NovelToon NovelToon
Hammer Of Judgment

Hammer Of Judgment

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / TKP
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: yersya

Hammer of Judgment yang membalas kejahatan dengan kejahatan. Apakah Hammer of Judgment adalah sosok pembela keadilan? Atau mungkin hanyalah sosok pembunuh?

Nantikan kelanjutannya dan temukan siapa sebenarnya Hammer of Judgment.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yersya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 8

Beberapa menit kemudian, aku hampir sampai di sekolah. Aku berjalan di bawah lampu-lampu jalan, melewati keramaian. Aku bersenandung riang dan merasa sangat bersemangat, memikirkan hal-hal yang akan menantiku di sekolah.

“Mau kemana kamu?” Tanya seseorang yang suaranya begitu akrab dari belakangku.

Aku menolehkan kepalaku, terkejut ketika melihat Nada dan Arvin di belakangku. Aku sudah menduga kalau Nada akan mengejarku, tapi aku tidak menduga kalau Arvin juga akan ikut.

“Kenapa kamu juga ada disini, Arvin?” Tanyaku.

“Kami bertemu di jalan, lalu dia menyeretku dengan paksa!” Ujar Arvin dengan raut wajah enggan sambil menunjuk Nada.

Aku tertawa kecil mendengar hal itu. Yah, aku sudah menduganya. Walaupun sekarang dia sudah mulai sedikit berubah, tapi Nada itu orangnya selalu memaksa orang lain, dan juga, dia sangat keras kepala dengan sesuatu yang dia inginkan atau dengan idealismenya sendiri, sehingga dia sangat susah sekali untuk di nasehati. Yah, walaupun aku tidak berhak mengatakannya sih.

“Karena mumpung sudah disini, ayo masuk!” Ajakku sambil tersenyum

Nada menepuk dahinya sambil menghela nafas. Sepertinya dia sudah pasrah duluan sebelum membujukku. Karena dia tahu, kalau kita berdua ini sangatlah keras kepala dengan sesuatu yang kita sukai.

Kami kemudian pergi ke pos pak satpam untuk meminta kunci. Arvin yang tadi kelihatannya enggan sekarang mengikuti kami tanpa berkata sepatah katapun. Dia sepertinya tipe orang yang… “kalau sudah begini, apa boleh buat”... Atau sesuatu semacamnya. Dia pasti juga berpikir kalau dia kembali sekarang itu pasti akan sangat merepotkan.

Ketika kami sampai di pos dan meminta izin untuk masuk, pak satpam tidak mau memberikan izin kepada kami, mengingat kasus Hammer of Judgment yang belum selesai, dia bilang akan berbahaya jika kami masuk ke sekolah di malam hari.

Aku berdecak kesal. Ketika aku ingin menerobos masuk secara paksa. Arvin tiba-tiba mengajak pak satpam untuk berbicara berdua saja. Aku dan Nada saling pandang, penasaran dengan yang ingin Arvin bicarakan dengan pak satpam.

Lima menit kemudian, Arvin kembali dengan membawa kunci sekolah bersamanya.

“Bagaimana kamu bisa mendapatkannya?” Tanyaku penasaran, begitu juga dengan Nada.

“Sebaiknya kalian tidak mengetahuinya!” Ujar Arvin.

Aku dan Nada menatap curiga kepada Arvin. Tapi, untuk sekarang itu tidaklah penting. Yang penting sekarang kami berhasil masuk ke sekolah, bahkan membawa seluruh kunci ruangan sekolah. Dengan kata lain, kami bisa masuk kedalam ruangan kepala sekolah dengan kunci yang dibawa Arvin itu.

Arvin membuka pintu masuk sekolah, dan kami masuk ke dalam. Kami menghidupkan lampu senter dari ponsel kami untuk menerangi jalan kami menuju ruangan kepala sekolah. Langkah-langkah kami terdengar bergema di koridor yang sepi.

Beberapa menit kemudian, kami sampai di ruangan kepala sekolah. Aku kemudian berjalan kemeja kepala sekolah dan mencari sebuah tombol yang terletak di langit-langit kolong meja dan menekannya, sama seperti yang kepala sekolah lakukan dari rekaman CCTV.

Belum genap beberapa detik, lantai yang ada di tengah-tengah ruangan bergeser, membuka jalan rahasia ke bawah tanah. Kami dapat melihat anak tangga yang dalam, menuju ruangan rahasia atau lebih tepatnya ruangan bawah tanah. Tapi karena ruangan itu masih rahasia bagi kami, jadi kami memanggilnya ruangan rahasia. Meskipun pemikiran kami sama mengenai penamaan ruangan ini, itu tidaklah terlalu penting. Sekarang aku berada di pintu masuk ruangan rahasia, aku dapat mendengar detak jantungku yang berdebar kencang, memikirkan jawaban yang akan aku temukan.

