Dendam dua jiwa.
Jiwa seorang mafia cantik berhati dingin, memiliki kehebatan dan kecerdasan yang tak tertandingi, namun akhirnya hancur dan berakhir dengan mengenaskan karena pengkhianatan kekasih dan sahabatnya.
Jiwa yang satu adalah jiwa seorang gadis lugu yang lemah, yang rapuh, yang berlumur kesedihan dan penderitaan.
Hingga akhirnya juga mati dalam kesedihan dan keputus asaan dan rasa kecewa yang mendalam. Dia mati akibat kelicikan dan penindasan yang dilakukan oleh adik angkatnya.
Hingga akhirnya dua jiwa itu menyatu dalam satu tubuh lemah; jiwa yang penuh amarah dan kecewa, dan jiwa yang penuh kesedihan dan putus asa, sehingga melahirkan dendam membara. Dendam dua jiwa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ikri Sa'ati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 7. Aku Adalah Aku yang Sekarang
Arden berhasil berdiri di atas kedua kakinya, meski masih agak limbung dan kepalanya masih pusing. Matanya yang penuh kobaran amarah menatap tajam pada Annabella seakan hendak menelan gadis cantik itu hidup-hidup.
Rasa penasaran begitu cepat menyerang pikirannya, sehingga berubah menjadi kemarahan yang tak terkendali.
"Kau mau apa lagi, Arden?" tanya Annabella tetap tenang, masih tersenyum dingin, tatapannya begitu tajam. Tak ada lagi rasa hormat seorang adik terhadap sang kakak yang brengsek. "Apa... dua tamparanku tadi masih kurang?"
"Apa kau mau yang lebih keras dari itu....?"
"Apa kau kira... punya sedikit keberanian dan kemampuan, sudah bisa mengalahkan aku hah?!"
Amarah semakin berkobar dalam dirinya mendengar ucapan Annabella yang begitu menghina harga dirinya. Tak dilihat lagi gadis di depannya itu sebagai adiknya, melainkan sebagai musuh yang harus ditumbangkan.
"Aku ingatkan lagi padamu, Arden," kata Annabella tetap tenang, "jangan coba-coba berbuat macam-macam lagi padaku...! Kau bakal tahu akibatnya!"
"Brengsek!"
Lalu Arden maju menyerang dengan gaya ilmu bela diri. Namun semua serangannya dapat dipatahkan oleh Annabella dengan mudah. Lalu membalasnya lebih cepat, lebih keras, lebih tepat, lebih... sadis....
Annabella menghantamkan kedua kepalannya dua kali berturut-turut, ke wajah terus dilanjutkan ke dada Arden. Sehingga membuat pemuda itu terjajar ke belakang.
Sementara Annabella tidak berhenti....
Dia maju dengan cepat dan tepat. Lalu melayangkan kaki kanan, mendupak dengan keras dan telak dada Arden. Sehingga membuatnya bukan lagi terjajar, tapi kembali jatuh dengan mantap di atas lantai keramik yang mengkilap.
Membuat suasana di ruang tengah itu semakin mencekam, semakin mendebarkan, semakin menegangkan.
Begitu mudahnya Annabella mempecundangi Arden, seorang yang juga ahli dalam bela diri. Membuat Tuan Abraham, Nyonya Chalinda, dan Nindira merasa ngeri merinding saat menatap Annabella kini.
Mereka semakin tidak mengerti, semakin asing, semakin merasakan aneh dengan penampakan Annabella kini, seorang gadis cupu yang dulunya begitu penakut, begitu penurut.
Sedangkan Nikita menatap Annabella dengan beragam ekspresi. Tapi satu hal yang dia garis bawahi tentang penampakan Annabella saat ini, yang begitu ganjil, itu merupakan ancaman bagi eksistensinya di rumah ini.
Maka kedepannya dia harus berhati-hati jika hendak berbuat masalah dengan gadis itu.
