Kamu pernah bilang, kenapa aku ngga mau sama kamu. Kamu aja yang ngga tau, aku mau banget sama kamu. Tapi kamu terlalu tinggi untuk aku raih.
Alexander Monoarfa jatuh cinta pada Rihana Fazira dan sempat kehilangan jejak gadis itu.
Rihana dibesarkan di panti asuhan oleh Bu Saras setelah mamanya meninggal. Karena itu dia takut menerima cinta dan perhatian Alexander yang anak konglomerat
Rihana sebenarnya adalah cucu dari keluarga Airlangga yang juga konglomerat.
Sesuatu yang buruk dulu terjadi pada orang tuanya yang ngga sengaja tidur bersama.
Terimakasih, ya sudah mampir♡♡♡
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma AR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ngga bisa menghindar
Rihana merasa sangat ngga tenang di kubikelnya. Mengetahui Alexander ada di sini. Di perusahaan tempatnya bekerja.
Mengingat Alexander selalu membuat hidupnya seperti naek rolecoaster. Kadang di terbangkan ke atas tapi dengan cepat pula dihempaskan ke dasar. Di terbangkan lagi dan dihempaskan lagi. Begitu berulang ulang.
Hampir sebagian besar perempuan di SMAnya mengidolakan Alexander. Tapi apa dia yang ke ge-er an. Rihana selalu merasa kalo Alexander naksir dirinya walaupun laki laki menawan itu menutupinya dengan sikap cueknya. Bahkan dia memanggil Rihana berbeda dari yang seharusnya. Alexander memanggilnya Zira, ngga hanya di saat mereka berdua. Memang nama lengkapnya Rihana Fazira.
Tapi teman teman dan beberapa guru yang kerap membandingkannya membuat Rihana insecure.
Rihana tau masih banyak yang lebih cantik darinya, lebih pintar. Dan terakhir yang membuatnya tersadar. Banyak teman teman perempuannya yang kaya raya.
Rihana ngga kaya. Dia hanya anak yang diasuh ibu panti setelah mamanya meninggal dunia. Dan papanya ngga tau ada dimana.
Setelahnya Rihana memilih menjauh. Rihana lebih menatap Alexander saat laki laki itu ngga tau. Lagi pula Alexander ngga pernah mengatakan apa apa padanya.
Sampai mereka berpisah pun, Alexander ngga mengatakan apa pun. Memang sakit menyimpan rasa suka sendiri dan secara diam diam.
Sekarang, setelah hampir enam tahun, Rihana melihatnya. Sangat dekat. Mereka hanya berjarak beberapa langkah saja.
Untung tadi dia bisa menghindar. Tapi sampai kapan? Jika Alexander merupakan klien perusahaannya, dia pasti akan sering menginjakkan kakinya di sini. Artinya masih ada kesempatan buat Alexander mengenalinya.
Rihana ngga peduli dengan perasaan Alexander seperti apa padanya saat ini. Yang jelas hati Rihana masih sangat terluka jika melihat laki laki itu. Pasti nantinya akan mengganggu kinerjanya. Karena dengan melihat Alexander, Rihana akan hilang konsentrasi. Dia juga akan kehilangan kekuatannya.
Kenapa orang orang dari masa lalunya muncul lagi dalam waktu hampir ngga berjarak?
Rihana hanya ingin bekerja. Punya uang banyak yang nantinya akan membuatnya bisa membahagiakan ibu Saras, mba mba yang merawat panti, juga adik adiknya yang masih SD.
Beberapa kali Rihana menghela nafas panjang.
Syukurlah waktu berjalan cepat. Jam pulang kerja tercapai. Dan sedikit melegakan karena ngga bertemu Alexander dan papanya.
"Ayo pulang, Ri," ajak Puspa. Di sampingnya ada Winta. Akhirnya Winta ngga bisa menolak di antar jemput Puspa.
Langkah Rihana terhenti saat lift yang membawa mereka ke basemen.
Rihana lengah. Dia tak tertutupi oleh kedua temannya, bahkan pegawai lainnya. Laki laki itu ternyata pantang menyerah. Dia berdiri bersama Herdin di depan mobil mereka. Seperti sengaja mencarinya di antara puluhan karyawan.
Tunggu! Pikirannya mulai terbuka. Jangan jangan Alexander tadi melihatnya dalam seragam putih hitamnya.
Bodoh! Umpatnya dalam hati.
Kini matanya saling bersitatap dengan Alexander. Wajah laki laki itu sejenak nampak terkejut tapi kemudian sinar matanya berubah menyorot lembut.
Rihana memalingkan wajahnya kemudian, berjalan di belakang tubuh Puspa. Tapi memang sudah terlambat.
"Itu laki laki yang kita lihat di kantin, kan?" tukas Winta sambil memberikan senyun manisnya pada dua mahluk ganteng itu.
"Alexander Monoarfa. Siapa yang dia tunggu, ya," ucap Puspa penasaran. Sama seperti Winta, dia pun memberikan senyumnya pada dua laki laki ganteng dan penuh pesona itu.
Berbeda dengan Rihana yang hanya menunduk. Dia pun cepat cepat masuk ke dalam mobil temannya itu.
Di dalam mobil, Rihana yang melihat melalui kaca belakangnya dengan panik karena Alexander juga masuk ke dalam mobil bersama Herdin. Mobil Alexander pun mengikuti mobil Puspa.
