KDRT dan sederet teror, Mendung dapatkan setelah dirinya menolak rencana pernikahan Andika, suaminya. Andika akan menikahi Yanti, bosnya sendiri. Demi kehidupan enak, dia tega menjebloskan Pelangi—putri semata wayangnya dan Mendung, ke penjara.
Padahal, selama enam tahun terakhir ketika Andika mengalami stroke, hanya Mendung dan Pelangi yang sudi mengurus sekaligus membiayai. Fatalnya, ketidakadilan yang harus ia dan bundanya dapatkan, membuat Pelangi menjadi ODGJ.
Ketika mati nyaris menjadi pilihan Mendung, Salman—pria dari masa lalunya dan kini sangat sukses, datang. Salman yang memperlakukan Mendung layaknya ratu, mengajak Mendung melanjutkan kisah mereka, meski kini mereka sama-sama lansia.
Akan tetapi, selain Salman masih terikat pernikahan, penyakit kronis juga tengah menggerogoti kesehatannya. Masihkah Mendung bisa bahagia, bersama pria yang selalu meratukannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bukan Emak-Emak Biasa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tiga Puluh Dua
“Om ... jangan ke sini. Ester ke sini untuk mencari Om.” Suara dokter Amir terdengar layaknya berbisik-bisik.
Dalam mobil, Salman yang menerimanya perlahan berhenti. Sebab di sebelahnya merupakan gerbang klinik pribadi milik dokter Amir. Satpam yang berjaga saja sigap mendorong pintu.
Di tengah dunianya yang jadi berputar lebih lambat, Salman menoleh ke sebelah kirinya. Di sana, Mendung ketiduran. Wajahnya yang tak lagi muda dan justru dipenuhi beban, terpejam dan tampak kelelahan.
Walau di hadapannya merupakan klinik dokter Amir dan menjadi tujuannya, Salman sengaja putar balik. Ia tak jadi ke sana, apalagi selain dokter Amir berjanji akan membantu mengurus Pelangi, dokter muda itu juga berjanji akan terus merahasiakan semua yang berkaitan dengan Salman.
“Sebentar yah, Ndung. Malam ini saja, kalian tak bersama. Pelangi tetap aman meski tidak bersama kita. Amir pemuda yang baik, dia sudah seperti anakku sendiri. Aku mengambilnya dari panti ketika keluarganya tak tersisa. Dia anak dari asisten pertamaku yang sudah menjadi sahabat bahkan keluargaku sendiri. Asistenku meninggal ketika izin liburan dengan anak istrinya. Banditnya, keluarganya hanya mengambil hartanya, tanpa mau mengurus Amir. Rumah, mobil, tabungan, semuanya mereka rampas, sementara Amir mereka buang ke panti asuhan. Sebagai gantinya, selain aku yang diam-diam membesarkan Amir, aku juga sudah menjebloskan para bandi t itu ke penjara. Jadi, sekarang kamu harus tahu, konsep anak dalam hidupku, tidak harus karena mereka benihku. Yang seperti Amir ada dua lagi. Sementara Ester, dia anak Dayatri.”
“Aku rasa Ester juga menyukai Amir. Hanya saja, cintanya terhalang restu Dayatri. Dayatri tak sudi Amir menjadi pendamping Ester, hanya karena Amir anak asistenku. Bahkan walau sekarang, Amir sudah jadi dokter, dan aku telah memberinya klinik sebesar itu. Hati Dayatri memang sangat batu.”
“Jadi, sekalipun selama ini Dayatri juga selalu berusaha memperhatikanku, justru hatiku yang akan menjadi batu jika itu untuknya. Kepada Ester, aku memang masih peduli. Namun kepada Dayatri, sungguh hanya ada benci. Hingga ketika aku bersamamu, rasanya aku sangat bahagia. Bahkan walau kamu terus mencoba menjaga jarak dariku. Perhatianmu yang mulai hadir setelah tahu sakitku, ... itu membuatku sangat bahagia Ndung.”
“Jujur, alasanku kembali ke kampung halaman melalui datang ke pernikahan Yanti, itu juga bagian dari rencana jahatku kepadamu. Kenapa aku menyebut ini rencana jahat? Karena aku memang sudah ada niatan untuk merebut kamu dari Andika bahkan putrimu.”
“Namun ternyata semuanya di luar dugaan. Malah suami kamu yang menikah dengan Yanti. Bahkan kamu dibuat menderita oleh Andika!”
“Percayalah Ndung, aku akan membahagiakan kamu maupun Pelangi. Aku sudah menganggap Pelangi seperti anak sendiri. Ke depannya pun, kita cukup fokus pada kesembuhan Pelangi.”
“Ayo, kita sama-sama memantau Pelangi. Perkenalkan Pelangi dengan pria baik-baik, membiarkan dia menikah dan bahagia dengan pasangan maupun anak-anak mereka. Bukankah yang seperti itu, yang akan membuat masa lansia kita sangat indah?”
“Nanti, ... kita momong anak Pelangi ya Ndung. Rencananya aku ingin merobohkan rumahmu, kemudian membangun istana di sana untuk kita. Taman dan ternak juga akan aku buatkan lokasi lebih bagus lagi!”
“Dan aku janji, ... aku akan sembuh buat kalian. Aku manut, nurut ke kamu, Ndung.”
