NovelToon NovelToon
Dari Benci Jadi Suami

Dari Benci Jadi Suami

Status: tamat
Genre:Tamat / Berbaikan / Ibu Pengganti / Pernikahan Kilat / Cinta Paksa / Diam-Diam Cinta / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:11.8k
Nilai: 5
Nama Author: nichi.raitaa

Tolong bantu support dan jangan lompat bab saat membaca ya, terima kasih 💗

Delilah Atmaja—seorang perempuan—yang sama sekali tak berkeinginan menikah, terpaksa menuruti kemauan sang ayah. Justru bertemu kembali dengan Ananda Dirgantara—musuh semasa SMA—dan justru berakhir di pelaminan. Tak berhenti sampai di sana, Rakanda Dirgantara—mantan cinta pertama Delilah—menjadi sang kakak ipar. Hadir juga hari dimana Raka menerima bantuan dari si jelita, Delilah. Membuat keruh hubungan rumah tangga Nanda dan Delilah yang telah menjadi seorang istri.

Dapatkah mereka akan melewati drama pernikahan dan pergulatan hati masing-masing? Akankah mereka berdamai dengan keadaan dan menemukan akhir yang bahagia?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nichi.raitaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 8

Nanda masih sibuk mengerjap dan berupaya mengembalikan kesadaran. Dia benar-benar terkejut dan tak menyangka Delilah kini berada diatas tubuhnya. Si jelita menimpa Nanda tanpa si pria tahu bahwa itu hanya sebuah kecelakaan. Dia kesulitan membuka suara dan memulai kalimat.

“Apa yang kau lakukan, mencari kesempatan saat aku tidur, hm?” Nanda menyeringai sambil mendekap tubuh Delilah agar tak beranjak.

“Oho, kau kira aku ini licik sepertimu, hah? Lepaskan aku!” Delilah menggeliat.

“Ah, kalau begitu jelaskan kenapa kamu menindihku?” Manik Nanda tak lepas dari wajah jelita Delilah, dia menggeser arah kepala ke sebelah masih sambil memandangi sang istri yang kini tersipu.

Pipi Delilah bagaikan tomat bersemu merah hingga ke bagian telinga. Tanda dia sedang kesal dan bercampur malu. Dia hendak menjelaskan kejadian yang menimpa mereka, tetapi sedang berpikir pula.

Mana mau didengar, dia akan lebih mengejekku nanti, ah, sial, Delilah mengeluh dalam hati.

“Aku tersandung, terbelit selimut itu. Kau lihat, di sana!” Delilah menunjuk sumber masalah dengan dagu.

“Ah, sekarang kau mulai perhatian padaku?” Nanda tak mengalihkan pandangan dari si jelita, dia tak peduli benda apa yang berada di arah yang ditunjuk sang istri.

“Bisakah kau berterima kasih saja, atas kemurahan hatiku malam ini. Dan lepaskan aku.” Delilah kembali menggeliat.

“Tentu saja, aku akan sangat berterima kasih. Jadi, izinkan aku membalas kebaikanmu, Nyonya.” Nanda memberi seringai indah di wajah.

Kemudian dengan cepat membalik posisi tubuh mereka. Sekarang Nanda mengungkung tubuh mungil Delilah di bawah tubuh. Dia memandangi wajah jelita yang sedang terkejut dengan sedikit teriakan. Si jelita masih belum pulih dari rasa kaget dan Nanda terlihat hampir kehilangan kontrol diri. Kesulitan menelan ludah berulang kali hingga tak bisa menenangkan debaran jantung di dada kiri.

“K-kau tidak akan melakukannya, bukan?” Mata Delilah bergetar, berteriak bukan solusi yang tepat karena mereka adalah suami istri sah.

Memberontak dan meronta juga sia-sia, tenaga si jelita kalah telak. Lebih tak masuk akal lagi, energinya selalu saja seolah terserap habis oleh Nanda tanpa aba-aba. Namun, tak disangka. Cekalan Nanda melonggar dan kini pria itu merosot ke lantai dan duduk termenung diam.

