Tania seorang gadis yatim piatu yang tinggal bersama paman dan bibinya yang kebetulan tidak memiliki keturunan. Di usianya yang ke 20 tahun ini Tania harus berjuang sendiri melanjutkan hidupnya karena paman dan bibinya pun sudah meninggal dunia.
Memiliki seorang sahabat yang baik, tentu merupakan anugerah bagi Tania. Shasa adalah sahabat yang selalu ada untuknya. Mereka bersahabat mulai dari SMA. Siapa yang menyangka persahabatan mereka akan berubah menjadi keluarga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rumah Tania
Saat melangkah masuk ke dalam gang rumah Tania, Saif dan Shasa menjadi perhatian tetangga yang sedang ngobrol di depan rumahnya. Saif dan Tania tetap permisi saat lewat di depan mereka. Seperti biasa, pastinya mereka menjadi bahan ghibahan.
"Tamunya siapa itu?"
"Kayaknya itu temannya si Tania."
"Oh, kok sama cowok? Tapi kayaknya mereka mirip."
"Kakaknya paling."
Akhirnya mereka sampai di rumah Tania.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam. Masuk saja Sha. Aku lagi di kamar mandi ini."
"Iya!"
Shasa mengajak abangnya masuk. Di ruang tamu yang berukuran kecil itu sudah ada karpet yang digelar. Mereka duduk di sana.
Saif memperhatikan keadaan rumah Tania.Rumah itu memang berukuran kecil. Namun penataannya cukup rapi dan nyaman. Di dinding ruang tamu terdapat beberapa bingkai foto Tania saat sekolah.
Ternyata Tania sedang wudhu'. Ia hendak shalat Dhuhur karena pekerjaan tukang baru selesai.
"Tunggu sebentar ya, Sha. Aku mau shalat. Sudah jam 2 ini.... "
Ucapan Tania terhenti saat melihat sosok yang duduk di samping Shasa. Saat ini Tania sedang memakai daster yang panjangnya di bawah lutut dan rambutnya ia bungkus dengan handuk.
Sontak Saif langsung mengalihkan pandangannya. Sedangkan Tania langsung masuk ke kamarnya.
"Duh, ngapain si pak Saif ikut Shasa. Shasa juga nggak bilang-bilang tadi." Batinnya.
Tania segera memakai mukenah dan melakukan shalat Dhuhur. Setelah selesai shalat, ia memakai baju dan jilbab instan lalu keluar dari kamar untuk menemui tamunya.
"Maaf sudah menunggu." Ujar Tania, agak canggung karena ada Saif. Biasanya mereka bebas berbicara dan bercanda.
"Sudah selesai tukangnya, Tania?"
"Iya, alhamdulillah, sudah."
"Ya sudah kuenya kita makan bareng saja."
"Banyak banget kamu bawa kue, Sha."
"Iya, tadi karena aku kira tukangnya masih ada. Hehe... Ya sudah ndak pa-pa. Ayo kita habiskan."
Tania melirik ke arah Saif. Kebetulan Saif sedang menunduk membalas chat dari seseorang.
"Bang, ayo dimakan." Ujar Shasa.
"Ah, iya."
"Maaf Pak, rumah saya begini adanya. Jadi maaf kalau kurang nyaman." Ujar Tania.
Saif hanya menganggukkan kepala.
Tania dan Shasa sedang asik makan bolen sambil bercerita salah satu teman mereka yang kemarin jatuh terpeleset. Saif hanya mendengarkan mereka.
"Sangat sederhana pertemanan mereka. Jadi di sini Shasa sering main." Batinnya.
Saif pun ikut makan kue bersama mereka.
"Habis ini kita makan ya. Kebetulan tadi aku masak buat pak tukang, masih ada lebihan. Tapi menunya sederhana saja."
"Ndak perlu, Tania. Kita sudah kenyang. Buat makan malam mu saja nanti."
"Ndak apa-apa kok. Nanti malam aku mau beli tempe mendoan di depan. Murah meriah lgi, Sha. Seribuan saja, haha.... "
"Gadis yang sederhana. Dia tertawa nampak tidak ada beban. Padahal ia hidup hanya sebatang kara." Batin Saif.
Dari tadi Saif selalu membatin. Ternyata dugaannya tentang Tania salah besar. Benar kata sang bunda. Tania ini adalah teman yang baik untuk adiknya. selain sosoknya yang mandiri, cerdas, periang, ia juga wanita yang tangguh. Jadi, ia tidak perlu mengkhawatirkan Shasa. Justru ia perlu menitipkan Shasa kepada Tania.
"Duh, sakit perut." Shasa memegangi perutnya.
"Mau BAB, Sha?"
"Hem, kayaknya. Boleh ya numpang?"
"Boleh lah. Seperti biasa, jongkok ya bukan duduk."
