Menjadi Pelindung Tujuh Bidadari

"Haummm!

"Lari!"

Delapan orang yang tadi datang dengan penuh rasa angkuh, seketika lari tunggang langgang dengan segala rasa takut yang mendera.

Mereka lari menyebar ke berbagai arah. berkelahi dengan Singa, hanya membuat tubuh mereka hanya di penuhi luka.

Sebelum mereka lari, mereka terlebih dulu harus berhadapan dengan Singa. Singa itu memang tidak menerkam mereka, tapi dengan cakarannya, para penjahat dibuat kalah telak saat mereka melakukan uji nyali dengan melawannya.

"Hahaha..." Wira terbahak kencang. Anak muda itu seakan lupa kalau tubuhnya juga terdapat banyak luka lebam setelah mendapat pengeroyokan.

Wira kembali mengelus kepala Singa saat binatang buas itu mendekat. "Terima kasih, Leo. Kamu sungguh hebat, nanti aku akan membelikanmu dua ekor kambing buat makanan, oke?"

Seketika Singa mengaum. Tak lama setelah itu ketujuh bidadari nampak keluar rumah dengan wajah cemas. Mereka langsung berlari ke arah Wira karena mereka juga tahu keadaan pemuda yang melindungi mereka seperti apa. Sedangkan Kakek dan Nenek hanya menatap mereka dari ambang pintu dengan perasaan lega.

"Kang Wira, Kang Wira baik baik saja?" tanya Dewi biru dengan wajah sangat terlihat panik.

"Ya jelas, tidak baik baik saja lah," sungut Dewi Kuning. "Lihat itu, tubuhnya penuh dengan luka lebam."

Wira yang melihat kepanikan para bidadari hanya tersenyum. Dirinya tentu sangat senang karena saat terluka seperti itu, ada tujuh wanita cantik yang mengelilinginya.

"Kalau begitu lebih baik Kang Wira kita bawa ke kamar. Biar dia bisa istirahat," Dewi Nila menimpali. Para bidadari langsung setuju. Mereka berebut untuk memapah tubuh Wira. Tapi karena yang paling berpeluang adalah Dewi merah dan Dewi Biru, maka kedua bidadari itu yang bisa memapah Wira dengan memegangi tubuh Wira pada sisi kanan dan kirinya.

"Oh iya nanti tolong belikan kambing dua ekor buat Leo ya?" pinta Wira begitu dia sudah berdiri dengan kedua tangannya berada di pundak dua bidadari. "Leo, aku masuk dulu. Kamu jaga di luar ya?"

Sang Sing kembali bersuara. Setelah itu mereka pun masuk ke dalam rumah.

Setelah Wira berbaring, para bidadari langsung berbagi tugas, tapi mereka tetap berada di sekitar Wira. Ada yang mengambil makanan dan menyuapinya, ada yang mengusap tubuh Wira dan banyak lagi yang dilakukan para bidadari sebagai ungkapan rasa khawatir mereka.

"Lebih baik Wira disuruh istirahat," saran Nenek. "Cukup satu orang saja yang menemani. Kalau dikerubuti kayak gitu, yang ada Wira tidak akan cepat sembuh."

"Benar juga," seru beberapa bidadari. Mereka lalu langsung saling berebut untuk menjaga Wira. Nenek hanya bisa menggelengkan kepalanya. Selain heran, tentu saja Nenek cukup senang melihat para wanita itu saling berebut untuk menjaga Wira.

"Gini saja biar adil," Wira yang sedari tadi melihat para bidadari saling berebut untuk merawatnya akhirnya memilih membuka suara. "Dewi Kuning dan Dewi merah kan, sudah pernah menemani aku tidur. Jatah Dewi jingga nanti malam. Sedangkan tadi Dewi Ungu sudah pergi berduaan denganku. Sekarang tinggal tiga dewi yang belum kebagian. Dewi biru, Dewi hijau dan Dewi nila, mending kalian suit, siapa yang jagain aku sampai nanti malam saat waktnya tidur karena nanti malam jatahnya Dewi Jingga."

Ketujuh bidadari nampak terdiam. Mereka saling lirik satu sama lain. Namun tak lama setelahnya, mereka akhirnya menyetujui usulan Wira. Dengan bersuit sesuai yang diajari Wira, akhirnya pilihan jatuh ke tangan Dewi biru. Dewi yang lain mengalah dan mereka memilih keluar untuk melakukan kegiatan lainnya.