 

Ah, ini gawat! Benar-benar gawat! Aku saat ini sedang kegirangan sehingga aku tidak dapat berhenti untuk tersenyum. Ketika aku hendak masuk menuruni anak tangga, Arvin tiba-tiba masuk terlebih dahulu dengan santainya, tanpa ketegangan atau kecemasan. Lalu Nada menyusul masuk, dan aku yang terakhir.

 

Kami berjalan perlahan-lahan menuruni anak tangga, mengikuti lorong yang terbentang di hadapan kami. Udara di ruangan ini terasa dingin dan lembab, menciptakan atmosfer yang misterius. Lampu senter kami menerangi langkah-langkah kami, tetapi masih ada sedikit kegelapan yang menyelimuti sekitar.

 

Kami berjalan dengan hati-hati, mencoba untuk mengamati setiap detail yang ada di sekitar kami. Suara langkah kaki kami bergema di ruangan yang sunyi. Saat kami mencapai bagian bawah tangga, kami melihat sebuah pintu besi yang berukuran 4×4 meter di hadapan kami. Sepertinya membutuhkan sesuatu seperti kartu identitas untuk membukanya.

“Apa kamu bisa membukanya?” Tanyaku.

“Tentu saja!” Jawab Nada dengan penuh percaya diri.

Nada kemudian mengeluarkan laptop dari ranselnya. Dia kemudian mencolokkan kabel, menghubungkan laptop ke pintu besi tersebut. Dia mulai mengoperasikan laptopnya, mencoba mencari cara untuk membuka pintu tersebut. Sementara itu, aku dan Arvin tetap berdiri di dekatnya, menunggu dengan penuh harap.

 

Setelah beberapa saat, Nada berhasil menemukan cara untuk membuka pintu besi. Dia mengatur beberapa pengaturan di laptopnya dan akhirnya pintu besi itu terbuka dengan perlahan.

Tanpa ragu, kami berjalan masuk kedalam. Tempat ini sangat gelap, dan juga, sangat bau. Aku dapat mencium bau busuk yang sangat menyengat disini, dan juga bau ini adalah bau… darah?

“To-to… long!” Ujar seseorang ditengah kegelapan ini.

“Apa kalian mendengarnya?” Tanyaku dengan wajah kaget.

“Iya, aku mendengar suara seseorang minta tolong” jawab Nada.

“To… long… a… ku” ujar suara itu lagi.

Kami kemudian menerangi asal suara itu yang berada di sebelah kanan kami. Belum genap beberapa detik, kami terkejut dengan apa yang kami lihat. Seorang pria yang penuh luka dan berlumuran darah disekujur tubuhnya dengan rantai di lehernya terkurung di balik jeruji besi. Arvin dengan cepat berdiri di hadapan kami, menghalangi pandangan kami dari pemandangan yang mengerikan ini.

Aku menoleh kesamping, melihat Nada yang terlihat ngeri dengan pemandangan ini. “Tu-tunggu, jangan bilang, kalau bau busuk ini adalah bau…”

“Tenanglah! Kalian berdua!” Uajr Arvin, memotong kalimat Nada. “Aku sarankan agar kalian tidak menerangi area sekitar”

Aku tahu apa yang Arvin maksudkan. Dan, aku juga tahu, kami akan berada dalam bahaya kalau kami teris melanjutkan hal ini.

“Untuk sekarang, ayo kita keluar du…” belum habis kalimatku, pintu besi tadi tiba-tiba tertutup kembali.

Belum genap beberapa detik, tiba-tiba asap mulai bermunculan.

“Jangan menghirupnya!” Ujar Arvin sambil menutup hidung dan mulutnya menggunakan tangannya.

Aku dan Nada mengikuti apa yang Arvin katakan, juga ikut menutup hidung dan mulut kami. Aku tidak tahu asap apa ini, tapi sepertinya asap ini berbahaya, yang kemungkinan ini adalah gas beracun.

Setelah beberapa menit berlalu, kami bertiga masih menahan nafas kami. Tapi, masih tetap saja tidak ada tanda-tanda kalau asap ini mulai berkurang. Kepalaku sekarang sudah mulai terasa pusing. Jika terus seperti ini, maka…

Tiba-tiba aku melihat Nada jatuh terbaring di lantai. Dengan cepat, aku berusaha menghampirinya, namun tubuhku terasa sangat lemas dan akhirnya aku pun ikut terjatuh. Rasanya seolah-olah dunia berputar dan kesadaranku mulai memudar.

 

Asap yang bermunculan semakin pekat di sekitar kami, membuat pernapasan menjadi sulit. Aku mencoba untuk tetap tenang, namun kelemahan fisikku semakin terasa. Aku mencoba memanggil Nada, tapi suaraku hanya terdengar lemah dan terhenti di tenggorokanku.

 

Kesadaranku mulai meredup. Pikiranku berkabut dan aku merasa seperti tenggelam dalam keheningan yang mencekam. Aku berusaha keras untuk tetap sadar, tetapi kekuatanku semakin melemah, dan secara perlahan-lahan aku kehilangan kesadaranku.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!