NovelToon NovelToon
Mendadak Jadi Ibu Tiri Putra CEO Lumpuh

Mendadak Jadi Ibu Tiri Putra CEO Lumpuh

Status: sedang berlangsung
Genre:Menikah Karena Anak / Ibu Tiri / CEO / Orang Disabilitas / Ibu Pengganti
Popularitas:97.3k
Nilai: 5
Nama Author: Aisyah Alfatih

Kinara, seorang gadis berusia 24 tahun, baru saja kehilangan segalanya, rumah, keluarga, dan masa depan yang ia impikan. Diusir ibu tiri setelah ayahnya meninggal, Kinara terpaksa tinggal di panti asuhan sampai akhirnya ia harus pergi karena usia. Tanpa tempat tujuan dan tanpa keluarga, ia hanya berharap bisa menemukan kontrakan kecil untuk memulai hidup baru. Namun takdir memberinya kejutan paling tak terduga.

Di sebuah perumahan elit, Kinara tanpa sengaja menolong seorang bocah yang sedang dibully. Bocah itu menangis histeris, tiba-tiba memanggilnya “Mommy”, dan menuduhnya hendak membuangnya, hingga warga sekitar salah paham dan menekan Kinara untuk mengakui sang anak. Terpojok, Kinara terpaksa menyetujui permintaan bocah itu, Aska, putra satu-satunya dari seorang CEO muda ternama, Arman Pramudya.

Akankah, Kinara setuju dengan permainan Aksa menjadikannya ibu tiri atau Kinara akan menolak?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah Alfatih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 20

Siang itu, ruang istirahat karyawan dipenuhi suara sendok, gelas, dan obrolan ringan. Kinara duduk di salah satu sudut, membuka bekal yang sengaja ia bawa dari rumah. Dia baru saja menarik napas lega setelah pagi yang padat, ketika pintu ruang istirahat terbuka kembali.

Beberapa kepala langsung menoleh.

Rome melangkah masuk dengan langkah santai namun berwibawa, sosok yang terlalu mudah dikenali sebagai pemilik gedung itu. Setelan kerjanya rapi, jam di pergelangan tangannya berkilau pelan di bawah lampu. Suasana ruang istirahat seketika berubah kaku.

Tatapannya langsung tertuju pada Kinara.

“Kamu sudah makan?” tanya Rome, berhenti tepat di hadapannya.

Kinara mendongak, jelas terkejut.

“Belum … maksud saya, baru mau makan,” jawabnya hati-hati.

Rome tersenyum kecil. “Kalau begitu, makan siang denganku.”

Bukan pertanyaan, tetapi sebuah ajakan yang terdengar ringan, tapi cukup untuk membuat beberapa karyawan lain menahan napas. Bisik-bisik segera menyebar, pandangan iri dan penuh curiga menusuk dari berbagai arah.

Kinara merasakannya. Dulu, ajakan seperti ini adalah hal biasa. Rome dan dirinya kerap makan bersama, tertawa, berbagi cerita, tanpa beban apa pun. Dia nyaman, merasa aman, karena Rome selalu tahu batas namun itu dulu.

Sekarang statusnya berbeda. Kinara menutup kotak makannya perlahan.

“Tuan Rome,” ucapnya pelan, menjaga nada profesional, “saya hanya karyawan di sini, saya rasa...”

“Hanya makan siang,” potong Rome lembut. “Tidak ada urusan kerja. Tidak ada embel-embel jabatan.”

Kinara terdiam sejenak. Ia tahu, menolak mentah-mentah justru akan menimbulkan lebih banyak gunjingan. Tapi menerima tanpa jarak juga bukan pilihan.

“Baik,” katanya akhirnya. “Tapi sebentar saja.”

Rome mengangguk, seolah sudah menduga jawabannya.

Mereka berjalan berdampingan keluar dari ruang istirahat. Sepanjang langkah itu, Kinara bisa merasakan tatapan-tatapan tajam menempel di punggungnya, penuh iri, penuh tanya.

"Pantes saja cepat diterima…"

"Bosnya sendiri yang mendekati…"

Kinara menggenggam tali tasnya sedikit lebih erat.