Kedua temannya ngga menyadari hal itu dan terus saja ribut membicarakan Alexander dan temannya dengan rasa kagum dan.saling melempar tawa.
Rihana sudah terbiasa melihat para perempuan yang terkagum kagum dan sangat memuja mereka.
Rihana menarik nafas lega ketika melihat mobil yang dibawa Alexander terjebak lampu merah.
Lega rasanya. Untungnya Puspa mengantarkan Winta dulu. Rihana ngga tau apa maksudnya Alexander membuntuti mobil yang dia naeki. Secara mereka sudah selesai walaupun ngga ada yang secara eksplisit memulainya.
"Sampai besok," kata Puspa sambil melambaikan tangannya.
"Ya, makasih," sahut Rihana balas melambaikan tangan saat melepas kepergian Puspa.
Setelah mobil temannya ngga terlihat, Rihana memutar badannya untuk berjalan ke arah kosnya yang berada di dalam gang.
Tapi tubuhnya membeku saat melihat sosok Alexander yang ternyata sudah berada di depannya kini.
"Hai, Zira," sapa Alexander dengan senyum sumringah di wajah tampannya. Dia berdiri dengan kedua tangan berada di saku hodienya. Matanya menyorot rindu(?)
Entahlah. Rasanya begitu. Jantung Rihana berdetak sangat keras.
*
*
*
"Kamu lagi ngapain?" tanya Herdin yang sedang menyetir. Matanya terfokus menguntit mobil yang berada di depannya.
"Aku sedang membuka paksa file pegawai baru," katanya dengan tangan dan mata mengarah pada ponselnya.
"Lo sampai menghack sistem keamanan perusahaan hanya demi seorang Rihana?" kekeh Herdin.
"Ngga perlu sampai begitu. Ternyata penerimaan pegawai baru itu di posting secara resmi." Mata Alexander terus mencari.
Kemudian bibirnya mengulumkan senyum tanda dia berhasil.
"Yah, kita terjebak lampu merah," seru Herdin kesal.
"Ngga apa apa. Aku sudah dapat nomer ponsel Rihana," ujar Alexander tenang.
"Syukurlah. Gue pikir lo akan marah," kekeh Herdin lega.
Alexander tertawa.
Lo terselamatkan.
Dengan mudahnya dia melacak tujuan mobil yang membawa Ziranya.
Diam diam Herdin meliriknya saat mengikuti instruksi jalan yang harus diambilmya.
Wajah itu nampak sangat lega. Herdin juga tau kisah cinta diam diam keduanya.
Sepertinya akan berlanjut, batinnya terkekeh.
Mobil itu mampir ke sebuah rumah dan menurunkan penumpang yang diyakini keduanya bukan Rihana.
Kemudian mobil itu bergerak lagi.
"Temannya kelihatan baik sampai mau mengantar pulang," komentar Herdin dengan senyum miring.
"Ya."
Tapi saat mobil itu kembali berhenti di depan sebuah gang, keduanya saling pandang.
"Beneran lo mau nyamperin?" tanya Herdin sambil melihat penampilan mewah sahabatnya.
"Bisa bisa tetangganya mengira Rihana diantar om om," sambungnya lagi.
Alexander membuka jas mahalnya dan mengambil hodie hitamnya.
Dia mengenakannya dengan cepat.
"Udah oke?" tanya Alexander sambil menangkupkan topi hodie itu di kepalanya.
"Oke." Herdin memberikan dua jempol tangannya.
*
*
*
"Apa kabar?" tanya Alexander lagi.
"Alex..." Bibir Rihana bergetar setelah berhasil menyebut namanya.
"Ya. Kamu tinggal di dekat sini?" tanya Alexander sambil melihat ke dalam gang yang diterangi lampu seadanya. Untuk ukuran mobil kecil, gang ini masih memberikan sedikit sisa jalan.
"Ya."
"Bisa kita mampir di kafe itu?" tunjuk Alexander pada kafe yang hanya berjarak beberapa meter saja dari tempat mereka berada.
Karena baru jam tujuh malam, kafe itu merupakan alternatif tempat terbaik untuknya saat ini berbicara dengan Rihana. Setelah sekian lama mereka terpisah.
"Aku udah kenyang," tolak Rihana cepat. Tapi apesnya, perutnya malah berbunyi cukup nyaring.
Alexander tertawa melihat wajah malu Rihana.
"Aku traktir. Nanti setelah gajian, kamu gantian, ya," katanya sambil menggandeng tangan Rihana dan menariknya agar mengikutinya.
"Alex," kaget Rihana melihat sikap agresif Alexander. Bukannya selama ini dia lempeng aja.
"Apa?" senyum Alexander semakin membuat dada Rihana penuh bunga.
Rihana menggeleng cepat seraya berpaling, menyembunyikan rona merah di wajahnya.
Alexander tersenyum lagi sambil terus melangkah. Genggaman tangannya dieratkannya.
Ada yang hangat mengalir dari genggaman Alexander di tangannya. Dulu Alexander ngga pernah begini. Rupanya berada sangat lama di luar negeri bisa merubah karakter seseorang dengan drastis.
Jujur Rihana bahagia dengan sikap Alexander. Dia pun melirik wajah tampan yang tepat berada di sampingnya. Jangan tanyakan berapa besar rasa rindunya pada laki laki yang selalu bercokol di relung hatinya. Sangat besar, tak bisa dijabarkan dengan jumlah angka.