"Ya udah, mending sekarang Kang Wira tidur," ucap Dewi biru dengan lembut dan langsung duduk di sisi kanan Wira.

"Nanti lah, aku belum ngantuk," jawab Wira sembari membalas tatapan bidadari.

"Loh, kalau Kang Wira tidak tidur, nanti kapan membaiknya?" balas Dewi biru agak kesal sampai senyum Wira terkembang begitu melihat wajah cantik itu.

"Aku tahu, tapi kan tidak mungkin kalau bangun tidur, aku bisa langsung sembuh. Ini aja, pasti besok pagi tubuhku pada sakit semua karena efek beberapa pukulan dan tendangan tadi. Butuh beberapa hari agar bisa pulih semuanya," balas Wira lembut.

"Hmm, baiklah. Tapi sekarang apa yang ingin Kang Wira lakukan? Apa Kang Wira mau keluar kamar?" tawar Dewi biru.

Untuk beberapa saat Wira terdiam. Terus terang saja dia tidak ingin melakukan apa apa. Wira hanya ingin rebahan saja.

Namun saat pandangan matanya menangkap sesuatu, muncullah sebuah ide yang membuat Wira langsung menyeringai. "Aku pengin tidur tapi sambil minum ini, Dek," tangan Wira menunjuk ke arah dada Dewi Biru.

Tentu saja tingkah Wira langsung membuat mata Dewi biru membulat. "Minum ini? Mana bisa?" Dewi biru langsung menyilangkan tangannya menutupi dada.

"Ya bisa lah, Dek. Ini kan bisa bikin orang sakit lekas bisa tidur," jawab Wira dusta.

"Tapi kan dari sini tidak bisa keluar air, Kang. Aku ambilin air aja ya?" Dewi Biru malah menawarkan hal yang lainnya dan itu cukup membuat Wira gemas.

"Kok malah nawarin air minum? Orang aku maunya ini. Ayolah, Dek, pliss. Nggak apa apa tidak keluar airnya, yang penting aku bisa tidur nyenyak."

Mendengar rengekan Wira, Dewi biru menjadi bimbang. Karena dia sama sekali belum pernah melakukannya jadi Dewi biru agak ragu.

Apa lagi, Dewi biru memang belum pernah memperlihatkan bagian tubuhnya yang tertutup kain kepada kaum pria. Sudah pasti Dewi biru agak malu. Tapi melihat rengekan Wira yang memohon, Dewi biru merasa tidak tega. Tubuh Wira terluka seperti itu juga karena dia melindungi para bidadari.

"Ayo lah, Dek. Cuma sebentar, sampai aku tidur. Masa kamu tega sih menolaknya? Aku lagi sakit loh," Wira terus mendesak dengan merengek seperti anak kecil. Bahkan pemuda itu menekuk wajahnya karena Dewi Biru tidak kunjung memberi tanggapan.

"Kalau nggak mau ya udah lah, kamu keluar aja, Dek. Percuma ditemenin, kalau aku minta hal kecil aja tidak boleh," Wira langsung menggunakan jurus merajuknya.

"Baiklah, iya," Dewi biru akhirnya pasrah. Melihat Wira yang merengek dan merajuk membuat jiwa wanita Dewi biru jadi tidak tega.

Sedangkan Wira sendiri langsung bersorak dalam hatinya. Apa lagi saat Dewi biru melepas baju yang menutupi dadanya dan mengeluarkan salah satu benda kembar, hati Wira langsung girang bukan main.

"NIh, minum," Dewi biru menyodorkan salah satu bukit kembarnya. Namun Wira masih diam, pura pura merajuk. Padahal hatinya sudah sangat ingin menempelkan mulutnya di pucuk bukit itu. "Jadi tidak? Katanya mau minum ini?"

"Ya, jadi," Wira menjawab dengan wajah masih di tekuk. "Kamu tidur miring hadap sini. Kalau kamu duduk aku susah minumnya. Tubuhku kan lagi sakit."

Dewi biru menghembus pelan nafasnya, lalu dia melaksanakan keinginan Wira. Setelah tubuh bidadari terbaring, Wira memnggeser tubuhnya hingga mulutnya tepat berada di depan dada wanita itu. "Ah senangnya, dapat yang enak lagi," sorak Wira dalam hati lalu dia langsung menyesap bukit kembar itu layaknya bayi yang kehausan.