Sementara Dareen menatap Annabella dengan tatapan rumit. Pikiran dan akal sehatnya belum bisa mencerna perubahan drastis yang dipamerkan oleh Annabella yang begitu janggal, menurutnya.
Nindira, saat mendengar erangan tertahan Arden yang masih terbaring mengenaskan di lantai, langsung bergegas menghambur ke arahnya. Lalu dia membatu kakaknya bangkit, dan hendak mengantarnya duduk di sofa.
Tapi Arden lebih memilih untuk meninggalkan tempat ini. Rasa malu yang menyatu dengan dendam dan kemarahan terlalu kuat menguasainya. Akhirnya dia pergi menuju kamarnya dengan diantar oleh tatapan Nindira dan Nyonya Chalinda yang penuh iba.
"Sepertinya kamu sekarang sudah merasa hebat karena sedikit memiliki bela diri," kata Dareen bernada dingin sambil menatap tajam penuh kemarahan pada Annabella. "Sehingga kamu sekarang sudah berani membangkang."
"Apa kau juga ingin merasakan kehebatanku, Tuan Dareen?" tanggap Annabella seakan menantang sambil tersenyum, tapi kesannya seperti seringai ejekan.
Sementara sikap dan auranya tetap stabil, dingin sekaligus tenang.
"Keparat!" hardik Dareen dalam nada pelan, tapi itu adalah lontaran kemarahannya.
Dia hendak berdiri, hendak menindaki Annabella dengan hukuman berat. Tapi....
★☆★☆
"Cukup, Dareen!" cegah Abraham Winata dengan cepat. "Kamu diam saja dan jaga adikmu itu. Jangan biarkan dia ketakutan."
Dareen hendak mengabaikan perintah papanya karena saking marahnya terhadap perangai buruk Annabella. Tapi Abraham Winata menguncinya dengan tatapan tajam.
Ditambah lagi Nikita langsung menatapnya dengan ekspresi ketakutan.
"Kak, aku... takut," ucapnya bernada seolah merasa takut yang sangat.
Terus terang, perasaannya memang benar-benar takut. Tambah dia baluti dengan dramanya. Sehingga luaran yang tampak Nikita benar-benar ketakutan.
"Kamu tenang saja, Kakak menjagamu di sini," kata Dareen bernada lembut, penuh perhatian, penuh perlindungan.
Annabella yang melihat adegan itu, tanpa terpengaruh sama sekali. Sikapnya tetap tenang. Tatapannya tetap datar dan dingin.
Sementara Nindira, setelah memastikan Arden tak ada lagi di ruang tengah ini, dia seketika langsung menatap Annabella dengan ekspresi yang begitu rumit; marah, kecewa, sekaligus sedih.
"Bella, kenapa kamu berbuat ini semua?" ucapnya dengan nada sedih yang tulus, sekaligus kecewa --namun itu adalah kenaifannya--. "Kenapa kamu memperlakukan Kak Arden seperti ini?"
"Karena dia memang pantas mendapatkan pelajaran itu dariku," sahut Annabella dengan tenang, enteng dan santai, tak ada rasa bersalah sama sekali dalam sikapnya.
"Apa sekarang kamu sudah begitu kurang ajarnya pada kakakmu?" Nindira masih mengungkapkan rasa kecewanya yang naif. "Pada kami semua?"
"Kau menganggap perbuatanku pada pecundang itu dan kepada kalian semua sebagai suatu kekurang ajaran," kata Annabella mengungkapkan kritikan, "sementara penindasan yang kalian lakukan selama ini padaku, kalian nggak anggap itu suatu kekurang ajaran...."
"Sungguh otak kalian memang benar-benar terbalik," lanjutnya seraya tersenyum dingin yang terselubung duka. Sungguh ucapannya itu begitu sarkatis.
