NovelToon NovelToon
The Second Wife

The Second Wife

Status: sedang berlangsung
Genre:nikahmuda / Poligami / Cinta setelah menikah
Popularitas:13.5k
Nilai: 5
Nama Author: Gilva Afnida

Pergi dari rumah keluarga paman yang selama ini telah membesarkannya adalah satu-satunya tindakan yang Kanaya pilih untuk membuat dirinya tetap waras.

Selain karena fakta mengejutkan tentang asal usul dirinya yang sebenarnya, Kanaya juga terus menerus didesak untuk menerima tawaran Vania untuk menjadi adik madunya.

Desakan itu membuat Kanaya tak dapat berpikir jernih hingga akhirnya dia menerima tawaran Vania dan menjadi istri kedua.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gilva Afnida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 8

"Memang beda ya kalau orang yang sudah ahli dibidangnya. Cuma masak telur aja rasanya enak banget loh," puji Vania setelah menghabiskan sepiring penuh berisi omelette telur yang telah dibuat oleh Kanaya.

"Kalau Mas Adnan belum berangkat, aku yakin dia bakalan minta nambah omelette bikinanmu tadi, hihi," kekehnya pelan.

Kanaya tersenyum tipis, tak merasa melayang atas pujian yang disampaikan Vania. Baginya, memasak adalah kegiatan basic yang harus semua orang miliki untuk bertahan hidup. "Aku kira semua orang bisa kok kalau cuma masak telur. Jadi gak usah berlebihan deh."

"Ya enggaklah, Nay. Buktinya aja aku gak bisa. Kamu inget gak dulu aku pernah nyoba masak telur, terus malah sebagian telurnya gak masuk ke teflon." Vania tergelak saat mengingat kenangan konyol itu.

Sedang Kanaya hanya tersenyum pahit mendengarnya. Tentu Kanaya sangat mengingat kenangan itu. Salah satu kenangan pahit yang masih terpatri dalam ingatannya. Dia ingat setelah Vania meninggalkan dapur tanpa membersihkan kekacauan yang telah dibuatnya, Kanaya lah yang akhirnya kena semprot hingga dia dihukum Helga tidak diperbolehkan makan lauk pauk selama seminggu. Bayangkan, Helga hanya membolehkan Kanaya memakan nasi saja. Jika beruntung, saat Helga tidak ada Kanaya akan mengambil sejumput garam agar nasi yang dimakannya ada sedikit rasanya.

Sungguh pengalaman yang menyakitkan jika dia kembali mengingatnya. Apalagi Vania yang merupakan pelaku, malah menceritakannya kembali tanpa ada rasa bersalah sama sekali. Maklum saja, Vania memang tidak mengetahui itu semua. Kanaya memendam semua kepahitan yang terjadi di dalam rumah Toni sendirian.

Untung Kanaya segera fokus mencuci bekas piringnya agar perasaannya tak berlarut-larut dengan masa lalu.

"Yuk, Nay. Sebentar lagi kita harus pergi." Vania membuyarkan fokus Kanaya.

"Pergi kemana?" tanyanya melongo.

"Kamu lupa? Ke salon dan belanja ke mall." Vania beranjak dari kursi dan membersihkan piring kotornya sendiri. Meski dia tidak bisa memasak, setidaknya dia bisa jika hanya membersihkan peralatan makannya sendiri.

Kanaya menatap lurus pada Vania yang berada di sebelahnya, sedang sibuk mencuci piring dengan lamban. Sejujurnya Kanaya merasa tak cocok jika harus berada di keramaian, dia merasa tak mempunyai kepercayaan diri bertemu dengan orang banyak. Salah satunya pergi ke mall. Pergi ke mall bukanlah kegemarannya. Kesenangannya hanyalah menyendiri di rumah, membersihkan seluruh isi rumah atau menata perabotan. Kegiatan itu selalu sukses membuat pikirannya kembali jernih.

Jika Kanaya mengingat, mungkin dia pernah pergi ke mall hanya sekali saja, yaitu saat merayakan ulang tahun Tania. Itupun karena dipaksa oleh Toni.

"Aku di rumah aja, ya?" Kanaya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Vania tertawa, nampak dua gigi gingsulnya menyembul begitu manis. "Kenapa? Kamu malu?"

"Hemm..." Kanaya berpikir sejenak, mencari jawaban yang tepat untuk Vania. "...enggak sih."

"Kalau gitu kamu harus segera bersiap-siap sekarang karena kita hanya ada waktu sepuluh menit untuk berpakaian. Tidak ada bantahan." Vania bergegas pergi ke arah tangga untuk menuju ke kamarnya, mengabaikan Kanaya yang masih sibuk dengan pikirannya.

