Persahabatan Audi, Rani dan Bimo terjalin begitu kuat bahkan hingga Rani menikah dengan Bimo, sampai akhirnya ketika Rani hamil besar ia mengalami kecelakaan yang membuat nyawanya tak tertolong tapi bayinya bisa diselamatkan.
Beberapa bulan berlalu, anak itu tumbuh tanpa sosok ibu, Mertua Bimo—Ibu Rani akhirnya meminta Audi untuk menikah dengan Bimo untuk menjadi ibu pengganti.
Tapi bagaimana jadinya jika setelah pernikahan itu, Bimo tidak sekalipun ingin menyentuh, bersikap lembut dan berbicara panjang dengannya seperti saat mereka bersahabat dulu, bahkan Audi diperlakukan sebagai pembantu di kamar terpisah, sampai akhirnya Audi merasa tidak tahan lagi, apakah yang akan dia lakukan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Tiga
Bertepatan dengan itu, dari kejauhan terlihat Bimo, suaminya Rani berlari menghampiri mereka. Pria itu mendekati ibu mertuanya.
"Ma, dimana Rani? Bagaimana keadaannya?" tanya Bimo. Ibu Susi tak bisa menjawab pertanyaan menantunya. Hanya air mata yang terus jatuh membasahi pipinya.
Bimo merasakan sesuatu yang buruk sedang terjadi, melihat mertuanya yang menangis terisak. Dia lalu berlutut dihadapan ibu Susi. Menggenggam tangan wanita paruh baya itu. Berharap ibunya Rani itu bicara.
"Ma, jangan diam aja. Katakan apa yang terjadi? Di mana Rani?" tanya Bimo dengan suara yang agak sedikit mendesak.
"Rani masih ada di ruang operasi. Sebentar lagi akan di bawa keluar!" seru Audi. Dia terpaksa menjawab, mendengar Bimo yang menanyakan keberadaan Rani hingga berulang kali.
Bimo lalu berdiri dan berjalan mendekati Audi. Dia memandangi wanita itu dengan tatapan tajam.
"Kenapa istriku bisa kecelakaan? Apa kamu tak bisa menyetir dengan baik?" tanya Bimo dengan suara yang penuh penekanan.
"Maaf, Bimo. Bukan aku yang menyetir, tapi Rani ...," jawab Audi dengan suara pelan karena takut dengan tatapan Bimo yang menusuk. Pria itu seperti ingin memakannya hidup-hidup.
Bimo menarik rambutnya kasar. Dia tahu persis jika Rani selalu ceroboh dan ngebut jika menyetir. Bukan kali ini saja dia kecelakaan. Itulah salah satu alasan kenapa Bimo melarang istrinya yang menyetir, bukan hanya karena dia sedang hamil saja.
"Kenapa kamu membiarkan Rani menyetir? Apa kamu sengaja agar dia celaka?" tanya Bimo lagi.
Ibu Susi yang mendengar menantunya mengintimidasi Audi lalu berdiri. Dia mendekati Bimo dan menyentuh bahunya. Sehingga pria itu membalikan tubuh menghadap mertuanya itu.
"Bimo, jangan kamu menyalahkan Audi. Kamu pasti tau bagaimana sikap istrimu itu. Semua sudah takdir. Dengan kamu menyalahkan Audi, tak akan juga bisa membuat Rani kembali. Lebih baik kita ikhlaskan saja kepergiannya. Ini yang terbaik. Semoga Rani tenang di atas sana!" seru Ibu Susi dengan suara pelan.
Ibu Susi berusaha tegar. Walau sebenarnya dia juga belum bisa sepenuhnya ikhlas. Tapi, dia dapat berpikir jernih, jika semua adalah takdir Tuhan. Tak bisa mereka mengelaknya.
"Apa maksud, Mama?" tanya Bimo dengan suara gemetar.
"Bimo, kamu harus sabar, Nak. Rani sudah pergi meninggalkan kita untuk selamanya," ucap Bu Siti dengan suara pelan.
"Apa ... ini tak mungkin. Rani tak mungkin meninggalkan aku," ucap Bimo.
Tubuh Bimo terasa lemah, dan akhirnya luluh ke lantai. Tangisan tak bisa pria itu bendung lagi. Dia tampak sangat syok mendengar keadaan istrinya. Mama Susi lalu mendekati menantunya itu.
"Rani tak mungkin pergi! Dia janji akan menghabiskan waktu bersama denganku hingga kami menua dan memiliki anak banyak. Ma, katakan semua ini bohong. Mama hanya becanda'kan?" tanya Bimo dengan suara pelan.
"Bimo ... semua telah terjadi. Kamu harus ikhlas. Biar arwahnya Rani tenang. Kamu tak boleh lemah, masih ada anakmu yang membutuhkan kasih sayang darimu," ucap Mama Susi mencoba menghibur sang menantu.
"Apa ...? Jadi bayi kami bisa diselamatkan?" tanya Bimo lagi.
Mama Susi menjawab dengan anggukan kepala. Melihat jawaban dari sang mertua, membuat Bimo berdiri. Dia lalu bertanya di mana anaknya berada.
