit.

"Mau minum ambil sendiri. Mau makan, kayaknya nasi masih ada. Semur ayam di kabinet boleh dipanasin."

Seakan menunjukkan bahwa Sabir bukanlah tamu yang diharapkan bertandang subuh-subuh kelam, Serena kembali menyibukkan diri dengan kegiatan memanggang roti.

Tanpa sungkan, Sabir benar-benar melakukan apa yang diucapkan Serena barusan. "Ada pesanan berapa banyak?"

"Mau kamu hitung pakai jari tangan dikali dua belas pun enggak akan mendekati jumlah Bluder yang harus dikirim besok."

Berdamai dengan sour dough yang gagal terus, fokus Serena kembali pada roti yang kaya akan mentega.

Selagi Sabir menikmati makanannya, dua-duanya memilih diam. Yang laki-laki memilih duduk sembari menonton yang perempuan menguleni adonan. Lamat-lamat terdengar suara adzan berkumandang di kejauhan. Kokok ayam yang entah peliharaan siapa pun turut menyertai. Dengan begitu saja, Serena memilih untuk menata roti-rotinya dalam kemasan.

Sesekali melirik teman prianya, Serena mengesah lelah. Sedikit kasihan menilik wajah yang kusut itu.

"Kamu ke sini bukan tanpa alasan, kan? Ada yang mau diomongin?"

Boleh dikata bahwasanya Sabir jarang berkunjung ke toko sebab jadwal dinasnya yang gila-gilaan. Wajar Serena merasa ada yang perlu disampaikan temannya sehingga muncul bak siluman kelelawar di depan pintu satu jam yang lalu.

Dikarenakan sudah ditanya, maka tidak ada alasan bagi Sabir untuk menunda cerita kali ini. Lantas setelah menenggak cukup air, ia berkata, "Shella selingkuh."

Hanya dengan mendengar itu, Serena menghentikan gerak jemari. Memilih menatap lurus-lurus pada pria yang telah dikenal selama dua-puluh-tujuh tahun hidupnya. Tidak ada kesedihan yang berarti. Sabir memang sulit ditebak isi hatinya, dan itu jelas membuat Serena semakin merasa klop karena ia sendiri juga tidak mudah menunjukkan apa yang dirasa.

"Dan kamu tahu siapa selingkuhannya?"

Yang laki-laki kontan menggeleng. Masih tidak bisa mempercayai jika informasi yang dibeberkan langsung oleh pacar-yang sekarang berstatus mantan-di gerbong eksekutif kemarin adalah benar. Bisa-bisanya seorang Shella Anggraini berkhianat dari Sabir yang berusaha untuk setia kepadanya.

Baru saja pria ini memesankan cincin khusus untuk melamar sang kekasih, malah ternyata kekasihnya lebih dulu dilamar oleh yang lain. Sungguh luka mana lagi yang sanggup Sabir dustakan?

Maka dengan menarik napas panjang, Serena dengan mata menunjukkan kilau air yang memantulkan remang lampu pun bersuara lirih.

"Selingkuhannya adalah pacarku."

Tatap keduanya sama terpaku, sekadar memperlihatkan sorot yang kompak menjadi pilu. Si laki-laki lantas mendongak, yang perempuan lekas menunduk. Hening mengecam keadaan, membuat ruangan semakin dingin meski telah dibantu pemanas suhu.

Bagaimana mungkin hal ini terjadi? Kemarin Serena mengaku akan pengajuan nikah bersama Adrian, kemarin pula Sabir masih sempat senang satu kereta dengan pacar. Lantas, kenapa akhirnya seperti ini? Dua orang yang mereka sayangi malah sama-sama mengkhianati.

Tidak ingin bersedih, Sabir pun menatap Serena dengan senyuman menenangkan.

"Eren, enggak mungkin sesuatu terjadi tanpa penyebab. Kekecewaan yang kita dapatkan dari orang yang kita kasihi ialah bentuk cobaan. Tuhan tahu nilai kita tinggi, sedangkan mereka tidak layak standar. Jadi, daripada meratapi pengkhianatan, bukankah lebih baik jika kita merelakan?"

Di sana, Serena memilih memainkan kemasan Bluder yang baru saja ditata rapi. Dengan tatapan yang sama, ia pun berucap, "Ada banyak sekali jenis roti yang sulit dibuat karena butuh waktu yang lama dan merelakan akan jauh lebih sukar dilakukan dari sekadar membuat roti-roti itu, Sabir. Tapi, aku punya cara untuk membalas dua orang itu."

