AREA DEWASA!!
Empat tahun menduda pada akhirnya Wira menikah juga dengan seorang gadis yang bernama Mawar. Gadis yang tidak sengaja Wira tabrak beberapa waktu yang lalu.
Namun, di balik pernikahan Wira dan Mawar ada seorang perempuan yang tidak terima atas pernikahan mereka. Namanya Farah, mantan karyawan dan juga teman dari almarhum istri Wira yang bernama Dania. Empat tahun menunggu Wira pada akhirnya Farah lelah lalu menyerah.
Tidak berhenti sampai di sini, kehidupan masa lalu Wira kembali terusik dengan kehadiran iparnya yang bernama Widya, adik dari almarhum Dania. Masalah yang sudah terkubur lama namun nyatanya kembali terbuka semua kebenarannya setelah kehadiran Widya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ni R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 11
"Kita mau kemana mas?" tanya Mawar penasaran, baru lah hari ini Mawar keluar jalan-jalan setelah bertahun-tahun sibuk merawat adiknya dulu.
"Menurut mu, tempat yang ada gelombang dan angin sepoi-sepoi itu di mana?"
"Ya di pantai," jawab Mawar dengan polosnya.
"Kamu tahu sendiri jika kota kita terkenal dengan pantainya. Jadi, aku akan mengajak mu ke sana."
"Terimakasih mas!" ucap Mawar membuat Wira bingung.
"Untuk?"
"Hari ini untuk yang pertama kali aku pergi jalan-jalan. Biasanya hari-hari ku hanya di habiskan dengan mengurus Andini dan bekerja."
"Aku juga sudah lama tidak pergi seperti ini. Sejak istri ku meninggal, aku hanya menghabiskan waktu dengan bekerja."
Mobil melaju dengan kecepatan sedang, sepanjang perjalan Wira dan Mawar bisa melihat hamparan pesisir pantai yang sangat indah. Mata gadis itu lekat memandang keluar jendela.
Setibanya di pantai, sudah banyak orang-orang yang menikmati indahnya pantai. Sangat padat, Wira tidak ingin Mawar lepas dari pandangannya.
"Eh, mas....!" Mawar kaget ketika Wira menyentuh tanganya.
"Maaf, aku hanya takut jika kamu hilang nanti," ucap Wira membuat Mawar kikuk.
"Aku bukan anak kecil mas!" protes Mawar.
"Sekali lagi protes, akan ku hanyutkan kau ke laut lepas sana!" ancam Wira lalu mengajak Mawar mencari tempat makan karena Wira sangat lapar.
Setelah berputar-putar mencari tempat makan yang cocok, Wira menjatuhkan pilihan pada penjual makanan khusus seafood yang berada di paling ujung sedikit jauh dari keramaian.
Terlihat sekali jika Mawar sudah ngos-ngosan apa karena tidak bisa menyeimbangi langkah lebar Wira.
Sedikit berkeringat, Mawar mengambil ikat rambutnya lalu menguncinya sembarang. Wira langsung menelan ludah kasar ketika melihat leher putih mulus milik Mawar.
"Mas kok bengong?" tanya Mawar mengejutkan Wira.
"Ah gak kok. Anu,...itu,...kenapa menguncir rambut mu?"
Mawar mengerutkan dahinya heran.
"Aku berkeringat, angin juga lumayan kencang. Jadi, apa salahnya jika aku menguncir rambut ku?"
Sekali lagi, Wira menelan ludahnya bingung ingin menjawab apa.
"Em, eh,...kamu mau makan apa? pasti kamu lapar juga kan?" Wira mengalihkan pembicaraan mereka.
"Apa aja deh mas yang murah. Sepertinya di sini sangat mahal!" bisik Mawar karena malu.
"Selalu seperti itu, kenapa sih?" Wira sebal sama Mawar.
"Ya gak kenapa-kenapa, Mawar gak enak aja sama mas!"
Wira hanya bergeleng kepala. Pria ini kemudian memesan satu porsi udang bakar, kepiting asam manis dan cumi bakar juga dua gelas es jeruk.
Tak berapa lama, makanan yang di pesan mereka sudah terhidang di pondok kecil yang berada tepat di pinggir pantai.
"Astaga, ini baru nikmatnya hidup!" ucap Wira yang benar-benar menikmati hari ini.
Mawar hanya mengulum senyumnya melihat tingkah Wira yang seperti anak kecil. Umurnya sudah hampir kepala tiga, tapi ternyata tingkahnya seperti ini.
"Eh,...mau ngapain?" tanya Wira ketika melihat Mawar mengambil udang.
"Mau makan, gak boleh ya mas?"
"Biar mas aja yang kipasin kulitnya. Nanti tangan kamu luka!" ujar Wira langsung menarik piring yang berisi udang bakar tersebut.
"Mas, ini hanya kulit udang. Bukan kulit buaya!"
"Gak usah banyak cingcong Mawar ku, nih makan sekarang!" kata Wira sambil meletakan udang yang sudah di kuliti ke dalam piring Mawar.
