Zahra. wanita yang ditinggal oleh lelaki yang dicintainya dihari yang seharusnya menjadi hari bahagia untuk nya dan keluarga.
setelah mengetahui alasan lelaki itu meninggal kan nya entah membuat nya merasa dikhianati atau kembali bersimpati, rasanya dia sendiri tak bisa membaca isi hati nya lagi.
Belum usai rasanya mengobati hati, Zahra justru di hadapkan dengan pilihan menerima pinangan pak kiyai untuk anaknya dan harus rela dipoligami atau menerima mantan tunangan nya kembali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Trysa Azra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
lamaran
" Bismillah. Zahra terima lamaran ini." ujar Zahra.
Ruangan yang tadi nya hening menunggu jawaban Zahra seketika berubah.
" Alhamdulillah... " dengan penuh syukur kyai Ghafur dan senyuman.
Begitu juga dengan Abah Zahra yang ikut senang atas keputusan anak nya, sang mama yang duduk di sebelah Zahra menggenggam tangan sang anak dengan lembut dan mengelus nya. Zahra memandang pada sang mama dan beliau menjawab dengan anggukan yang artinya beliau pun merestui keputusan Zahra.
" Terima kasih sudah menerima lamaran kami." ujar kyai Ghafur.
" semoga Allah meridhoi." ujar Abah Zahra.
" Tentang tanggal pernikahan..." Kyai Ghafur bertanya.
" Menurut mu kapan baik nya, fur?" Tanya abah Zahra.
" Lebih cepat lebih baik, Hasan." jawab kyai Ghafur.
Abah Zahra mengangguk mendengar jawaban teman nya itu.
" Hafidz, kamu bagaimana?" tanya Abah Zahra pada calon menantu nya.
Hafidz yang tadi nya setengah melamun langsung mengangkat pandangan nya dan tanpa sengaja langsung bertatapan dengan Zahra yang duduk persis di seberang nya, Zahra pun langsung menunduk saat pandangan mereka bertabrakan.
" Saya ikut bagaimana baik nya." jawab hafidz.
" Bagaimana kalau hari ini juga kita laksanakan akad nikah?" tanya Abah Zahra.
Semua pun terkejut dengan pernyataan Abah Zahra itu. Zahra sendiri terkejut dengan keputusan Abah.
" maksud mu, San?" tanya kyai Ghafur.
" Ghafur, jika kedua anak kita sudah siap aku rasa lebih baik langsung kita nikah kan mereka agar tidak ada was-was diantara keduanya. kamu bawa mahar untuk anakku?"
Bukan tanpa alasan sebetulnya Abah Zahra begitu, dia sudah trauma akan lamaran untuk anaknya yang sudah lalu dimana anak nya di tinggal saat tengah mempersiapkan pernikahan karena itu kali ini dia tidak ingin buang-buang waktu hanya untuk mencari tanggal.
" ya. kami membawa cincin emas untuk anakmu." jawab kyai Ghafur kemudian.
Permintaan Abah Zahra itu pun disetujui oleh pihak kyai Ghafur, beliau yang datang hanya berdua diberi oleh Abah Zahra untuk mengabari keluarga nya di rumah selain itu mereka juga ingin memanggil beberapa kerabat yang rumah nya tak jauh sebagai saksi atas pernikahan Zahra dan hafidz.
Zahra kembali kekamar nya diminta oleh kedua orang tua nya untuk mempersiapkan diri dan Zahra yang kebetulan punya teman yang bisa sedikit merias wajah nya dia panggil untuk datang karena mereka masih punya sedikit waktu sebelum akad nikah yang akan di langsungkan ba'da sholat Dzuhur atau lebih tepat nya setelah shalat Jum'at karena kebetulan hari ini adalah hari jum'at. Dia yang masih sangat terkejut dengan keputusan Abah nya itu pun jadi bingung apa yang harus dia lakukan hingga dia segera menyuruh Aulia juga segera datang kerumah nya.
" kamu siap, Ra?" tanya mama.
Zahra tak langsung menjawab dia hanya mengangguk. Dengan anggukan kepala nya itu sang mama masih belum yakin dengan jawaban Zahra.
" Zahra tidak tau kalau akan secepat ini ma, tapi insya Allah Zahra bismillah kan semua nya semoga ini yang terbaik ya ma."
Kali ini gantian, sang mama yang menganggukkan kepalanya.
" Bismillah ya, nak. Yakin keputusan Abah pasti pertimbangan yang terbaik untuk kamu." mama berusaha menyemangati.
" Ra, kamu beneran akan menikah hari ini? Sama siapa? Kok bisa dadakan begini?" pertanyaan yang bertubi-tubi itu keluar dari mulut Aulia yang datang sangat tergesa-gesa karena penasaran dengan cerita Zahra.
Zahra yang sedang dirias hanya bisa mengangguk.
" Nanti aku ceritakan kalau sudah selesai ya." ujar Zahra berusaha menenangkan sahabat nya.
" kalau nanti keburu dibawa suami kakak." Shafa ikut bicara.
Mendengar itu Zahra pun baru sadar, tidak lama lagi dia akan benar-benar menjadi istri hafidz hal yang sungguh diluar perkiraan dan bayangan nya. Zahra tau Abah pasti telah mempertimbangkan nya demi kebaikan mereka semua, bagaimana pun tidak ada alasan pula untuk mereka menunda nya kalau pun ingin mengadakan resepsi pernikahan itu bisa saja di bicarakan lagi setelah akad ini yang terpenting adalah mereka sah menjadi suami istri agar tidak ada gosip yang tidak-tidak tentang mereka. Dia pun tau pasti Abah tidak ingin hal yang pernah dia alami waktu itu terulang kembali yaitu batal nya pernikahan karena alasan yang tidak pasti karena itu lah Abah bersikeras agar semua di laksanakan sesegera mungkin. Siap tidak siap Zahra harus siap dan menerima keputusan Abah dan percaya ini semua untuk kebaikan mereka.
Sedang si calon mempelai laki-laki yang tak lain adalah hafidz terlihat siap-siap untuk pergi ke mesjid bersama Abi dan juga Abah, di selang waktu itu dia pun mengabari Aqila istri nya yang tentu saja sebenarnya sudah diberi tahu umi ketika Abi telponan dengan umi tadi tapi dia juga merasa harus mengabari istri nya itu. Walaupun ini bukan berita bagus untuk Aqila tapi dia berusaha untuk tidak mengenyampingkan istri nya atau melupakan nya mulai sekarang dia harus belajar berlaku adil kepada istri-istrinya. Ya, tak lama lagi dia akan menjadi lelaki beristri dua bukan hal yang bisa dibanggakan tapi dia juga harus menerima dan mengakui itu, dan belajar berlaku adil. Di sisi lain dia juga sebetulnya gugup luar biasa meskipun sebelumnya pernah melakukan ijab Qabul tetap saja hal ini adalah hal yang mendebarkan bagi nya terlebih dia akan menikahi Zahra wanita pilihan abi, wanita yang dia kenal hanya sebentar itu pun hanya sebatas tau tapi dia harus menerima pilihan abi dan juga yakin ini adalah yang terbaik untuk nya.
" jangan tegang, insya Allah semua akan berjalan lancar." Abi menepuk pundak hafidz.
Dia mengangguk dan berusaha tersenyum.
" terima kasih sudah menuruti keinginan Abi, semoga Allah meridhoi kita semua." kata abi lagi.
" Aamiin..." hafidz hanya bisa meng amin kan.
mereka pun segera pergi ke mesjid dan nanti setelah pulang dari mesjid mereka akan melangsungkan pernikahan antara hafidz dan Zahra.