Ini terdengar seperti Serena ingin membuat suatu permainan demi mengalahkan dua orang yang telah mengecewakan. Atau Sabir salah tangkap maksudnya? Lantas ia bertanya,

"Apa caranya?"

Perempuan itu tanpa berpikir panjang menumpahkan isi kepala dalam sekali pergerakan. "Kita menikah."

***

1
Mamaqilla2
tumben belum update kaka
Mamaqilla2
𝒘𝒊𝒅𝒊𝒊𝒊𝒊𝒉 𝒌𝒆𝒓𝒆𝒏 𝒂𝒉 𝒑𝒂𝒌 𝑺𝒂𝒃𝒊𝒊𝒊𝒓𝒓𝒓𝒓 😍
𝒂𝒌𝒖 𝒚𝒈 𝒃𝒂𝒄𝒂𝒏𝒚𝒂 𝒂𝒋𝒂 𝒎𝒍𝒆𝒚𝒐𝒐𝒐𝒕𝒕... 𝒂𝒑𝒂𝒍𝒈𝒊 𝑺𝒆𝒓𝒆𝒏𝒂 𝒉𝒊𝒉𝒊 😂
𝒃𝒂𝒊𝒌𝟐 𝒚𝒂 𝒉𝒖𝒃𝒖𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒌𝒂𝒍𝒊𝒂𝒏.. 𝑺𝒖𝒌𝒂 𝒃𝒂𝒏𝒈𝒆𝒕 𝒔𝒂𝒎𝒂 𝒑𝒂𝒔𝒂𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒊𝒏𝒊 𝒘𝒂𝒍𝒂𝒖𝒑𝒖𝒏 𝒉𝒂𝒏𝒚𝒂 𝒏𝒐𝒗𝒆𝒍 𝒕𝒑 𝒌𝒆𝒌 𝒏𝒚𝒂𝒕𝒂 𝒂𝒔𝒕𝒂𝒈𝒂𝒂𝒂 🥰
𝒔𝒆𝒎𝒂𝒏𝒈𝒂𝒕 𝒐𝒕𝒉𝒐𝒐𝒓 𝒖𝒑𝒅𝒂𝒕𝒆𝒏𝒚𝒂 𝒔𝒆𝒉𝒂𝒕 𝒔𝒆𝒍𝒂𝒍𝒖 ❤
Mamaqilla2
𝒔𝒆𝒎𝒐𝒈𝒂 𝒑𝒆𝒓𝒏𝒊𝒌𝒂𝒉𝒂𝒏 𝑺𝒆𝒓𝒆𝒏𝒂 𝒅𝒂𝒏 𝑺𝒂𝒃𝒊𝒓 𝒔𝒆𝒍𝒂𝒍𝒖 𝒃𝒂𝒊𝒌𝟐 𝒔𝒂𝒋𝒂..
Mamaqilla2
𝑺𝒂𝒃𝒊𝒓 𝒌𝒂𝒎𝒖 𝒎𝒂𝒉 𝒆𝒎𝒂𝒏𝒈 𝒍𝒆𝒍𝒂𝒌𝒊 𝒊𝒅𝒂𝒎𝒂𝒏 𝒃𝒂𝒏𝒈𝒆𝒕... 🤗
𝒌𝒆𝒌 𝒈𝒂𝒓𝒆𝒍𝒂 𝒌𝒂𝒍𝒐 𝑺𝒂𝒃𝒊𝒓 𝒕𝒆𝒓𝒔𝒂𝒌𝒊𝒕𝒊 𝒉𝒊𝒚𝒂𝒂𝒂𝒂 𝒉𝒂𝒉𝒂𝒉 😂
dewi
keren pak sabir
Mamaqilla2
Ningsih kah yg motret mereka??
duuuuh apakah akan terjadi huru hara 🤔
Mamaqilla2
hwaaaaa saingannya si Sabir dah muncul 😂
Mamaqilla2
wkkwkwkkwwk ngakak di akhir 🤣
Mamaqilla2
apa mungkin Cindy sebenrnya menaruh hati sm Sabir.. hmmmb
Mamaqilla2
keren ceritanya baru mampir thor 🥰
Redchoco: terima kasih, semoga betah :)
total 1 replies
Mamaqilla2
selalu suka kalo ada novel berbau abneg 🥰
Protocetus
Kunjungin ya novelku Bola Kok dalam Saku
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!