Berawal dari pertemuan tidak sengaja dengan seorang gadis yang disangka adalah seorang wanita malam malah membuat Letnan Rico semakin terjebak masalah karena ternyata gadis tersebut adalah anak gadis seorang Panglima hingga membuat Panglima marah karena pengaduan fiktif sang putri.
Panglima memutasi Letnan Rico ke sebuah pelosok negeri sebagai hukumannya setelah menikahkan sang putri dengan Letnan Rico namun tidak ada yang mengira putri Panglima masih menjalin hubungan dengan kekasihnya yang notebene adalah sahabat Letnan Rico.
Mampukah Letnan Rico mendidik sang istri yang masih sangat labil. Bagaimana nasih sahabat Letnan Rico selanjutnya??? Apakah hatinya sanggup merelakan sang kekasih?? Siapakah dia??
Konflik, Skip jika tidak sanggup..!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bojone_Batman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
7.Malam penuh cinta.
Bang Rico merokok di belakang rumah. Ia menengadah dengan hati gundah. Baru malam ini dirinya menikmati indahnya malam pertama setelah saat yang lalu melewatkan moment sakral tersebut.
Di malam ini juga Keinan sempat menolaknya namun pada akhirnya sang istri bersedia melakukannya juga.
'Masihkah kamu terus mengingatnya setelah kita melakukannya?? Sebesar itukah rasa cintamu untuknya? Aku ingin sekali bicara dan duduk berdua dengannya. Apakah aku harus menjadi seperti dirinya agar kamu bersedia membuka hatimu untuk ku?'
Bang Rico menarik nafas panjang kemudian membuangnya perlahan.
//
Nindy duduk di sisi ranjang menunggu Bang Danar yang belum juga masuk ke kamar. Lelehan bening menetes. Entah kenapa di setiap harinya harus ada air mata memenuhi harinya.
Di lihatnya seserahan pernikahan yang tidak biasa dari seseorang yang meminangnya menjadi istrinya tanpa di duga. Pria yang bersedia memperistri dirinya yang berkubang dalam dunia hitam.
'Pria baik-baik seperti Bang Danar tidak akan pernah mau dekat dengan perempuan sepertiku.'
Tak lama Bang Bang Danar masuk ke dalam kamar dan melihat Nindy masih terduduk diam seperti pada posisinya dua jam yang lalu.
"Kenapa belum ganti pakaian?" Tanya Bang Danar.
Tidak ada jawaban dari Nindy. Bang Danar membuang nafas berat. Selembut, sekalem dan seperasa inikah sang istri.
Bang Danar cukup gelisah pasalnya dirinya memang belum ada rasa dengan Nindy. Desir aliran darahnya di saat yang lalu hanyalah rasa normal seorang pria.
Tapi kini dirinya telah berstatus sebagai seorang suami dan tidak pantas jika dirinya terkesan mengabaikan sang istri.
Bang Danar meletakan tumpukan di atas meja nakas kemudian mengulurkan tangannya. Nindy pun menengadah menatap pria yang kini sudah menjadi suaminya.
"Kita sholat dulu..!!" Ajak Bang Danar.
Nindy menyambutnya, Bang Danar pun menggandeng tangan Nindy karena rumah dinasnya pun masih belum sepenuhnya selesai.
:
Usai sholat bersama, Nindy mencium punggung tangan suaminya. Bang Danar mengusap puncak kepala Nindy dengan lembut.
Perlahan Bang Danar membuka mukena Nindy kemudian mengecup keningnya. Di saat itu Nindy kembali menangis.
"Abang harus bagaimana?? Setiap hari kamu terus menangis."
"Nindy terlahir dari keluarga berantakan. Ibu menikah lagi. Sedari kecil usai pulang sekolah, Nindy selalu bekerja. Nindy tidak pernah bermain karena keluarga Nindy banyak hutang. Setelah lulus SMA, setelah kepergian ibu.. Nindy di paksa bapak untuk belajar menjadi seorang.............."
Bang Danar seperti tidak tega mendengarnya, ia mengecup bibir Nindy. "Abang harap, ini tangisan terakhirmu. Abang menikahimu bukan berniat ingin membuatmu menangis." Kata Bang Danar kemudian mengangkat dagu Nindy dan kembali mengecup lembut bibirnya.
"Nindy hanya ingin di sayangi............."
Bang Danar sungguh tidak ingin mendengar apapun lagi dari Nindy, sungguh dirinya gugup berhadapan dengan Nindy padahal dulu dirinya tidak 'selemah' ini menghadapi wanita. Kali ini segalanya terasa berbeda tapi rasa gelisahnya terkalahkan dengan rasa penasaran seiring dengan sekujur tubuhnya yang menegang hebat. Sadar atau tidak, Bang Danar terus 'mengejar' Nindy meskipun masih dalam batas yang sopan.
Paham akan gelagat Bang Danar, Nindy pun membalasnya.
"Apa Nindy sudah siap, kalau Abang memintanya?" Tanya Bang Danar terus terang saat Nindy memberinya jeda untuk bernafas. Tingkah nakal Nindy membuat nalurinya sebagai laki-laki seketika goyah.
Nindy mengangguk pelan memberi lampu hijau pada suaminya.
Tak menunggu waktu lama, Bang Danar segera membawa Nindy untuk pindah ke atas tempat tidur.
