Seorang mafia kejam yang menguasai Italia bertemu dengan seorang wanita yang memiliki sisi gelap serupa dengannya. Mereka saling terobsesi dalam permainan mematikan yang penuh gairah, kekerasan, dan pengkhianatan. Namun, di antara hubungan berbahaya mereka, muncul pertanyaan: siapa yang benar-benar mengendalikan siapa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ricca Rosmalinda26, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Moskow akan Berdarah
Dante duduk di depan peta besar yang terbentang di mejanya, menandai setiap tempat yang memiliki koneksi dengan keluarga Antonio. Valeria berdiri di sampingnya, matanya tajam seperti belati yang siap menancap ke jantung musuhnya.
"Berapa lama kita harus menunggu?" suara Valeria terdengar dingin. "Aku sudah menunda ini cukup lama, Dante."
Dante meliriknya, senyum tipis terbentuk di sudut bibirnya. "Kesabaran, tesoro. Balas dendam bukan tentang seberapa cepat kita membunuh mereka, tapi seberapa menyakitkan kita membuat mereka menderita."
Valeria mengangkat dagunya, tetapi ia tahu Dante benar. Jika mereka ingin menyingkirkan Antonio, mereka harus menghancurkannya perlahan, membuatnya merasakan penderitaan yang tak terelakkan.
Dante mengirim beberapa anak buahnya untuk menyusup ke dalam jaringan Antonio, menyebarkan desas-desus bahwa beberapa orang kepercayaannya berkhianat. Dalam waktu singkat, Antonio mulai menyingkirkan orang-orang terdekatnya sendiri, menciptakan kekacauan dalam organisasinya.
Valeria, di sisi lain, bergerak dengan lebih brutal. Ia menyelinap ke rumah salah satu eksekutif Antonio, menyiksa pria itu hingga ia mengungkap lokasi tempat penyimpanan dokumen penting Antonio. Sebelum pergi, Valeria meninggalkan pesan yang tertulis dengan darah di dinding:
"Untuk setiap darah keluargaku yang kau tumpahkan, aku akan menumpahkan darahmu lebih banyak lagi."
Ketika Antonio menemukan mayat anak buahnya keesokan harinya, ia tahu bahwa seseorang sedang memburunya—dan itu hanya awal dari neraka yang akan datang.
Antonio memiliki dua hal yang paling ia jaga: keluarganya dan bisnis narkobanya. Dante dan Valeria sepakat untuk menyerang kedua hal itu sekaligus.
Dante memastikan bahwa setiap transaksi narkoba Antonio digagalkan. Polisi yang telah dibeli Dante melakukan razia besar-besaran, membuat Antonio kehilangan jutaan euro dalam hitungan hari.
Sementara itu, Valeria yang lebih kejam. Ia menculik putra bungsu Antonio, Leonardo, seorang pria muda yang tidak tahu apa-apa tentang dunia gelap ayahnya.
Ketika Antonio mendapat panggilan telepon dengan suara Leonardo yang dipenuhi ketakutan, ia tahu ia telah kalah.
"Kau pikir aku tidak akan membalas dendam?" suara Valeria terdengar dingin melalui telepon. "Kau menghancurkan keluargaku bertahun-tahun lalu. Sekarang, aku akan menghabisi milikmu."
Antonio memohon. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, pria itu menunjukkan kelemahan.
"Bunuh aku saja," katanya. "Tapi jangan sentuh anakku."
Valeria tersenyum sinis. "Sayang sekali, Antonio. Aku tidak sebaik itu."
Dan dalam sekejap, terdengar suara tembakan di ujung telepon.
Antonio akhirnya menyerahkan diri, putus asa dan hancur.
Ia datang ke sebuah gudang kosong yang telah ditentukan, tempat di mana Dante dan Valeria sudah menunggunya.
"Aku seharusnya membunuhmu waktu itu," Antonio menatap Valeria dengan mata penuh kebencian. "Aku bodoh karena membiarkanmu hidup."
Valeria tersenyum miring. "Setidaknya kita setuju dalam satu hal."
Dante menyerahkan pistol kepada Valeria, memberikan kesempatan terakhir padanya untuk menyelesaikan urusan yang belum selesai.
Valeria tidak ragu.
Satu tembakan tepat di jantung Antonio.
Kematiannya cepat—terlalu cepat untuk ukuran dendam yang telah ia simpan selama bertahun-tahun. Tapi saat melihat tubuh tak bernyawa Antonio tergeletak di tanah, Valeria tahu satu hal:
Ia akhirnya bebas.
Mayat Antonio tergeletak tak bernyawa di lantai gudang yang dingin. Darahnya menggenang, membentuk pola acak yang bagi Valeria terlihat seperti sebuah lukisan kemenangan. Tapi di balik kepuasan itu, ada sesuatu yang terasa… hampa.
Dante memperhatikannya dengan tatapan penuh arti. Ia bisa membaca ekspresi Valeria—bukan ekspresi puas seperti yang ia harapkan, melainkan sesuatu yang lebih dalam.
"Sudah selesai," kata Dante, suaranya datar.
Valeria menghela napas, menatap pistol yang masih hangat di tangannya. "Ya… selesai."
Tapi mengapa ia merasa kosong?
Dendam telah menjadi bahan bakarnya selama bertahun-tahun. Kini setelah semuanya berakhir, ia merasa seperti perahu tanpa arah.
Dante mendekat, menyingkirkan pistol dari tangannya dengan lembut. "Apa yang kau pikirkan, tesoro?"
Valeria mendongak, menatapnya dalam. "Aku pikir aku akan merasa lebih baik setelah ini."
