Pesantren Al-Insyirah, pesantren yang terkenal dengan satu hal, hal yang cukup unik. dimana para santriwati yang sudah lulus biasanya langsung akan dilamar oleh Putra-putra tokoh agama yang terkemuka, selain itu ada juga anak dari para ustadz dan ustadzah yang mengajar, serta pembesar agama lainnya.
Ya, dia adalah Adzadina Maisyaroh teman-temannya sudah dilamar semua, hanya tersisa dirinya lah yang belum mendapatkan pinangan. gadis itu yatim piatu, sudah beberapa kali gagal mendapatkan pinangan hanya karena ia seorang yatim piatu. sampai akhirnya ia di kejutkan dengan lamaran dari kyai tempatnya belajar, melamar nya untuk sang putra yang masih kuliah sambil bekerja di Madinah.
tetapi kabarnya putra sang kyai itu berwajah buruk, pernah mengalami kecelakaan parah hingga membuat wajahnya cacat. namun Adza tidak mempermasalahkan yang penting ada tempat nya bernaung, dan selama setengah tahun mereka tidak pernah dipertemukan setelah menikah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Penapianoh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MENJELANG HARI H
Keluarga Kyai Firdaus selesai mengerjakan shalat Dhuha bersama di masjid Nabawi. Saat ini Adza tampak mengantri dengan jamaah lainnya untuk mengambil air zam-zam karena kebetulan dia membawa tumblr untuk mengisi.
"MasyaAllah, enaknya air ini ..."
Setelah mendapatkannya, Adza meminum air itu dengan tatapan senang. Dia berjalan ke arah luar dari area masjid dan mendapati anak buahnya yang sudah menunggu.
"Keluarga Kyai Firdaus sudah berkumpul di salah satu sisi masjid, mereka menunggu Nona."
Adza mengangguk lalu tersenyum dan berjalan dengan arahan dari anak buahnya yang sudah tahu di mana tempat perkumpulan keluarga Kyai Firdaus. Berjalan beberapa meter, disana, di bawah payung-payung masjid terlihat keluarga Kyai Firdaus sudah duduk dalam posisi melingkar, terlihat belum membuka pembicaraan hingga dia bergegas kesana.
"Assalamualaikum, maaf saya lama," ujarnya tak enak hati membuat sekeluarga itu menatapnya seraya menjawab salamnya.
"Waalaikumussalam Warahmatullah, silakan duduk saja langsung, Adza. Kita mau membahas tentang apa saja yang akan dilakukan." Firdaus berkata membuat Adza tersenyum sopan dan duduk di sebelah Ameena.
Kyai Firdaus memperhatikannya lalu menatap Azka yang ada di sebelahnya.
"Bismillahirrahmanirrahim, sebelum kita melanjutkan. Ini adalah Azka yang sudah melamar kamu lewat panggilan telepon dan kami yang menyampaikan. Jadi di sini sebelum benar-benar menikah, saya sebagai pengajar dan juga orang tua Azka yang ingin menikahi kamu bertanya sekali lagi. Sungguhan benar-benar siap menikah dengan Azka? Secara kamu belum mengenal dia dengan baik dan juga tidak tahu bagaimana sifatnya. Mau menikahinya?" tanya Firdaus membuat Adza menatap ke arah Azka sementara anak buahnya berjaga dengan duduk disana.
"Saya memang belum tahu sifat dari Gus Azka, hanya saja Allah meyakinkan saya untuk menerimanya. Mungkin terdengar tergesa-gesa karena sama sekali tidak ada hubungan taaruf yang kami lakukan, sementara kami tidak saling mengenal jadi saya memang berniat untuk menerimanya tapi dengan syarat," ujarnya pelan membuat Azka menatapnya dengan tatapan serius.
Adza menelan ludahnya pelan lalu memainkan tangannya dengan gugup. Sementara Faiz berharap itu adalah sebuah hal yang tidak bisa diterima oleh Azka agar dia bisa menggantikan posisi adiknya.
"Apa yang ingin kamu minta? Katakan saja." Firdaus yang mewakili membuat Azka khawatir.
Dia khawatir adza malah memintanya menunjukkan wajah, padahal untuk saat ini dia merasa tidak siap karena wajahnya masih belum begitu sembuh. Dia hanya takut adza merasa ilfeel dengannya dan gagal menikah.
"Emm, jangan madu saya."
"Hah?" Azka menatapnya tak percaya.
adza menatap Azka sementara keluarga pria itu memperhatikan saja karena mereka memang mengizinkan Azka dan adza untuk bicara.
"Sampai kapanpun saya tidak mau dimadu," ujarnya membuat Azka yang masih tercengang akhirnya tersadar.
"Saya tidak bersama dengan Gus selama enam bulan, saya berjanji tidak akan berselingkuh atau mendekati laki-laki manapun. Jadi saya berharap, tidak ada istilah Gus merasa jauh dari istri sehingga tergoda dengan seorang gadis lalu menikahinya disini. Saya harap, kita bisa sama-sama konsisten dan berkomitmen."