Awalnya memang Bang Danar melakukannya sesuai aturan namun pikiran, hati, tubuh dan naluri bersebrangan dengan keadaan. Tanpa aba-aba yang terarah, Bang Danar langsung menembus pertahanan.
Bersamaan dengan itu, Bang Danar seakan merasakan sesuatu seperti di buka dengan paksa.
"Abaaaang.. sakiiiitt.." jerit Nindy sampai akhirnya kembali menangis.
Antara bingung dan terbawa perasaan, Bang Danar menaikan level pergerakannya.
"Jangan teriak, dek..!! Malu sama tetangga..!!" Tegur Bang Danar.
Takut Bang Danar akan marah, Nindy pun diam tanpa berani bersuara. Merasa suasana begitu kondusif, Bang Danar melanjutkan. Ia menggenggam erat jemari Nindy. Jiwa tempurnya terlampiaskan.
:
Nafas Bang Danar putus sambung, pinggul Nindy terangkat, Bang Danar menyelesaikannya hingga tuntas namun kemudian diam tanpa reaksi sekalipun.
Paham sang istri sudah selesai, ia pun ikut merasakan kelegaan dari sebuah harga diri sebagai seorang laki-laki. "Tidak ada yang boleh membuatmu melayang lepas seperti ini, kamu milik Letnan Danar seutuhnya." Ucapnya setengah mengancam Nindy yang masih hilang dalam dekapannya.
"Sakiiiitt.."
Bang Danar tersenyum tipis, ia menyangka apa yang di alami Nindy hanyalah rasa sakit biasa atau sikap manja layaknya seorang wanita namun saat Bang Danar menarik diri, jantungnya serasa melompat melihat banyaknya noda.
"Lhoo, dek..!!!! Astagfirullah..!!! Kamu datang bulan???"
Nindy menggeleng, tubuhnya sulit untuk bergerak.
"Ini yang pertama." Jawab Nindy.
"Maksud kamu apa????" Bang Danar sungguh syok, degub jantungnya berdebar kencang.
"Setiap Nindy mau bicara, Abang yang tidak mau dengar. Nindy baru belajar jadi wanita malam. Di hari saat kita bertemu, di hari itu juga seharusnya Nindy 'praktek kerja' tapi Nindy memilih kabur. Jadi Abang pelanggan pertama Nindy."
"Alhamdulillah.. huusshhhh.. Astagfirullah.. Allahu Akbar..!!" Bang Danar mengusap wajahnya bingung sendiri bagaimana menata perasaannya. Seketika itu juga Bang Danar menarik Nindy kembali dalam peluknya. "Terima kasih, dek. Terima kasih kamu bersedia menjaganya." Bang Danar begitu terharu sampai menciumi wajah Nindy.
"Sakit sekali. Nindy nggak berani gerak." Rengek Nindy khas seorang wanita pada umumnya.
"Maaf.. maaf, dek..!! Kamu juga sih. Seharusnya dari awal kamu bilang..!!" Tegur Bang Danar karena panik. Jelas Bang Danar merasa bersalah sebab dirinya melakukannya pada Nindy 'tanpa perasaan'. Alasannya jelas karena dirinya menyangka Nindy sudah lihai dengan profesinya. "Pantas..."
"Apa???"
Nindy mulai ketus menampakan wajah cemberutnya tapi jujur Bang Danar malah menyukainya.
"Sepertinya kamu butuh guru private untuk mengajarimu." Kata Bang Danar.
"Nindy nggak pintar ya, Bang."
"Nggak apa-apa. Selanjutnya biar Pak Danton yang ajari." Jawab Bang Danar dengan senyumnya.
"Yaaa.. nggak dapat bonus donk." Cicit Nindy pelan.
"Astagfirullah.. hiiiiiihh.." Bang Danar menyentil bibir Nindy.
Nindy menggigit bibirnya karena masih terbawa apa yang pernah di pelajarinya. Tatap mata Bang Danar membuatnya memalingkan wajahnya.
"Nakalnya sama Abang saja ya, Neng..!!" Bang Danar mengambil dompetnya lalu mengeluarkan lembaran uang di dalamnya. "Besok setelah pengajuan nikah, kita jalan ke kota..!! Belanja sesukamu..!!" Bisik Bang Danar.
"Itu hadiah dari Abang masih banyak." Kata Nindy.
Bang Danar tetap memberikan uang tersebut, senyumnya masih merekah. "Ambil semua, buat jajan..!!"
"Makasih Om.. besok kesini lagi..!!" Ujar Nindy lagi-lagi tanpa sadar.
"Deeekk..!!!! Aduuuhh, mati akuuu..!!!" Bang Danar sampai menepak paha Nindy saking geramnya. "Jangan sampai Abang dengar kata-kata begitu lagi. Nakalnya hanya boleh di depan Abang..!! Ingat itu..!!!!!!" Ancam Bang Danar memasang wajah garangnya.
Nindy mengangguk cepat dengan wajah lugunya. Jelas dirinya sangat takut dengan suaminya yang galak itu.
Tak ingin memperpanjang masalah, Bang Danar membantu Nindy untuk beranjak. Meskipun Nindy sempat membuatnya kesal tapi dirinya tetap tidak tega melihat Nindy terus meringis kesakitan.
Di kecilnya kening Nindy sekali lagi. "Terima kasih banyak, Abang senang dengan usahamu..!!"
.
.
.
.
hayo kak remake tokoh²nya