Di sisi lain, Rome meliriknya sekilas.

“Kamu berubah,” katanya tiba-tiba.

Kinara tersenyum tipis tanpa menoleh. “Semua orang berubah, Tuan.”

Rome tertawa pelan. “Kamu masih memanggilku seperti itu.”

“Di kantor, saya harus,” jawab Kinara singkat.

Ada jeda di antara mereka, jeda yang tak pernah ada dulu. Rome menarik napas, suaranya menurun.

“Aku tidak berniat membuatmu tidak nyaman.”

“Saya tahu,” jawab Kinara jujur. “Tapi sekarang … ada batas yang harus ku jaga.”

Rome menatapnya lebih lama, lalu mengangguk.

“Baik. Kita jaga itu bersama.”

Namun di balik sikap tenangnya, satu hal tak bisa disembunyikan, Rome datang bukan hanya untuk makan siang, tetapi untuk mengenang momen mereka di masa lalu.

Meskipun hanya berjalan kaki dan menyeberang jalan, Rome membawa Kinara ke seberang gedung perusahaan farmasi itu. Di sana berdiri sebuah restoran yang terkenal dengan masakannya, tenang, rapi, dan cukup eksklusif untuk jam makan siang para eksekutif.

Rome mendorong pintu lebih dulu.

“Tempat ini tenang. Tidak banyak yang mengenal kita di sini,” katanya singkat.

Kinara mengangguk dan ikut masuk.

Mereka duduk berhadapan di meja dekat jendela. Tak lama pelayan datang membawa menu. Rome langsung memesan beberapa hidangan tanpa banyak bicara, lalu menoleh ke arah Kinara.

“Saya bawa bekal dari rumah,” ujar Kinara sambil mengangkat kotak makannya sedikit. “Lebih enak.”

Rome terkekeh kecil. “Kamu tidak berubah.”

“Saya berubah,” balas Kinara datar. “Tapi selera makanku tidak.”

Rome tak memaksa, dia hanya berkata, “Kalau begitu, pesan minum saja.”

Kinara mengangguk setuju.

"Berhenti berbicara formal saat di luar, aku hanya setuju kamu berbicara formal saat di perusahaan saja," kata Romo, Kinara hanya tersenyum tanpa mengatakan apapun.

Makan siang itu berjalan dalam suasana yang aneh, tenang, tapi penuh sesuatu yang tak terucap. Rome menikmati makanannya, sementara Kinara perlahan menyantap bekalnya. Tidak ada percakapan panjang, hanya sesekali suara alat makan dan musik lembut dari pengeras suara restoran.

Namun, Kinara sadar, Rome terus menatapnya. Bukan tatapan mengintimidasi, bukan pula tatapan menggoda. Lebih seperti tatapan seseorang yang menyimpan banyak penyesalan.

Akhirnya Rome meletakkan sendoknya.

“Aku masih menyesal,” katanya pelan.

Kinara mengangkat wajahnya. “Menyesal apa?”

“Dulu,” jawab Rome tanpa ragu. “Saat kamu diusir dari rumahmu. Aku tahu kabarnya terlambat, dan saat aku mencoba mencarimu saat kembali dari London … semuanya sudah terjadi. Aku tidak bisa menolongmu.”

Kinara terdiam sejenak, lalu tersenyum tipis. “Aku baik-baik saja, Rome. Benar, aku belajar hidup sendiri sejak hari itu.”

Rome menatapnya semakin dalam. “Seharusnya aku ada.”

“Itu bukan tanggung jawabmu,” jawab Kinara lembut namun tegas.

Ada jeda singkat sebelum Rome kembali membuka suara.

“Sekarang … siapa yang memegang perusahaan ayahmu?”

Raut wajah Kinara berubah samar. “Mimi dan ibunya,” jawabnya jujur. “Rayyan juga ikut andil.”

Alis Rome langsung berkerut. “Rayyan?”

Kinara mengangguk pelan. “Mereka bertiga.”

Rome menarik napas panjang, rahangnya mengeras.