“Aku bukan pria brengsek seperti yang kau kira. Tapi, jangan coba meremehkanku lagi, mengerti?” Nanda lalu berdiri hendak beranjak pergi, tetapi langkahnya tertahan.

Benar, Delilah mencekal tangan Nanda. “Maaf, aku tak bermaksud melukai perasaanmu, sungguh. Aku hanya ingin sendirian … sebentar tadi.” Delilah masih memegang tangan besar Nanda sambil menunduk dan sudah berdiri di belakang sang suami.

“Apa sesuatu terjadi saat aku pergi? Tak biasa kau bertingkah begini.” Nanda kemudian berbalik dan melihat dari arah bawah wajah Delilah.

Ah, sial! Ada apa dengan mata bodohku kali ini, Delilah mengutuk diri sendiri dalam hati.

“Hei, kenapa kau menangis? A-aku minta maaf, Delilah. Jangan menangis, kumohon!” Nanda tergagap, dia melihat air mata menetes tak henti dari si jelita.

Isakan kecil mulai terdengar dan tubuh mungil Delilah terguncang pelan. Tak ambil waktu lebih lama, Nanda menenggelamkan Delilah masuk ke dalam pelukan hangatnya. Dia membelai pelan kepala si istri yang hanya setinggi batas dagunya. Memastikan rengkuhan yang dia beri tak menyakiti sang istri. Menepuk hingga mengelus perlahan bahu serta punggung Delilah.

“Bisakah aku menambah poin di perjanjian?” Suara Delilah sedikit tertahan.

“Eh?” Nanda tak begitu mengerti, tetapi masih berusaha menyimak.

“Kau bilang sendirian tak menyenangkan, tapi kau meninggalkanku sejak siang.” Delilah melengkapi kalimat disusul dengan isakan kembali.

Ah, sial! Kenapa dia menggemaskan disaat begini, Nanda berusaha menahan gelitikan hati.

“Iya, aku bodoh. Aku bersalah, aku minta maaf. Tidak perlu merevisi perjanjian, aku akan mengingatnya. Kau hanya ingin sendirian sebentar saja, begitu?” Nanda mencoba menenangkan sang istri.

Dia menerima anggukan tanpa suara, wajah Delilah kini justru bersembunyi di dada bidang si pria. Masih dengan isakan pelan.

“Iya, baiklah.” Nanda kembali bersuara, sejurus kemudian kelingking mungil Delilah muncul di depan wajah Nanda.

Hmph, kenapa dia begitu mungil begini, Nanda mengulum senyum dan menahan suara tawa.

Si pria segera menautkan kelingking mereka dan menyatukan jempol bersama. Tak lupa dia berusaha tersenyum ramah pada sang istri. Entah kenapa malam ini si jelita yang biasa terlihat ganas berubah lembut dan terlihat rapuh.

“Tapi, kau harus tetap ingat batasanmu.” Delilah memukul pelan dada bidang Nanda setelah pelukan terlepas dan mereka berjarak sekarang.

“Cih, masih saja keras hati rupanya.” Nanda berkelakar sambil menyentuh ujung hidung mungil si istri lalu beringsut pergi.

“Kemana?” Delilah memekik dengan bibir cemberut.

Nanda menghentikan langkah, kemudian berbalik menatap Delilah. “Aku lapar, mau ikut makan?”

Delilah lantas menyusul Nanda dengan langkah kecil dan sedikit berlari. Saat sampai, Nanda hanya hening menatap si wanita. Kemudian, dia menyambar tangan Delilah dan menuntun langkah si wanita untuk mengikuti. Hingga mereka berada di dapur saat ini, Delilah mengeluh rumah tersebut terlalu luas. Sedangkan isinya sangat sedikit, apalagi tadi siang terasa sangat sunyi hingga malam menyapa. Tak ada seorang pun menemani. Kediaman Dirgantara masih terasa asing bagi Delilah. Tanpa si wanita sadari, pria yang tengah memasak mie instan di sebelah memperhatikan dengan seksama sambil memikirkan sesuatu.

