Olivia Caroline adalah seorang wanita matang dengan latar belakang kedua orang tua broken home. Meski memiliki segalanya, hatinya sangat kosong. Pertemuan dengan seorang gadis kecil di halte bis, membuatnya mengerti arti kejujuran dan kasih sayang.
"Bibi, mau kah kamu jadi Mamaku?"
"Ha? Tidak mungkin, sayang. Bibi akan menikah dengan pacar Bibi. Dimana rumahmu? Bibi akan bantu antarkan."
"Aku tidak mau pulang sebelum Bibi mau menikah dengan Papaku!"
Bagaimana kisah ini berlanjut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kumi Kimut, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 18
"Kok malah diem sih?"
"Gak, aku gak diem kok. Cuma heran sama kamu, pak."
"Heran gimana?"
"Bapak tuh ... dahlah. Waktu terus berjalan pak, nanti bisa telat jemput Alesia."
Bukannya menolak bantuan Aarav, tapi lebih kepada tahu diri dan tidak ingin terlalu berharap kalau pak bos sungguh-sungguh dengan ucapannya.
"Yuk."
*
Saat keduanya keluar dari ruangan, beberapa karyawan menatap dengan wajah penasaran. Tak sedikit yang berbisik satu sama lain.
Olivia jadi tak enak hati. Dia merasa jadi bahan perbincangan.
"Kan bener, gara-gara bapak sih. Kan mereka jadi bergosip," ucap Olive lirih.
"Siapa yang bergosip?"
"Ya mereka yang lewat dong, siapa lagi?"
Aarav bukannya mendengarkan Olive, justru membuat gosip semakin tidak karuan. Tangan kekarnya dengan santai merangkul pundak sang wanita.
"Kalau seperti ini, kira-kira gosipnya apa ya?" Senyuman manis terpantau jelas di wajah tampan Aarav. Dia justru nyaman dengan kondisi penuh gosip dan prasangka ini.
"Hey, pak. Kenapa bapak nekat? Pak. Lepasin pak," bisik Olivia tak bisa kalau bersuara lebih keras karena karyawan masih takut-takut untuk menatap pak bos.
"Kalian tidak perlu heran sama pemandangan ini. Aku dan Olive punya hubungan spesial. Kalian bisa bergosip dan berasumsi sesuai dengan isi otak kalian, tapi yang pasti. Dia akan menjadi calon mama dari anakku."
Duar!
Perkataan yang sangat percaya diri, membuat Olivia makin mati kutu. Kalau orang-orang yang menyukai pasangan ini, bakal mendukung. Tapi, kalau yang tidak suka, pastinya memasang muka masam.
"Pak, yang bener dong!"
"Ya ini udah bener, aku udah confess perasaanku. Sekarang tergantung gimana kamu."
"Astaga, pria ini kok jadi agresif sih?" gumam sang wanita seraya mendorong tubuh kekar bosnya. Tapi, tidak semudah itu.
Pak bos lebih senang merangkul pundak Olive dan berjalan santai keluar dari area kerja karyawan.
Para karyawan tak mampu berkata-kata lagi, karena pilihan sang bos adalah paling mutlak. Kecuali Cs-nya Santi, namanya Maria.
"Wah, gak bisa dibiarin, Santi harus tahu."
*
Setelah drama menyebalkan di ruang kerja, pak bos kembali berulah. Dia bahkan memperlakukan wanita ini seperti kekasihnya saat membuka pintu mobil.
"Pak, please deh. Aku tuh cuma karyawan bapak. Udah aku bilang dari awal kan?" ucap Olive mengulangi perkataannya.
"Ya gak masalah kan kalau aku lagi usaha? Aku udah bilang, bakalan ajak kamu nikah."
"Pak, tolong."
"Ya, kamu boleh minta tolong. Minta tolong apa?"
"Astaga, bapak! Ih, ngeselin!"
"Haha ... memangnya aku kenapa? Naik aja sih. Kalau nanti Alesia ngambek, kamu yang tanggung jawab."
"Huft! Ya ya, oke. Aku bakalan ikuti apapun perintah bapak."
"Pinter!"
Aarav tersenyum bangga. Akhirnya bos satu ini mampu mengendalikan ego karyawannya yang suka ngeyel.
Olive pun tak bisa menolak karena kebahagiaan Alesia adalah yang paling utama. Sang wanita lebih memilih untuk naik mobil dan duduk di samping jok kemudi.
Aarav tersenyum berulang kali. Perasaannya sangat berbunga-bunga sebab ini awal dari perjalanan cinta yang sesungguhnya.
"Aku berharap kamu bisa membuka hatimu untukku, Liv,"gumamnya seraya menghidupkan mesin mobil. Perlahan mobil itu melaju meninggalkan kantor.
