Bismillah karya baru,
Sudah tiga tahun Elyana menikah dengan Excel Damara, seorang Perwira menengah Angkatan Darat berpangkat Kapten, karena perjodohan.
Pernikahan itu dikaruniai seorang putri cantik yang kini berusia 2,5 tahun. Elyana merasa bahagia dengan pernikahan itu, meskipun sikap Kapten Excel begitu dingin. Namun, rasa cinta mengalahkan segalanya, sehingga Elyana tidak sadar bahwa yang dicintai Kapten Excel bukanlah dirinya.
Apakah Elyana akan bertahan dengan pernikahan ini atas nama cinta, sementara Excel mencintai perempuan lain?
Yuk kepoin kisahnya di sini, dalam judul "Ya, Aku Akan Pergi Mas Kapten"
WA 089520229628
FB Nasir Tupar
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7 Sikap Ketus Excel
"Sayangggg." Excel memeluk Nada yang berlari ke arahnya. Dia menciuminya dengan perasaan sayang. Setelah berpelukan, Excel selalu mengeluarkan sebuah oleh-oleh dari sakunya. Entah makanan atau mainan.
"Makasih, Papa," bilang Nada gemas sembari mencium balik pipi Excel. Elyana yang sejak tadi menyaksikan kehangatan anak dan ayahnya, berdoa semoga Excel tidak menemukan luka lebam di dahi Nada.
"Ya Allah, jangan sampai Mas Excel melihatnya," doanya berharap luka lebam di dahinya tidak kelihatan Excel.
"Nada berponi, ya? Wah, cantiknya putri papa berponi," seru Excel memuji seraya dengan tidak disangka-sangka menyingkap poni Nada.
Nasib apes tidak ada di dalam kalender, begitu Elyana sering mendengar istilah ini. Tepat di hari ini, Elyana mendapat kesedihan bertubi-tubi. Menemukan foto Excel bersama seorang perempuan, Nada tersungkur jatuh dengan luka lebam di dahinya. Lalu sekarang keapesan apa lagi yang akan ditimpakan padanya setelah Excel menemukan luka lebam di dahi sang putri?
"Semoga saja Mas Excel tidak marah. Aku harus segera meminta maaf jika dia nanti melihat lebam itu." Elyana berkata di dalam hatinya.
"Kenapa dahi Nada lebam, apakah kamu tidak mengawasinya?" todong Excel seraya menatap Elyana marah. Baru kali ini Elyana mendengar Excel menatapnya marah dengan tatapan tegas dipenuhi sorotan tajam.
"Maafkan aku, Mas. Tadi, Nada tiba-tiba terjatuh dari kasurnya saat bermain boneka." Elyana memberikan alasan setelah beberapa saat terdiam. Tentu saja alasan itu hanya karangan semata, sebab kejadian yang sesungguhnya sama sekali tidak aku ketahui.
"Memangnya kamu ke mana, kamu tidak awasi Nada?" Pertanyaan dengan nada menusuk ulu hati itu kembali terlontar, seolah menuding Elyana bukanlah ibu yang baik dan selalu mengabaikan Nada.
"A~aku, tadi tinggal sebentar ke kamar mandi, saat aku kembali Nada sudah berada di bawah kasurnya." Akhirnya Elyana mengatakan yang sesungguhnya kalau dia meninggalkan Nada ke kamar mandi sehingga Nada terjatuh dan dahinya lebam.
"Ditinggal ke kamar mandi sampai dia terjatuh. Memangnya berapa lama kamu tinggalkan? Apa kamu asik main Hp di kamar mandi?" tuding Excel.
"Tidak, Mas. Buat apa aku main Hp di kamar mandi?" sangkalnya. Hati Elyana mulai bergolak, rasanya dia ingin mengungkap penemuannya, sekaligus menjawab kenapa dia meninggalkan Nada ke kamar mandi, sehingga Nada terjatuh dan tersungkur ke lantai sampai dahinya lebam.
"Banyak alasan. Di rumah tidak ada kerjaan, tapi tidak beres ngurus anak yang cuma satu dan masih balita," dumelnya seraya membawa Nada menaiki tangga dan masuk kamar.
Sebenarnya Elyana ingin membalas. Namun, dia tidak enak karena ada Nada. Elyana tidak mau dia ribut dengan suaminya di depan putri kecilnya. Terpaksa Elyana harus sabar menahan unek-unek dan rasa ingin tahu pada suaminya terkait foto itu.
Sore berganti malam, tiba makan malam, Elyana sudah berada di dapur menyiapkan makan malam bersama Bi Ocoh.
Tidak berapa lama, Excel turun dari kamar bersama Nada. Celotehan manja, kembali terdengar dari mulut mungil sang bocah. Sejak Excel pulang kerja tadi, Nada tidak lepas dari Excel. Elyana akui, Nada memang lengket dengan papanya. Bersyukur Excel pun selalu menumpahkan kasih sayang untuk anak semata wayangnya.