“Kalau begitu … semuanya memang sudah jatuh ke tangan yang salah.”

Kinara tidak membantah. Ia hanya menatap minumannya, lalu berkata pelan,

“Aku sudah berhenti berharap pada apa yang pernah jadi milikku.”

Namun Rome tahu, wanita di depannya memang terlihat kuat, tapi bekas luka itu masih ada. Dan entah kenapa, keinginannya untuk melindungi Kinara, kembali muncul, lebih kuat dari sebelumnya.

Sore hari datang perlahan, cahaya matahari menurun dan memantul ke kaca-kaca gedung tinggi di sekitar kawasan itu. Jam kerja hampir usai ketika Kinara kembali ke mejanya setelah rapat singkat dengan tim penelitian. Kepalanya sedikit pening, hari pertamanya terlalu padat, terlalu banyak kejutan.

Ponselnya bergetar.

Kinara menatap layar beberapa detik sebelum mengangkatnya.

“Ya?”

[Kamu pulang jam berapa?] suara Arman terdengar datar seperti biasa, tanpa basa-basi.

“Masih di kantor. Mungkin satu jam lagi,” jawab Kinara jujur.

[Aksa sudah dijemput, dari tempat lesnya,] katanya singkat. [Mama masih di rumah.]

Kinara terdiam sesaat. “Baik.”

Telepon terputus tanpa ucapan tambahan.

Kinara menurunkan ponselnya perlahan. Entah kenapa, nada Arman barusan terasa sedikit berbeda. Bukan dingin, tapi juga bukan peduli. Seperti seseorang yang sedang belajar bertanya tanpa tahu caranya.

Tak lama kemudian, Rome muncul di sisi mejanya. Jasnya sudah dilepas, lengan kemejanya digulung rapi.

“Kamu sudah mau pulang?” tanyanya.

“Iya,” jawab Kinara sambil merapikan tasnya. “Hari pertama cukup melelahkan.”

Rome mengangguk. “Aku juga, mau aku antar?”

Kinara refleks hendak menolak, tapi teringat mobilnya mungkin juga sudah tiba di rumah Pramudya. Ia menarik napas kecil.

“Tidak perlu. Aku bisa naik taksi.” katanya menolak dengan sopan.

"Di mana sekarang kamu tinggal?"

"Aku menyewa rumah kontrak,"

Rome tersenyum tipis, seolah sudah menduga jawaban itu. “Kalau begitu, aku temani sampai depan.”

Mereka berjalan berdampingan menuju lift. Beberapa karyawan melirik, lagi-lagi penuh rasa ingin tahu. Rome tidak peduli, sementara Kinara menunduk, fokus pada langkahnya.

Di lantai dasar, sebelum mereka berpisah, Rome berhenti.

“Kinara,” panggilnya.

Wanita itu menoleh.

“Apa pun yang terjadi sekarang,” kata Rome serius, “kalau kamu butuh bantuan … kamu tahu aku ada.”

Kinara menatapnya lama. “Terima kasih, Rome. Tapi kali ini … aku ingin berdiri dengan kakiku sendiri.”

Rome tersenyum, senyum yang mengandung penerimaan, meski jelas ada rasa lain di baliknya. “Aku menghormati itu.”

Kinara naik taksi dan menyebutkan alamat rumah Arman. Sepanjang perjalanan, pikirannya melayang, tentang Rome, tentang Rayyan, tentang pekerjaannya yang baru dan tentang menghadapi Arman.

Sementara itu, di rumah besar itu, Arman duduk di ruang kerjanya setelah kembali dari kantor. Jendela terbuka sedikit, angin sore masuk membawa udara dingin. Di mejanya, laporan terapi kaki terbuka, belum disentuh.

Rudi berdiri di samping.

“Nyonya Kinara masih di kantor,” lapornya.

“Aku tahu,” jawab Arman pendek.

Tangannya mencengkeram sandaran kursi roda. Entah kenapa, bayangan Kinara yang duduk makan siang dengan pria lain, yang namanya Rome itu terlintas kembali. Dada Arman terasa sesak, tapi ia menolak menyebut perasaan itu apa adanya.