Sepuluh menit kemudian, Vania yang sudah rapi mengenakan crop top biru muda, celana jins panjang serta high heels pun segera menuju ke kamar Kanaya. Namun saat dia melihat kamar Kanaya yang tak berpenghuni pun langsung berjalan ke arah ruang tamu.

"Aku kira kamu masih ada di kamarmu," ujar Vania saat melihat Kanaya yang duduk di atas sofa. "Ya ampun, Nay... kamu yakin mau pakai baju kayak gitu ke mall?"

Kanaya memperhatikan baju yang dikenakannya, merasa bingung dengan perkataan Vania tentang 'baju itu'. "Kenapa memangnya? Bukannya ini sudah sopan?"

Vania menggelengkan kepalanya. "Gak bisa! Kamu itu sekarang istrinya Mas Adnan. Mana bisa kamu pakai baju yang sesederhana itu untuk bepergian." Vania pun menarik pergelangan tangan Kanaya lalu menariknya menuju ke kamar Kanaya. "Lebih baik ganti bajumu sekarang, aku tunggu!"

Kanaya berpikir keras saat menatap isi lemarinya yang berisi beberapa biji baju berlengan pendek dan celana pendek berbahan jins. Baju yang menurut Kanaya lebih bagus masih teronggok di keranjang cucian, sama sekali belum dicucinya.

"Lama banget sih, Nay? Sini aku pilihin aja." Vania menggeser tubuh Kanaya dan menatap isi lemarinya. "Oh Tuhan... apa cuma ini baju-baju dalam lemarimu?"

Kanaya mengangguk polos.

"That's why kita harus segera ke mall untuk menyelamatkan penampilanmu yang menyeramkan itu, Nay," tukas Vania lalu mengambil seluruh baju-baju Kanaya dan memberikannya. "Baju-bajumu yang ini lebih baik dibuang saja."

"Apa? Kok dibuang sih? Kan sayang."

"Selama kamu tinggal di sini, kamu harus berpenampilan rapi, bersih, cantik dan wangi. Gak ada lagi baju-baju gembel seperti ini." Vania membalikkan tubuh Kanaya dan mendorongnya pelan. "Cepat, Nay, waktu kita udah gak banyak."

Bak seperti robot, Kanaya pun menurut untuk berjalan menuju tong sampah dan membuang semua baju-baju yang menurutnya masih layak untuk dipakai. Saat dirinya kembali ke kamar, Vania kembali mendatanginya membawakan tunik lengan panjang berwarna hitam polos serta sepatu kets berwarna putih dan tas selempang kecil berwarna senada. "Pakai ini sekarang."

Kanaya menatap itu semua dengan ragu.

"Cepatlah, Nay!" seru Vania sudah tak sabar.

"I-iya."

Beberapa puluh menit kemudian, setelah tadinya bertengkar soal pakaian di rumah, mereka sudah sampai di mall. Vania dengan antusias menyeret Kanaya untuk mencoba berbagai jenis baju dari toko-toko ternama yang berderet di sepanjang lantai dua. Kanaya hanya mampu mengiyakan saat Vania memilihkannya pakaian. Tak lupa, Vania membelikannya sepatu, tas, parfum dan juga berbagai peralatan makeup serta skincare.

"Ini semua kan mahal, Mbak," bisik Kanaya di telinga Vania setelah berada di kasir untuk membayar skincare.

"Tenang aja, ini semua pakai duitnya Mas Adnan kok." Vania terkekeh pelan tanpa ada rasa bersalah.

Kanaya tak habis pikir melihat Vania yang sudah berjalan mendahuluinya keluar dari toko. Dia seperti tidak merasa kelelahan padahal sudah banyak toko yang mereka sambangi. Berbeda saat Vania berada di rumah, untuk menuruni anak tangga di rumah saja napas Vania terdengar ngos-ngosan. Namun sangat berbeda saat mereka berada di dalam mall sekarang. Kanaya bahkan sempat terlupa jika Vania memiliki sakit jantung mengingat fisiknya yang begitu prima saat berkeliling tadi.

Gegas Kanaya membuntuti Vania dengan goodie bag yang dibawanya. "Gak capek, Mbak?"

"Gak. Kamu capek?"

"Enggak sih, cuma bingung aja kok Mbak Vania kelihatan gak sakit kalau pas belanja."

Vania tertawa renyah. "Yah begitulah, saat aku senang aku bahkan lupa kalau aku harus menjaga tubuhku agar tidak kecapekan."

Kanaya hanya menganggukkan kepalanya. "Kalau gitu, setelah ini kita mau kemana?"

"Kamu udah gak sabar ya? Setelah ini kita belanja makeup lalu pergi ke salon."

1
Muhammad Malvien Laksmana
Luar biasa
Muhammad Malvien Laksmana
Biasa
Endah Windiarti
Luar biasa
Jessica
ceritanya bagus penulisan nya juga tertata g bikin jenuh
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!