Abraham Winata dan Dareen jelas tersinggung dengan ucapan penuh penghinaan itu. Namun kedua papa dan anak itu hanya bisa diam di tempat duduk masing-masing sambil menatap penuh kebencian pada Annabella.
"Siapa kamu sebenarnya, Bella?" seketika Nyonya Chalinda bertanya bernada sedih campur amarah. "Apa kamu menyembunyikan sesuatu dari kami selama empat tahun ini?"
"Kenapa kau bertanya seperti itu, Nyonya?" tanya balik Annabella dengan dingin dan sikap tenangnya.
"Kamu dulu begitu penurut, Bella," sahut Nyonya Chalinda bernada sedih. "Tapi... kenapa kamu sekarang semakin membangkang dan semakin kurang ajar? Bahkan... kamu berani menindas kakakmu."
"Perlu kau ketahui, Nyonya Chalinda, dan kalian semua," kata Annabella dengan nada dingin yang bertabur amarah dan dendam, "aku bukan lagi Annabella yang dulu, yang begitu penurut, begitu lugu, begitu penakut...."
"Aku adalah aku yang sekarang," lanjutnya semakin menggebu, "yang sudah lelah dengan penindasan yang kalian lakukan kepadaku hanya karena aku seolah-olah telah menindas anak kesayangan kalian itu...."
Saat mengucapkan kalimat terakhirnya itu dia menunjuk Nikita dengan penuh penghinaan bercampur kemarahan.
"Aku adalah aku yang sekarang, yang nggak tinggal diam jika kalian hendak menindasku, yang akan berani melawan kalian jika kalian menantangku."
"Bella, kenapa setelah sembuh kamu jadi bertingkah aneh begini?" kata Dareen bernada dingin bercampur sinis. "Apa kamu sudah nggak menghormati lagi kami selaku keluargamu?"
"Huh, menghormati keluarga katamu!" dengus Annabella bernada dingin.
"Apa kau pantas mendapat rasa hormat dariku..., apa kalian pantas mendapat rasa hormat dariku," lanjut Annabella bernada mengejek, "setelah apa yang kalian perbuat kepadaku selama ini, hmm?"
"Jangan mimpi, Tuan Dareen yang terhormat," Annabella terus saja melontarkan pernyataan beraninya dengan nada dingin penuh dendam, "jangan pernah mimpi lagi...."
"Mulai sekarang aku nggak akan punya rasa hormat lagi pada kalian... semuanya...."
Annabella lebih menekan ucapannya pada kalimat terakhirnya. Lalu dia memungkas ucapannya dengan berkata sambil melirik tajam pada Nikita.
"Mulai sekarang kalian harus menjaga anak kesayangan kalian itu agar jangan main drama lagi kepadaku...."
"Karena jika dia berani main drama lagi denganku, aku akan mematahkan seluruh tulangnya!"
Mendengar itu Nikita langsung merinding ngeri. Sedangkan yang lain, entah kenapa mereka seolah terintimidasi dengan semua ucapan Annabella. Sehingga tenggelam dalam diam penuh amarah.
Lalu Annabella beralih pada Bibi Lastri yang masih setia di situ, lalu berkata mengulangi ucapannya yang belum ditanggapi tadi.
"Bibi, aku sepertinya lupa di mana kamarku berada. Tolong antarkan aku ya, Bibi! Atau aku nggak punya kamar di rumah ini?"
"Punya, Nona Ke Dua," sahut Bibi Lastri dengan segara. "Mari, Nona, bibi antarkan!"
Kemudian Bibi Lastri menuntun Annabella menuju kamarnya di lantai atas.
Sementara Abraham Winata dan istri serta anak-anaknya masih tenggelam dalam diam. Namun pikiran mereka terus berkecamuk akibat apa yang mereka saksikan barusan.
Sebuah pertunjukkan yang diperlihatkan oleh Annabella yang begitu ganjil dan aneh, yang belum pernah dia lakukan.
★☆★☆★