"Iya, iya."
Shasa langsung ngacir pergi ke kamar mandi karena sudah tidak kuat ingin buang angin.
Tania baru sadar jika saat ini hanya ada dirinya dan Saif. Ia mendadak jadi salah tingkah karena tidak tahu harus berbuat apa atau berbicara apa. Mau ditinggal takut tidak sopan.
"Eh, silahkan dilanjutkan pak. Kuenya enak."Ujar Tania dengan canggung.
Saif pun mengambil kuenya lagi dan memakannya. Namun tiba-tiba ia tersedak
"Uhuk-uhuk... "
Sontak Tania menyodorkan gelas yang berisi air putih kepadanya. Dan tanpa sengaja Saif menyentuh tangan Tania. Tania yang terkejut pun langsung menarik tangannya.
"Maaf."
"Eh, tidak apa-apa pak."
Ja tahu jika Saif tidak sengaja melakukannya.
Cukup lama Shasa berada di dalam kamar mandi.
Tiba-tiba, handphone Saif berdering. Ia permisi keluar untuk mengangkatnya. Saif berdiri di depan teras rumah Tania.
Tidak lama kemudian, Shasa keluar dari kamar mandi.
"Shasa kamu BAB apa bertapa sih?"
"Haha... enak saja, emang aku mbah dukun. Mana abang?"
"Di depan, lagi terima telpon."
"Oh..."
Beberapa saat kemudian, Saif masuk ke dalam.
Shasa tidak berani bertanya kepada Saif siapa yang menelponnya. Namun Saif sendiri yang bicara. Yang menelpon barusan adalah Dini. Dini meminta tolong kepada Saif untuk dicarikan guru les buat anak Dini yang masih berusia 5 tahun dan duduk di kelas TK A. Tugasnya hanya mengajarkan menulis, membaca dan berhitung. Sekaligus membantu mengerjakan PR dari sekolah.
"Masih TK juga, bang. Kenapa nggak mbak Dini saja yang ngajarin Cinta."
"Kadang anak-anak kalau diajari orang tuanya sendiri itu malah meremehkan."
"Iya juga sih. Terus abang punya teman gitu?"
Saif menggelengkan kepala.
Tiba-tiba saja Shasa melirik Tania.
"Tania, kayaknya kamu cocok deh jadi guru lesnya Cinta."
"Huh, aku?"
"Iya. Kamu kan juga udah kenal sama Cinta."
"Kan aku sudah kerja, Sha."
"Hanya dua kali dalam seminggu. " Sahut Saif.
"Nah tuh kan. Lumayan itu, Tania. Pulang kuliah aku bisa anterin ksmu ke rumah Mbak Dini."
"Duh, jadi ngerepotin kalau begitu, Sha. Nggak deh. Coba aku punya kendaraan sendiri, mungkin masih aku pertimbangkan."
"Hem... gampang kalau gitu. Pakai saja motorku. Motorku sudah lama nganggur tuh."
"Gampang sekali kamu ngomongnya, Sha. Cari aja yang lain dulu. Nanti kalau belum ada, kabari aku."
"Okey, siap."
Sudah jam 4 sore. Setelah numpang shalat Ashar di rumah Tania, mereka pun pamit pulang. Tania berterima kasih kepada Shasa dan Saif karena sudah menyempatkan diri untuk main ke rumahnya. Bahkan Tania mengantar mereka sampai ke luar gang.
Setelah Saif dan Shasa naik ke mobil dan pulang, Tania pun kembali ke rumahnya.
Di perjalanan pulang, Saif sempat menanyakan perihal Tania kepada Shasa. Ia bertanya sejak kapan Tania tinggal sendiri dan awal pertemanan mereka. Saif cukup tertarik mendengar cerita dari Shasa.
"Dulu sempat ada yang mau adopsi Tania lho, bang."
"Oh ya?"
"Hem, karena mereka sangat iba keoadanya. Tapi Tania menolaknya dengan halus. Dia ingin menjadi dirinya sendiri dan bertahan dengan kemampuannya sendiri."
"Hebat.Kamu juga harus punya pendirian sepertinya. "
"Ehem... ngomong-ngomong kalau Tania yang jadi guru lesnya Cinta, abang setuju nggak?"
"Abang sih terserah."
"Setuju nggak? Bukan terserah jawabnya." Tekan Shasa. Tumben sekali ia berani menekan abangnya.
"Iya setuju."
"Nah gitu dong. Jadi nanti tugasku yang membujuknya. Hehe....
Saif hanya mengulum senyum.
Bersambung....
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Biar lebih gampang merawat Tania dan full pahala
Aku yakin ayah ,bunda sama Sasha setuju
semoga cepat sembuh dan kabar bahagia untuk Tania soon y Thor 🤲🥰