“Apa kau ingin tinggal di rumah terpisah dari Kakek, Delilah?” tawaran Nanda sukses membuat Delilah menatapnya intens.

“Em, tidak. Jika kita pergi, bagaimana Pak Wis—ah, maksudku … Kakek. Dia akan kesepian dan sedih.” Delilah mengalihkan pandangan ke piring dan merobek bumbu pelengkap mie instan tadi kemudian mencampurkan untuk Nanda.

Meski Delilah kasar dan selalu ketus, mereka kerap berdebat dan terlihat saling membenci hampir di setiap waktu. Namun, ada kalanya mereka terlihat seperti pasangan normal lain. Saling memperhatikan dan menguatkan serta menemani, sesekali. Delilah membawa piring Nanda ke meja makan lalu duduk di sebelah kursi Nanda.

“Terima kasih, kau mau? Akan ku bagi jika—” Nanda menerima gelengan kuat dari kepala Delilah.

“Aku tak terbiasa makan larut malam begini,” sahut Delilah.

Dia hanya melihat Nanda melahap makanan, seperti seorang ibu menemani putranya. Tak membutuhkan waktu lama bagi Nanda untuk menghabiskan mie dalam piring tadi. Selesai meletakkan piring bersih yang telah dia cuci, Nanda beralih duduk di kursi kembali. Rumah sunyi tanpa suara dan Delilah sedang memandang dalam diam.

“Kenapa kau tidak bersuara sejak tadi?” tanya Nanda penasaran.

“Kenapa kau tidak bercerita sama sekali?” Delilah malah mengembalikan pertanyaan baru bagi Nanda, “kukira orang tuamu berada di luar negeri selama ini,” imbuhnya.

“Ya, memang.” Nanda mengedikkan bahu menyahuti kalimat Delilah dengan cepat dan singkat.

“Hah?” Netra si jelita membulat. “Tunggu dulu!” Delilah menatap tajam Nanda.

Tentu saja, manik legam Nanda ikut menatap tanpa suara. Sekian lama mereka sama menahan gerakan bahkan, napas. Malah kini Nanda sibuk menelisik bibir tipis milik sang istri.

1
Ripah Ajha
sungguh keren kata2mu Thor, aku jadi terhura eh terharu maksutnya🥰
nichi.raitaa: aw, terima kasih ya kakak juga sudah baca sampai akhir ... aku meleyot nihh 🫣🫠😘
total 1 replies
Krismargianti Andrean
lanjut thor nunggu nih ampe tambah es teh jumbo 5kali
nichi.raitaa: waduh kak ... apa nggak kembung 🤧 btw timamaciw sdh mampir, nih aku kasih 2 hati akuh 💗💗🫦
total 1 replies
Zee✨
hay kak nicki, aku mampir hehe semangattttt💪💪
nichi.raitaa: nyehehhee okidoki kak 💗 aku telhalu loh😵‍💫🫠
Zee✨: sama², nanti ye mau ngepel dulu😂😂
total 3 replies
Zee✨
dih kepedean amat bang😏
Zee✨: pantesan aku cari² nggak kelihatan, taunya di sana toh🤭
nichi.raitaa: 🤧😶‍🌫️ aku ampe ngumpet dibalik awan kakk
total 2 replies
Ripah Ajha
like Thor, tetep semangat update ya🥰
nichi.raitaa: terima kasih supportnya kak, wait ya 💗😘
total 1 replies
Ripah Ajha
gitu tu, kalok oasangan suami istri blom prnah mp, bawaannya emosi teros🤣
nichi.raitaa: aw ... si kk tau ajah 🤧🫣
total 1 replies
Ripah Ajha
keren karyamu thor
nichi.raitaa: terima kasih sdh membaca kak, semoga betah ya 💗
total 1 replies
·Laius Wytte🔮·
Kisahnya bikin baper, jadi terlarut sama ceritanya.
nichi.raitaa: terima kasih sudah membaca, Kak 💗 teruskan lagi yuk kakk 🥰
total 1 replies
Sandy
Seru banget, gak bisa berhenti baca😍
nichi.raitaa: terima kasih, sudah membaca kak 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!