Azka tersenyum pelan dan menatap Adza.
"Saya berjanji juga akan melakukan apa yang kamu inginkan. Sudah lama saya disini dan melihat semua gadis yang ada. Tetapi sama sekali saya tidak pernah tertarik untuk menikahi mereka, bahkan teman sekelas saya sendiri pun saya tidak mau menikahinya. Saya tetap mencari seorang istri yang berasal dari negara saya agar lebih mudah untuk segala adaptasi dan urusannya. Jadi, saya yakin tidak akan pernah melakukan seperti apa yang kamu takutkan," ujarnya seraya menatap wajah adza yang langsung tersenyum.
"Ada banyak saksi dari dua helah pihak disini, semoga Gus menepati janji."
Azka tersenyum dan mengangguk. "InsyaAllah."
Adza menghela napas pelan. "Lalu yang kedua, saya tidak mau Gus main tangan nanti kalau sudah berkumpul dengan saya. Dari saya kecil sampai sebesar ini, tidak pernah sama sekali orang tua saya memukul saya. Jadi saya tidak mau Gus menjadi pribadi yang tempramen, kalau saya ada salah tegur saja dan jangan sampai memukul. Bisa?" tanyanya membuat Ameena tersenyum dan menatap wajah ayahnya yang ada disana.
"Azka bukanlah anak yang suka memukul," ujar rini membuat Adza tersenyum pelan.
"Saya jelas tidak akan memukul, jika saya bisa melakukan hal yang lebih baik maka akan lebih baik juga saya melakukannya. Kenapa harus memukul sementara Rasul saja tidak pernah memukul istrinya?" tanyanya membuat Adza menunduk pelan.
"Mana tahu, saya juga tidak bisa membuat Gus menyukai saya terus. Makanya saya tidak mengatakan itu, apalagi kita tidak taaruf, tidak pacaran tapi langsung menikah jadi saya tidak bisa apa saja yang harus saya lakukan. Saya orangnya apa adanya, jadi saya hanya akan menjadi seorang yang apa adanya juga. Saya harap Gus tidak kaget melihat sikap asli saya," gumamnya membuat Azka tersenyum.
"InsyaAllah saya akan terima. Semuanya yang kurang dari kamu, tidak akan menjadi alasan saya untuk sembarangan berkata kasar. Saya berharap kamu benar-benar menghilangkan ketakutan itu. Saya tidak akan melakukan kekerasan dan saya juga tidak akan memadu kamu. Jadi jangan khawatir dan yakinlah kalau kita bisa saling mengenal setelah ini dan bisa menjalankan pernikahan dengan baik kedepannya."
Adza tersenyum dan menatap wajah anak buahnya yang diam saja. Mereka mulai melanjutkan percakapan yang lainnya tentang mahar, tentang persiapan dan juga segala hal yang dibutuhkan Sampai akhirnya mereka mengerjakan shalat Dzuhur berjamaah di masjid itu lalu setelahnya mereka mencari makan dan menyewa pakaian.
Besok pagi adza akan mengucap akad nikah hingga dia harus bersiap melakukannya. Kedepannya nanti dia akan menjadi seorang istri walaupun harus berpisah selama enam bulan sebelum benar-benar bersama lagi nantinya.
Setelah semua itu selesai, Adza memutuskan untuk pulang. Dia mengerjakan tugasnya sebagai seorang pemimpin perusahaan. Dia sudah harus mengerjakan beberapa pekerjaan dari para CEO yang harus dia tinjau, makanya dia tampak sangat sangatlah serius dikamarnya dan tak memiliki waktu untuk melakukan perjalanan atau mengitari masjid saat ini. Dia hanya ingin istirahat sebentar dan nanti malam juga harus istirahat karena besoknya mereka menikah.
Setelah menyelesaikan semua pekerjaannya dan Rahman mengambil laporan dari tablet itu, Adza sudah sendirian di sofa hotel sebelum dia berjalan ke arah jendela dan menarik napas.
"Mama ... Papa ... Adza belum sempat pamit dan izin ke makam kalau Adza akan menikah besok. Tetapi di sini Adza akan selalu mendoakan Mama dan Papa, mengirimkan alfatihah dan tidak akan melupakan Mama dan Papa sama sekali."
Adza menghela napasnya dan menatap pemandangan yang ada di depannya. Dia tampak menatap kubah hijau itu dengan perasaannya yang sebenarnya sedih mengingat orang tuanya, hanya saja dia tidak tahu bagaimana harus merasakannya sementara dia juga harus bahagia sekarang.
Impiannya ingin memiliki keluarga baru sudah mulai terwujud, semoga saja dia tidak salah memilih.
Ayo! Jangan sedih lagi. Cepat atau lambat bahagia sedang menantimu di depan.