"Bayi kamu masih ditangani bidan. Sebaiknya kita melihat jenazah Rani dulu. Saat ini dia telah di bawa ke kamar mayat," ucap Mama Susi.
Bimo lalu berjalan menuju kamar mayat diikuti Mama Susi dan Audi. Gadis itu terlihat ketakutan. Mungkin karena ucapan Bimo yang tadi menyalahkan dirinya.
Setelah bertanya dengan salah seorang perawat, mereka lalu masuk. Bimo berdiri di samping jenazah istrinya. Dia membuka selimut yang menutupi seluruh tubuh hingga wajah Rani.
Dengan gerakan pelan, Bimo membuka selimut yang menutupi wajah istrinya. Dia masih berharap jika dokter salah, istrinya belum meninggal.
Saat selimut terbuka, tampak wajah pucat Rani, sepertinya dia memang menahan sakit sejak kecelakaan tadi. Bimo tak bisa lagi menahan tangisnya.
"Rani, bangun, Sayang! Kamu hanya tidur'kan? Kamu pasti hanya memberi kejutan dengan pura-pura meninggal. Kamu pasti melakukan ini karena marah aku tak membalas pesanmu tadi!" seru Bimo sambil menangis.
Bimo mencoba mengguncang pelan tubuh istrinya. Berharap Rani membuka mata dan semua hanya kejutan baginya.
"Bimo, kamu yang sabar, Nak. Jangan membuat kepergian Rani menjadi berat. Kamu harus ikhlas. Semua sudah menjadi takdir," ucap Mama Susi berusaha tetap tegar.
Bimo menegakan kepalanya. Matanya bertemu dengan Audi. Dia lalu memandangi pria itu dengan mata tajam.
"Semua ini salahmu! Jika saja kau melarang Rani menyetir, pasti tak akan terjadi kecelakaan. Kenapa bukan kau saja yang mati?! tanya Bimo dengan suara gemetar.
Mama Susi langsung istighfar mendengar ucapan menantunya. Dia kasihan melihat Audi yang ketakutan. Mamanya Rani itu tahu persis bagaimana cara anaknya menyetir.
"Bimo ... kamu tak boleh begitu, Nak. Audi tidak bersalah. Semua sudah menjadi takdir dari yang Kuasa. Kamu harus ikhlas menerimanya," ucap Mama Susi.
Bukannya mama Susi tidak merasa sedih dan kehilangan jika dia tampak begitu tegar. Namun, dia sadar, dengan meratapi dan menyalahkan orang lain atas musibah yang terjadi bukanlah satu hal yang baik. Semua tak akan bisa kembali, dan tak akan bisa diulang lagi.
Bimo sepertinya tak mendengar nasehat mama Susi. Dia tetap memandangi Audi dengan tatapan tajam, seolah ingin menelan wanita itu hidup-hidup. Hal itu tak luput dari perhatian Audi, sehingga dia menunduk.
"Keluar kau dari sini! Aku tak mau kau menyentuh mayat istriku!" seru Bimo dengan penuh penekanan.
"Bimo, aku menyesal dan minta maaf atas kejadian ini," balas Audi dengan pelan.
"Maafmu tak bisa membuat Rani ku kembali?" ujar Bimo dengan suara sedikit lantang.
"Bimo, aku juga tak menginginkan hal ini terjadi. Tapi semua sudah menjadi takdir dari Tuhan," jawab Audi.
Mendengar ucapan dari Audi membuat Bimo makin meradang. Dia sepertinya belum bisa ikhlas atas kepergian istrinya.
"Kau bisa berkata begitu karena bukan korban."
"Aku juga korban Bimo. Apa kamu tak melihat tubuhku. Semua juga terluka," ujar Audi berusaha membela diri.
"Korban ... Jika kau merasa menjadi korban, kenapa tak mati saja!" seru Bimo.
"Bimo, Mama tau kamu sedih dan terluka, tapi bukan berarti kamu bebas bicara begitu. Audi pasti tak ingin semua terjadi," balas mama Susi.
"Aku tak ingin dia di dekat Rani, Ma. Coba mengerti perasaanku. Aku ingin dia keluar!" ujar Bimo.
"Baiklah, Bimo. Aku keluar. Tapi perlu kamu tau, aku sudah berusaha mengingatkan Rani, tapi dia tak mengindah ucapanku," jawab Audi.
Mendengar ucapan Audi membuat Bimo semakin emosi. Dia lalu mendekati gadis itu dan mendorongnya keluar dari ruangan.
"Pergi kau! Aku tak mau melihat wajahmu. Bisa-bisanya kau menyalahkan istriku. Aku tak akan pernah memaafkan'mu. Dasar pembu'nuh!" seru Bimo. Dengan sekuat tenaga dia mendorong tubuh Audi hingga gadis itu tersungkur di lantai.
semoga ending audi sm daniel😘
tlg y kebanyakan novel istri minggat gr2 suami pst balikan lg klo ni tlg y bubarin mrk
krn q dah skt ht bett sm si bimo
🤣🤣🤣