Bella putri Jonathan usia 20 tahun gadis berpenampilan cupu, dibalik penampilannya itu ia gadis cantik dan cerdas namun semua itu ia sembunyikan
Alexander William Smith umur 26 tahun dijuluki king mafia berdarah dingin tidak memiliki belas kasihan dan tidak ragu ragu untuk melakukan apapun untuk mencapai tujuannya pengusaha nomor 1 didunia
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anti Anti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Merasa bersalah
"Aku harap ini hanya sebuah keberuntungan saja memiliki kamu di sisiku, meski sikapmu yang belum aku pahami. Aku berterima kasih telah membantuku."
"Ada apa ini?" ucap seseorang baru datang. Seketika, ruangan yang tadi riuh menjadi hening seketika.
"Maaf, Tuan Manajer, nona ini hendak mencuri salah satu dress di sini, Tuan," ujar seorang karyawan yang termakan omongan Sisil dan temannya tadi.
"Benarkah Anda ingin mencuri di sini, nona?" tanya manajer itu, melihat Bella.
"Maaf, Tuan, saya tidak bermaksud mencuri, Tuan. Aku hanya memegang dress ini," ujar Bella, jujur.
"Yaelah, pencuri mana mau ngaku?" ujar Sisil, memojokkan Bella.
"Tangkap dia, pak! Bawa dia ke kantor polisi! Lagi pula, saya lihat tadi dia mau ambil dress ini," ujar teman Sisil.
"Benar, nona ingin mencuri di sini. Apa Anda tahu harga dress ini berapa, nona?" ujar manajer itu, tersulut emosi.
"Emang berapa, Tuan?" ujar Bella, karena ia belum melihat harga dress itu, ia baru menyentuhnya tadi.
"100 juta! Apa kamu punya uang, nona? Sedang dari penampilan Anda sendiri, Ck, tidak mungkin," ujar manajer itu, merendahkan Bella.
"Tapi, Tuan, saya tidak mencuri nya, Tuan. Saya hanya memegang dress ini," ujar Bella, membela diri.
"Alah, saya tidak mau tertipu lagi sama perempuan sepertimu. Karena seorang pencuri tidak akan mengaku," ujar manajer itu, tidak percaya Bella.
Ia pak, lagian mana bisa ia membeli dress itu? Lihat saja penampilannya yang udik, ejek Sisil.
"Kalian seret dia ke bawah ke kantor polisi," ujar manajer itu pada karyawan untuk membawa Bella.
"Pak, saya bisa jelaskan. Lepaskan, saya tidak seperti yang kalian tuduhkan," ujarnya berusaha melepaskan diri dari pengangan para karyawan itu yang menyeretnya.
Sedang di sisi lain, Mom Ana baru menyadari bahwa Bella tidak ada di sisinya. Panik, menyuruh bodyguard yang mengawalnya diam-diam untuk membantunya mencari menantunya itu.
Seketika, pandangannya tertuju pada sekumpulan orang di mall itu yang sedang meneriaki seseorang. Seketika, jantungnya berdetak khawatir terjadi sesuatu pada menantunya itu. Berlari menerobos.
"Apa yang kalian lakukan? Lepaskan dia!" teriak Mom Ana terkejut melihat menantunya diseret oleh dua karyawan mall itu.
"Nyonya, Anda jangan ikut campur," ujar orang-orang di situ.
"Apa maksud kalian? Lepaskan menantu saya!" ujar Mom Ana, menghampiri menantunya itu, tapi justru didorong oleh Sisil hingga dahi Mom Ana terbentur pada sisi meja, membuat dahinya berdarah.
"Jangan ikut campur, Nyonya. Dia harus dihukum karena telah berani mencuri," ujar Sisil, menatap tajam Mom Ana. Ia tidak tahu bahwa yang ia dorong itu adalah kesayangan penguasa kota itu.
"Lepaskan aku!" teriak Bella, menepis tangan dua karyawan yang memeganginya dan menghampiri Mom Ana.
"Mom, tidak apa-apa, kan? Maafkan Bella," ujar Bella, memeluk Mom Ana.
"Mom tidak apa, sayang. Sekarang, jangan menangis. Ada Mom di sini," ujar Mom Ana, memberi kekuatan pada menantunya itu.
"His, his, tapi Mom berdarah, his, his," ujar Bella, menangis melihat luka di dahi Mom Ana itu.
"Tidak apa, nak. Ayo, berdiri," ujar Mom Ana.
"Kalian semua, saya pastikan kalian akan diblacklist dari negara ini. Kalian akan siap jadi gelandangan," ancam Mom Ana, melihat orang-orang yang mengerumuni nya bersama Bella.