“Awasi saja,” katanya dingin.

Rudi mengangguk, meski hatinya ragu.

Di saat yang sama, taksi Kinara berhenti di depan gerbang rumah. Matahari hampir tenggelam ketika ia turun.

"Ehem, bawa aku turun. Aku ingin menemuinya," kata Arman, Rudi mengangguk meskipun ada sedikit senyum di bibirnya.

'Tuan, akan membuka hatinya. Nyonya Kinara tidak buruk, dia cukup baik.' gumam Rudi dalam hati.

1
Naufal Affiq
pintar kamu arman,aku suka gaya mu
Yensi Juniarti
baguuus ...
pilih yg pasti pasti Ajja Arman..
yg sudah jelas tulus tanpa syarat 👍👍
Sunaryati
Itu mantan Arman, jangan gentar Kinara,mentalmu telah lama teruji, kau dulu kalah karena sendirian. Kini saatnya kemenangan hatii selalu kamu genggam ingat ada suami yang punya kekuatan.
Rokhyati Mamih
setuju Ar yang di rumah itu lebih baik
Oma Gavin
jgn tergoda lagi dgn amira ingat perjuangan istrimu saat ini yg rela melakukan berbagai cara untuk memberikan kamu semangat sembuh dan mencintai aksa dgn tulus, lupakan orang yg pergi saat kamu terpuruk
Naufal Affiq
mak lampir pulang dari london,alasan mau jumpa aksa
sryharty
laaah uget2 mulai mengusik
Kimo Miko
jempol sepuluh maju bareng arman..... tetap yang di rumah yang terbaik. kamu sudah tahu siapa kinara seorang gadis yang tidak nemanfaatkan kekayaanmu . kinara tulus menyayangi aksa yang memang mwmbutuhkan kasih sayang.
Tri Handayani
langkah yg bagus arman'kalau ada yg mau menerima apa adanya dan tulus sama kamu ngapain mengharap yg menyakiti.
Kimo Miko
maaf ya amira jangan harap ada balasan secepatnya karena pak arman lagi ngadon ngempleng ngempleng gitu. gak malu tuh sudah ninggalin eee mau balik lagi dengan alasan aksa karena dirimu tahu pak arman sudah sukses. jangan jadi pelakor kinara bukan tandinganmu
Aditya hp/ bunda Lia
bagus 👍👍👍
Rita Tani
dikit banget perasaan thor🤭😄
Aisyah Alfatih: nggak sempat ngetik 😭
total 1 replies
Teh Euis Tea
cieeeee arman kinara abis buka segel🤣🤣🤣🤣🤣🤣
vivinika ivanayanti
Mantaappp Armaann....😍😍😍
Al Fatih
Betul pak Arman...,, sekarang,, besok dan selamanya fokuslah sama yang d rumah....
Mineaa
good job Arman.....awas aja kalau kamu iba dan luluh dengan seribu satu alasan dari mantan mu nanti.....tak sentil ginjal mu nanti..... pokoknya jaga jarak....
jangan dekat dekat mantan itu ibarat sampah.....masa iya kamu mau tercemar dengan aroma nya yang menjijikan....
Siti Amyati
betul ,Iihat kedepan ngga usah tenggok belakang
Al Fatih
Syukurlah kalian berdua jujur dgn perasaan kalian. Karna biasanya cerita2 yg berlatar belakang pernikahan kontrak,, begitu sudah main perasaan,, biasanya d pendam,, hanya berbicara d dlm hati....,, ntar kalo terjadi apa2 baru nyesel karna ga mengungkapkan.

Kini kalian telah menjadi satu...,, satu hati,, satu rasa dan satu pemikiran. Harus saling percaya dan jujur dgn pasangan,, karna ke depannya si Mak Lampir ibu kandungnya Aksa akan merongrong ketenangan,, kedamaian dan kebahagiaan keluarga kalian.
Waspada lah ....
Al Fatih
Pengen ngerti reaksi dan responnya Amira dan rome begitu mereka tau siapa suaminya Kinara....,, waow...
Erni Zahra76
keren sekali kinara...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!