Dante mengamati wajahnya, lalu menyentuh dagunya dengan sentuhan kepemilikan. "Balas dendam bukan akhir, Valeria. Itu hanya sebuah transisi."
"Lalu apa selanjutnya?"
Dante tersenyum kecil, tapi ada sesuatu di balik senyum itu. Sebuah ketidakpastian yang jarang ia tunjukkan. "Itulah pertanyaan yang harus kita jawab bersama."
Beberapa hari berlalu sejak kematian Antonio. Dante dan Valeria kembali ke vila mereka di Tuscany, jauh dari hiruk-pikuk dunia kriminal yang mereka tinggalkan sementara.
Valeria mencoba menikmati ketenangan—bangun tanpa rasa takut, tidak perlu memikirkan rencana pembunuhan, tidak ada lagi bayangan masa lalu yang mengganggunya. Tapi…
Ia benci ini.
Ketenangan terasa seperti penjara.
Dante memperhatikannya dari jauh, menyadari kegelisahan yang semakin hari semakin nyata dalam diri wanita itu.
Suatu malam, saat mereka duduk di balkon dengan anggur merah di tangan, Dante akhirnya berkata, "Kau tidak bisa hidup seperti ini selamanya, kan?"
Valeria menoleh padanya, lalu tersenyum kecil. "Tidak."
Dante menghela napas. "Aku tahu."
Ia tahu bahwa Valeria bukan wanita yang bisa duduk diam dan menikmati hidup normal.
Dan ia juga tahu bahwa dirinya pun sama.
Mereka adalah dua makhluk yang diciptakan untuk kekacauan.
Ketika fajar menyingsing, Dante menerima panggilan dari salah satu kontak lamanya di Rusia. Ada sesuatu yang besar terjadi di Moskow—perebutan kekuasaan yang bisa membawa keuntungan besar bagi siapa saja yang cukup berani untuk terlibat.
Dante melirik Valeria yang duduk di ujung ranjang, membelakanginya, mengamati senjata-senjata mereka yang tersimpan rapi di lemari kaca.
"Aku punya tawaran untukmu," katanya akhirnya.
Valeria menoleh, mata hijaunya berbinar dengan minat. "Aku mendengarkan."
Dante tersenyum, lalu menyerahkan ponselnya. "Moskow menunggu."
Valeria mengambil ponsel itu, membaca pesan di layar, lalu menatap Dante dengan ekspresi yang tak bisa dijelaskan.
Dan untuk pertama kalinya sejak kematian Antonio, ia merasa hidup kembali.
Salju turun perlahan ketika pesawat pribadi mereka mendarat di bandara pribadi milik salah satu keluarga kriminal terbesar di Rusia. Dante dan Valeria melangkah keluar, disambut oleh udara dingin yang menusuk dan sekelompok pria berbadan besar yang sudah menunggu.
"Tuan Salvatore," seorang pria berbadan kekar dengan aksen Rusia tebal menyambut mereka. "Dan ini pasti Valeria."
Valeria tersenyum tipis, matanya penuh perhitungan. "Aku tidak tahu kita sudah terkenal di sini."
Pria itu terkekeh. "Di dunia kita, nama kalian bukan hanya terkenal. Kalian adalah legenda."
Dante hanya tersenyum dingin. "Bawa kami ke tempatnya."
Mereka tiba di sebuah klub malam eksklusif di pusat Moskow, tempat pertemuan para penguasa kriminal Rusia. Musik berdentum pelan, lampu-lampu redup menciptakan suasana gelap dan penuh rahasia.
Di tengah ruangan, duduk seorang pria tua dengan mata tajam—Viktor Mikhailov, salah satu bos mafia paling berpengaruh di Rusia.
"Dante Salvatore," suaranya dalam dan penuh wibawa. "Aku ingin tahu… kenapa kau datang ke tanahku?"
Dante duduk santai, menyesap anggurnya sebelum menjawab. "Karena aku tahu ada kekacauan di sini. Dan aku ingin bagian dari permainan ini."
Viktor menyipitkan matanya, lalu menoleh ke Valeria. "Dan kau? Apa yang kau inginkan?"
Valeria tersenyum kecil. "Darah."
Senyap. Beberapa pria di ruangan itu bergidik. Tapi Viktor tertawa keras.
"Kau akan menyukai Moskow, nona Valeria."
Dalam beberapa hari, Valeria dan Dante mulai memahami lanskap kekuasaan di Moskow. Ada tiga faksi utama yang tengah bertarung memperebutkan wilayah—Viktor Mikhailov, Sergei Volkov, dan Nikolai Petrov.
Viktor mengundang mereka untuk bergabung dengannya, tapi Dante tahu lebih baik daripada mempercayai seorang mafia tua.
"Kita tidak akan bekerja untuk siapa pun," Dante berkata di vila mereka yang tersembunyi di luar kota. "Kita akan bermain di antara mereka, membuat mereka saling menghancurkan."
Valeria tersenyum licik. "Aku suka caramu berpikir."
Dan itulah awal dari kekacauan baru.
Malam itu, Valeria menyusup ke salah satu kasino milik Nikolai Petrov. Dengan gaun merah menyala dan bibir berlapis anggur, ia menjadi pusat perhatian.
Nikolai sendiri tak bisa mengalihkan pandangannya darinya.
"Siapa kau?" tanyanya ketika akhirnya mendekatinya di meja VIP.
Valeria hanya tersenyum. "Seseorang yang bisa memberimu kekuatan lebih besar… jika kau cukup pintar untuk mendengarkan."
Sementara itu, dari jauh, Dante mengamati dengan tenang.
Permainan telah dimulai.
Moskow akan berdarah.