Namun, ketika ingat akan penemuan tadi pagi di saku kemeja Excel, keyakinan Elyana mulai pudar. Dia menduga, bisa jadi Excel hanya pura-pura menyayangi Nada.
"Bisa jadi Mas Excel hanya pura-pura menyayangi Nada. Tapi ... masa iya Mas Excel pura-pura menyayangi darah dagingnya sendiri?" Dugaan buruk itu, kemudian disangkalnya kembali. Sebab tidak mungkin seorang ayah kandung berpura-pura menyayangi darah dagingnya.
Makan malam pun berlalu, tidak ada drama yang berarti. Excel segera berlalu mengajak Nada langsung menuju lantai atas. Sedangkan Nada, masih berada di dapur membantu Bi Ocoh. Karena malam ini Bi Ocoh mau pulang, Elyana sekalian menyiapkan makanan untuk dibawa Bi Ocoh. Kebetulan rumah Bi Ocoh hanya beberapa ratus meter dari komplek perumahan kediaman Excel.
Setelah selesai, Bi Ocoh pun berpamitan. Karena malam ini tetangganya ada acara syukuran, jadi Bi Ocoh ijin pulang. "Saya pulang dulu, ya, Non. Kalau ada apa-apa hubungi saya saja," ucap Bi Ocoh. Elyana mengangguk lalu menatap kepergian Bi Ocoh yang malam ini harus pulang, lalu kembali lagi besok subuh.
Elyana meraih gelas lalu menuangkan air bening dari dispenser. Dia membawa gelas itu ke atas untuk diminum di beranda ruang tamu.
Tiba di lantai atas, suasana di dalam kamarnya tenang, sepertinya Nada sudah tertidur. Dari sore sampai Nada tertidur, Excel menemani Nada. Dan sepertinya Excel sengaja karena dia marah pada Elyana yang dianggapnya tidak becus mengurus anak.
"Krekkk."
Pintu kamar terdengar dibuka, mata Elyana segera menuju ke arah pintu. Excel keluar dengan tubuh sudah dibalut jaket. Di tangannya tergantung kunci mobil, sepertinya Excel mau pergi.
"Mau ke mana Mas Excel?" batin Elyana bertanya. Elyana berdiri, dia harus bertanya atau sekedar basa-basi mau ke mana malam-malam begini suaminya.
"Mas, Nada sudah tidur?" tanya Elyana.
"Hemmm." Excel hanya berdehem membalas pertanyaan Elyana.
"Lalu, Mas Excel mau ke mana, mau pergi?" Baru kali ini Elyana bertanya perihal mau ke mana Excel, biasanya tidak pernah.
"Apa urusan kamu? Kenapa tiba-tiba kamu bertanya mau ke mana aku? Bukankah aku pernah katakan kalau kamu tidak perlu bertanya tentang urusan aku," sergah Excel terdengar ketus.
"Aku tahu, Mas. Tapi, apakah tidak boleh aku sebagai istri bertanya ke mana Mas Excel mau pergi? Bukankah wajar jika seorang istri perhatian pada suaminya?"
"Aku tidak butuh perhatian kamu?" dengusnya menjawab dengan cepat.
"Aku hanya khawatir saja sama Mas Excel, pergi malam-malam. Aku takut Mas Excel masuk angin atau kenapa-kenapa."
Excel menatap Elyana tidak suka, tidak biasanya istri yang tidak dianggapnya itu banyak bertanya.
"Aku ini laki-laki, masuk angin tinggal kerokan minum obat. Sudahlah, tidak perlu banyak tanya, tidak penting juga buat kamu, kan? Yang harus kamu perhatikan itu Nada. Aku tidak mau, ya, melihat anakku lebam lagi seperti tadi siang," ketusnya masih mengungkit perihal lebam yang dialami Nada.
Elyana tidak terima diketusin seperti ini. Padahal sehari-hari dia mengurus Nada dengan baik, tapi kini tiba-tiba Excel seolah menuding dirinya kurang perhatian terhadap Nada. Elyana ingin menangis saat itu juga, tapi ditahan.
Excel segera menuruni tangga, tidak peduli lagi dengan Elyana yang tertegun sedih.
Elyana menatap kepergian Excel, tapi dengan segera ia menyusul dan menuruni tangga.
"Mas tunggu, Mas. Sebenarnya Mas Excel malam ini mau ke mana?" tanya Nada ketika dirinya sudah sama-sama berada di dasar tangga.
"Aku mau menengok orang sakit. Sudahlah, jangan banyak tanya."
"Mau menengok orang sakit atau menengok orang yang memeriksa orang sakit?" lontar Elyana tidak gentar. Tiba-tiba saja keberaniannya muncul saking dirinya sudah tidak tahan dengan sikap ketus Excel.