Jalan raya terlihat cukup ramai. Mobil lalu lalang dengan bebas. Aarav fokus menyetir, sedangkan Olivia tampak melempar pandangan ke arah luar jendela.
"Kamu benci sama aku Liv?"
"Ha? Kenapa tiba-tiba bapak bilang kek gitu? Aneh deh."
"Kamu cenderung diam dan mengalihkan pandangan. Gak mau ngobrol gitu?"
"Ha? Memangnya mau ngobrolin apa? Bukannya kita tidak terlalu akrab pak?"
"Ya, kan aku udah bilang pengen nikahin kamu. Berarti kita harus dekat, aku paksa kalau gak mau."
Sang pria terus menunjukkan keseriusannya karena tidak mau kena geser sama pria lain, terutama mantan kekasih Olivia yang terpantau masih menghubungi terus menerus.
Olivia sendiri memilih untuk diam. Soalnya kalau dijawab terus, pembahasan akan kembali lagi ke pernikahan dan pengen ngajak nikah.
Sang wanita bukannya tidak mau menikah dengan pria baik dan banyak uang ini, cuma ... masa lalu bersama Mario, belum usai begitu saja. Olive terlalu naif kalau menolak pinangan bos yang sudah mencukupi dari segala kondisi.
Satu jam keduanya tak saling beradu suara. Olivia tidak bisa membuka pembicaraan lebih dulu. Aarav pun menjaga diri agar tidak terlalu loss dol. Dia paham, type seperti wanita apa Olive.
Setelah diam seribu bahasa, akhirnya Olive bersuara saat mobil Aarav berhenti tepat di depan Taman Kanak-kanak "Kasih Bunda."
Sebuah tempat dimana anak-anak yang bersekolah disana merupakan keturunan orang kaya.
"Pak, ini sekolahannya Alesia?" tanya Olive merasa heran. Dia baru pertama kali melihat sebuah taman kanak-kanak yang mirip universitas. Sungguh megah dan mewah sekali.
"Iya, kenapa?" tanya Aarav sembari membuka pintu lalu turun dari mobilnya.
"Ya kan, kalau Taman Kanak-kanak tuh, biasanya cuma 3 atau 4 kelas, eh ini kok ...." Olivia masih heran. Dia turun dari mobil dan menatap megahnya gedung dengan seksama.
"Pak, ini gedung isinya apa aja sih?" lanjut Olive kemal, kepo maksimal.
"Hahaha, ya namanya sekolah isinya anak-anak yang ingin belajar menuntut ilmu lah. Kamu aneh-aneh aja."
"Iya pak, tapi ...."
"Yang sekolah di sini tuh, kebanyakan orang berduit."
"Kayak bapak?"
"Ya, kalau menurut kamu, aku berduit okelah. Aku suka, nanti bisa lah menghidupi kamu dan Peter."
Olivia langsung tutup mulut, dia merasa terlalu banyak bicara tidak ada gunanya sama sekali. Justru akan semakin mempersulit dirinya sendiri.
Di saat rasa canggung kembali menyelimuti, seorang wanita mendekati Aarav.
"Eh pak Aarav, tumben bawa cewek. Pacarnya ya?"
Aarav yang senang karena di kira pacarnya Olive lantas mengandeng lengan wanita itu.
"Iya, Bu Nisa. Dia pacar baru saja. Kenalin, namanya Olivia."
Mata Olivia terbelalak sempurna. Dia tak menyangka kalau sang bos bisa berucap demikian. Padahal kisah diantara keduanya saja tidak ada, bagaimana bisa jadi pacar?
"Pak, jangan bikin berita hoaks," bisik Olive seraya menggigit giginya. Sang wanita berusaha untuk tetap tersenyum di hadapan wanita yang mengira dirinya pacar Aarav.
"Apa perlu aku cium?" sahut Aarav sambil berbisik pula.
Bu Nisa yang melihat dua sejoli yang saling sayang, merasa senang. Dia jadi ingat sama mendiang Rachel.
"Syukurlah kalau bapak sudah bisa move on dari Bu Rachel. Aku rasa tidak ada salahnya punya istri baru pak. Bapak juga tidak selingkuh, bapak orang baik. Aku dukung kalau Alesia punya Mama Baru."
Deg!
Pernyataan Bu Nisa membuat Olive merasa bersalah. Dia menyadari kalau Aarav memang berusaha untuk menjadikan dirinya sebagai istri demi kebahagiaan Alesia. Namun, hatinya terlalu sakit untuk menerima pria lain dalam waktu dekat.
"Terima kasih ya Bu. Semoga kami selalu langgeng. Doakan ya?" ujar Aarav makin menjadi. Olive pasrah saja.
Namun, di saat kebahagiaan hati Bu Nisa dan Aarav, ternyata ada seorang wanita yang sedari tadi memantau.
"Oh, jadi Aarav sudah punya pacar? Awas saja! Aku tidak akan membiarkan ini terjadi!"