"Hahahahah, Anda bermimpi, Nyonya. Lebih baik bawa putri Anda itu atau jangan-jangan kalian bersekongkol untuk mencuri di sini," tuduh manajer, disertai tawa banyak orang.
"Tidak ada yang tahu tentang Mom Ana, hanya orang tertentu, karena identitasnya disembunyikan demi keamanannya."
"Aku pastikan kamu akan dipecat, Pak Manajer. Berani-beraninya Anda menuduh saya dan putriku? Apa kalian punya bukti? Ha!" ujar Mom Ana, dengan nada tinggi. Seketika, yang lain terdiam.
"Tentu, Nyonya. Bukti kami melihat sendiri yang dilakukan perempuan udik itu hendak mencuri di sini," tuduh Sisil.
"Itu semua tidak benar, Mom. Aku hanya memegang dress itu," ujar Bella, ketika Mom Ana menatapnya, berusaha menjelaskan apa yang terjadi.
"Sudah, nak. Memang orang-orang seperti mereka tidak akan tenang jika tidak mengganggu kehidupan orang lain," ujar Mom Ana, mengelus rambut Bella dengan sayang.
"Bawa mereka berdua dari sini," ujar manajer itu, memanggil sekuriti untuk mengamankan Mom Ana dan Bella.
"Hey, lepaskan tangan putriku!" ujar Mom Ana, ketika Bella diseret paksa.
"Ikut kami, Nyonya," ujar seorang petugas keamanan, memegang tangan Mom Ana. Namun, sebelum menyentuhnya, tiba-tiba terdengar suara seseorang menggema, membuat penghuni mall itu seketika menunduk ketakutan.
.
.
"Lepaskan mereka berdua! Berani menyentuhnya, maka tangan kalian akan aku potong!" ujar seseorang.
"Tuan, ucapan manager itu terpotong. Plak, plak, pla, plak! Empat kali tamparan dilayangkan pada manager itu, membuat orang-orang di situ merinding ketakutan."
"Berani menyentuh istriku! Pengawal, bawa mereka semua ke tempat biasa!" ujarnya, menghampiri istrinya dan memeluknya.
Sedang Mom Ana melihat kedatangan suami dan putranya, langsung tersenyum.
"Mom tidak apa-apa, kan?" ujar Alex dan Dad William seketika. Darah mereka mendidih, mengepalkan tangannya melihat luka di dahi wanita kesayangan mereka.
"Siapa yang berani melukai mommyku?" teriak Alex, menatap orang-orang di depannya dengan tatapan tajam dan membunuh.
Seketika, para pengunjung menunjuk ke arah Sisil, membuat Sisil bergetar ketakutan.
"Plak, plak, plak, plak! Empat kali tamparan yang Alex layangkan pada Sisil. Darahnya seakan mendidih melihat mommy terluka."
"Bawa mereka semua! Jangan biarkan melihat dunia sampai esok!" teriak Alex pada bawahannya. Seketika, mall itu riuh dengan teriakan permohonan maaf dan ampunan, namun dua penguasa itu tidak menggubrisnya.
"Ben, tutup mall ini! Jangan biarkan beroperasi lagi!" ujar Alex, dingin, memerintahkan pada Ben.
Sedang Bella menyaksikan itu, tubuhnya semakin gemetaran. Ia menyalahkan dirinya sendiri karena dirinya membuat kekacauan hingga Mom Ana terluka.
"Hey, Mom, sayang! Bagun!" ujar Dad William, ketika menyadari istrinya pingsan di pelukannya. Cepat-cepat, mengendongnya menuju rumah sakit.
Karena panik pada Mommy, Alex melupakan Bella sendiri di mall itu.
Sedang Bella melihat kepergian mereka, hanya menatap dengan tatapan kosong. Ia menyalahkan dirinya karena nasib sialnya itu membuat orang-orang yang dekat dengannya terluka.
Bella berjalan keluar dari mall itu tanpa arah, dengan air mata mengalir tanpa henti. Ia meratapi nasibnya. Segala cacian, hinaan, tuduhan, dan lainnya telah ia terima dan sudah menjadi makanan sehari-hari untuknya.
Bella menatap langit yang cerah, tiba-tiba menjadi mendung. Rintis hujan mulai turun, membasahi bumi, seakan mewakili perasaannya. Kali ini, hingga hujan deras, Bella masih berjalan tanpa arah.
Beberapa orang meneriakinya agar berteduh, namun seakan ia tuli, hingga ia memilih duduk di kursi taman, menangis kencang, meluapkan emosinya.
"Maaf, his, his, maaf, his, his!" kata itu terus terucap di bibir Bella, dengan memeluk kedua lututnya. Ia menangis sejadi-jadinya. Mungkin, kalau tidak hujan, ia sudah menjadi bahan tontonan orang-orang.
Jangan lupa like, vote, subscribe, dan komen dibawah ini!