“Kamu juga enggak usah takut ke Dayatri. Karena kami juga sudah menjalani proses cerai. Dari Yanti menikah pun, kami sudah menjalani sidang pertama. Hanya saja, Dayatri terus melakukan segala cara agar kami bersama.”
“Karena saking niatnya aku ke hubungan kita, urusan klinik Amir pun sengaja aku bangun di sini saja, enggak sampai di Jakarta, atau kota lain.”
“Oh iya ... perihal ini, Ester memang belum tahu.”
Walau baru mengatakan semuanya dalam hati, Salman merasa sangat lega. Air matanya berlinang, dan ia sampai sesenggukan.
***
“Dia siapa?” Ester menatap curiga Pelangi yang masih diam sembari memangku Gembul.
Padahal, Talita tengah menguncir tinggi rambut Pelangi. Sebab Gembul yang terus menempel ke Pelangi, tak segan menarik-narik rambut Pelangi.
Di sebelah dokter Amir, Ester yang duduk di sofa panjang juga, makin sibuk memperhatikan Pelangi.
“Kayak pernah lihat, tapi di mana gitu. Wajahnya beneran enggak asing,” bisik Ester, tapi lagi-lagi dokter Amir hanya membalasnya dengan senyuman tanpa balasan berarti.
“Kakak enggak berpindah hati ke dia, kan?” ucap Ester yang kali ini melirik dokter Amir penuh kecurigaan.
“Apaan sih?” lirih dokter Amir.
“Ya takutnya, Kakak menyerah hanya karena sampai sekarang, mama belum kasih kita restu,” ucap Ester. Gadis berusia dua puluh satu tahun itu lalu mendekap erat pinggang dokter Amir.
“Aku bela-belain bolak balik Jakarta ke sini, hanya buat ketemu Kakak. Sekalian cari papa. Enggak tahu ini papa ke mana.”
“Biarin papa kamu bebas. Papa kamu sudah terlalu tersiksa karena mama kamu.” Setelah mengucapkan kalimat tersebut, dokter Amir langsung ditatap dengan tatapan penuh kesedihan oleh Ester.
“Kamu beneran enggak kasihan ke papa kamu? Aku saja kasihan banget.”
“Mama cinta banget ke papa, Kak. Dan–”
“Cinta dan obsesi hanya berbeda tipis, Dek! Biarkan mereka bercerai!”
Kalimat, “biarkan mereka bercerai!” yang baru saja dokter Amir tegaskan meski dengan suara lirih, langsung mengusik Pelangi.
Pelangi merasa, kalimat tersebut tidak asing untuknya. “Bercerai ...?”
Kemudian, Pelangi berangsur berdiri. Tatapannya masih menerka-nerka dan cenderung menunduk. Ia tetap menggendong Gembul di depan dadanya.
“Aku enggak mau orang tuaku bercerai, Kak. Enggak apa-apa meski setiap saat mereka selalu bertengkar. Asal saat bareng aku, papa mama jadi akur. Aku akan melakukan segala cara agar mereka bersama!” ucap Estes sambil menatap dokter Amir penuh keseriusan.
Ucapan Ester barusan bertepatan dengan Pelangi yang akan melangkah. Efek ucapan Ester yang lagi-lagi terdengar tak asing di telinga maupun ingatan Pelangi, gadis itu tak jadi pergi. Pelangi seolah terhipnotis pada ucapan Ester.
“Cerai ... bercerai ... cerai ... bercerai!” pikir Pelangi yang kemudian memejamkan erat kedua matanya. Detik itu juga, ia melihat bayang-bayang adegan layaknya film lawas, di dalam benaknya.
Dalam benaknya, Pelangi melihat adegan Mendung di–KDRT oleh Andika. Sementara tak jauh dari keduanya, selalu ada bocah perempuan. Kejadian yang terjadi di dalam rumah sederhana. Kejadian yang terus saja terjadi, dari bocah perempuan itu masih kecil, hingga bocah itu beranjak dewasa.
“Bunda, aku mohon bertahan. Bersabarlah sebentar lagi. Aku mohon jangan bercerai. Aku enggak mau kehilangan ayah. Aku mau bunda maupun ayah. Aku mau kalian bareng-bareng aku!” Bayang-bayang kali ini Pelangi kenali sebagai dirinya. Iya, ternyata gadis kecil yang terus meminta Bundanya bertahan, justru dirinya.
Pelangi kecil tak segan mengobati luka KDRT bundanya karena Andika. Asal sang Bunda bertahan, tidak minta bercerai. Namun di ingatan selanjutnya. Ingatan ketika Andika menghajar Mendung. Andika berdalih akan tetap menikahi Yanti walau Mendung dan Pelangi menentang.
“Bunda ... bercerailah ....” Bibir Pelangi berucap lirih. Ia refleks mengucapkannya seiring adegan di ingatannya.
“Bunda bercerailah!” ucap Pelangi lagi dan kali ini sampai berteriak.
Dokter Amir yang awalnya sudah berusaha bangun untuk memastikan Pelangi, tapi terus Ester halangi, sampai mendorong Ester.
“Ndah ... Ndah Bundah!” Pelangi mencari Bundanya di tengah air matanya yang sibuk berjatuhan.
(Ramaikan)