Malu-malu, Mawar tidak berani protes lagi. Wira sangat baik, bahkan pria ini juga mengupaskan kepiting untuk Mawar.
Selesai makan, Mawar dan Wira masih duduk di pondok tersebut. Mamandang lautan lepas, sungguh keduanya tiba-tiba merasakan sebuah kerinduan kepada yang telah tiada.
"Jika kau di beri kesempatan untuk kembali ke masa lalu, apa yang akan kau lakukan?" tanya Wira pada Mawar.
"Hanya ingin menikmati waktu bersama keluarga!" jawab Mawar singkat, "lalu bagaimana dengan mas?"
"Aku akan mempercepat waktu itu agar anak dan istri ku tidak meninggal. Dania pecah ketuban di rumah, di saat tidak ada siapa pun termasuk aku karena saat itu aku sedang berada di luar kota. Semuanya salah ku!" ucap Wira menyesal.
"Mas, kematian itu takdir. Kenapa harus menyalahkan diri?"
"Aku hanya menganggap diriku tidak becus sebagai seorang suami."
"Tuhan memberi kita bahagia itu artinya kita harus bersiap untuk terluka begitu juga sebaliknya. Jodoh itu ada dua, kalau tidak di ambil Tuhan ya di ambil orang. Gitu aja sih mas, jadi gak usah menyalahkan diri," tutur Mawar malah membuat Wira tertawa.
"Mending di ambil Tuhan deh dari pada di ambil orang!" sahut Wira.
"Kenapa? beri aku satu alasan!" pinta Mawar.
"Di ambil Tuhan kita bisa mengikhlaskannya dengan seiring berjalannya waktu. Nah, kalau di ambil orang, sudahlah sakit hati, gak ikhlas lagi bahkan sampai kita tua pun pasti akan selalu ingat sakitnya!"
"Masuk akal juga!" seru Mawar.
"Mawar, ngomong-ngomong kamu udah punya pacar kah?" tanya Wira yang sudah penasaran.
"Kalau sudah kenapa dan kalau belum kenapa?"
"Kalau belum punya ya syukur, kalau udah punya ya aku mau jadi orang ketiga!" jawab Wira lagi-lagi tertawa untuk menghilanhkan kecanggungan di antara mereka.
"Ada-ada aja deh!" seru Mawar ikut tertawa.
"Eh, mas serius loh!"
"terus, aku harus apa?"
"Gak harus apa-apa, Mawar mau ya jadi pacar mas?"
Jleb,...
Mawar langsung menoleh dan menatap mata elang Wira.
"Bercanda lagi kah?" tanya Mawar.
"Tidak, mas serius!"
"Mas, kita baru kenal. Lagian, kita tidak sederajat," ujar Mawar yang sadar diri.
"Mas gak pernah memandang derajat seseorang. Jika itu baik dan membuat mas nyaman, kenapa tidak?"
Mawar tertawa garing, menurutnya Wira ini suka bercanda.
"Mas cari perempuan lain aja deh. Yang cantik dan setara mas masih banyak di luar sana," ujar Mawar membuat Wira langsung turun dari atas pondok.
Wira membiarkan air laut silih berganti membasuh kakinya. Pria ini kemudian menarik Mawar dan menggenggam kedua tangannya. Mati elang itu mengunci netra mata indah milik Mawar.
"Mas,....!" Mawar mencoba membuang pandangannya namun Wira kembali menguncinya.
"Kamu menolak, apa karena mas ini seorang duda bahkan umur kita pun terpaut tujuh tahun?"
"Bukan seperti itu mas,...!"
"Lalu apa? apa karena kita baru kenal?"
"Bukan itu juga mas!"
"Jadi apa? derajat lagi? kan mas udah bilang kalau mas gak mempermasalahkan itu semua. Mawar, mas sudah menduda selama empat tahun. Mas juga gak pernah dekat sama perempuan mana pun, baru sama kamu doang!" Wira mencoba meyakinkan Mawar.
"Mas, Mawar gak pernah pacaran!" ucap Mawar jujur.
"Kalau nikah bagaimana?"
"Mas, apa sih?" Mawar semakin gugup.
"Ya kalau kamu gak mau pacaran ya kita nikah aja!" ucap Wira dengan entengnya.
"Aduh, mas Wira ini suka bercanda deh!"
"Mas serius, kamu mau pacaran dulu atau langsung nikah?" tanya Wira sekali lagi.
"Mas....!"
"Jawab sekarang kalau gak mas lempar ke laut nih!" ancam Wira.
"Ya udah, lempar aja!" seru Mawar menantang.
"Mawar,....!"
Tidak peduli dengan jawaban Mawar, Wira langsung menggendong Mawar lalu memeluknya. Wira berlari mengejar ombak, membuat Mawar ketakutan sehingga membuat Mawar memeluk Wira semakin erat. Senang sekali Wira, sekali dayung dia mendapatkan dua keuntungan.