Pernikahan Rocky dan Brigita rupanya menjadi awal munculnya banyak konflik di hidup mereka. Brigita adalah bawahan Rocky di tempat kerja. Mereka harus menikah karena satu alasan tertentu.
Statusnya sebagai seorang janda yang mendapatkan suami perjaka kaya raya membuat gunjingan banyak orang.
"Aku harus bisa mempertahankan rumah tanggaku kali ini,"
Apa dia berhasil mempertahankan rumah tangganya atau justru lebih baik berpisah untuk kedua kalinya?
***
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YPS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29 - Bimbang
“Mama…”
Suara itu terdengar pelan namun penuh kehangatan. Bukan dari Rocky tapi dari arah belakang tempat mereka duduk. Titi baru saja muncul dengan berkas-berkas di tangannya, wanita berkaca-mata itu terlihat senang dari gerakan tubuhnya.
Brigita menoleh cepat.
Titi berjalan menghampiri meja tempat Ira dan ibunda Rocky duduk. Senyumnya mengembang, matanya berbinar saat memanggil, “Ma, aku pesenin minuman kesukaan Mama, jus cranberry masih suka kan?”
Ibunda Rocky langsung berdiri. Senyum lembut yang tak pernah Brigita dapatkan tiba-tiba terpatri jelas di wajah wanita itu. Ia menyambut Titi dengan pelukan hangat.
“Ya ampun, Titi! Kamu makin cantik. Mama rindu,” ucapnya tulus.
Ira ikut berdiri, menyambut dengan cium pipi kanan-kiri khas wanita sosialita. “Akhirnya ada juga yang kami kenal baik di tempat ini. Aku sempat toleh kanan kiri tadi cari kamu.”
Titi tertawa renyah. “Aku selalu siap kalau ada keluarga datang. Harus dilayani istimewa dong.”
Brigita masih berdiri di tempatnya, tubuhnya menegang, hatinya serasa diremas. Interaksi itu terlihat begitu akrab, begitu nyaman, dan begitu menjadikan nyata bahwa dirinya tidak di anggap sama sekali.
“Brigita yang memesankan minuman, Ma,” ucap Titi sekilas, menyadari keberadaan Brigita tapi dengan nada formal, sekadar menyebut tanpa niat memuji.
Ibunda Rocky menoleh sekilas. “Oh, terima kasih.”
Lalu perhatiannya kembali ke Titi seolah Brigita hanya pelayan yang lewat. Brigita menelan ludah. Ia tersenyum tipis lalu perlahan mundur, mengambil napas dalam-dalam sambil berjalan menjauh. Tapi sebelum ia sempat sepenuhnya melangkah pergi…
“Mami…” suara ceria Ken menggema dari pintu masuk lounge.
Brigita berbalik badan. Rocky muncul, menggendong Ken, mengenakan kemeja biru langit dan jam tangan mahal yang memantulkan cahaya sore. Tapi ekspresi wajahnya berubah seketika saat melihat Mama dan Kakaknya duduk di lounge. Dan Titi yang berdiri di tengah mereka.
“Mama? Kak Ira?” Rocky langsung menghampiri. “Kenapa nggak bilang mau datang?”
Ibunya bangkit memeluk Rocky. “Kami kangen. Sekalian lihat-lihat tempat kerjamu yang jauh ini. Ternyata luar biasa.” menoleh sekilas pada Ken kemudian mengalihkan lagi pandangannya.
Ira menyipitkan mata. “Meski satu-dua elemen di dalamnya agak mengecewakan.”
Rocky tak menggubris sindiran itu. Tapi matanya sempat melirik Brigita yang berdiri di sisi jauh ruangan. Ia hendak menghampiri, namun langkahnya tertahan ketika ibunya menyentuh lengannya.
“Kamu bener-bener cocok sama Titi. Lihat cara dia melayani kami barusan sangat tahu cara menghormati orang tua. Tapi apa boleh buat kalian tidak berjodoh.”
Titi tertawa pelan, “Jangan begitu, Ma. Kami masih berhubungan baik, kok.”
Brigita hanya bisa menyaksikan dari kejauhan. Itu bukan sekadar kecanggungan apabila ia mendekat.
Itu pemisahan posisi. Meskipun Ken berada di sana duduk dengan mereka tetap saja Brigita merasa tidak nyaman.
“Ken, ayo Mami antar pulang setelah ini,” ucap Brigita setelah meletakkan minuman untuk mertuanya.
“Memangnya Mami sudah selesai bekerja?”
Brigita hanya mengangguk.
Ia mengarahkan tangan Ken untuk menyalami mereka yang lebih tua guna berpamitan pulang. Mereka hanya mengulurkan tangan tanpa berucap apapun.
.
“Sayang, Sayang… tunggu!!” seru Rocky mengikuti langkah Brigita yang sangat cepat telah berada di basement.
Langkahnya semakin cepat saat mendengar Rocky, ia membukakan pintu untuk Ken, menyalakan pendingin dan menutupnya kembali pintu mobil putih miliknya.
“Apalagi?”
“Aku tahu mungkin Mama dan Kak Ira membuatmu tersinggung, tapi kamu bukannya mendekatkan diri pada mereka malah menghindar seperti ini?!” pekiknya dengan nada tersengal-sengal.
“Mendekatkan diri? Untuk apa? Ada Titi disana yang bisa menggantikanku.” jawabnya, kemudian dia melanjutkan. "Kalau tahu malu harusnya Titi tidak ikut duduk disana!! Aku curiga dengan hubungan kalian.”
“Kau tahu aku sudah berteman dengan Titi sejak kuliah, wajar jika Mama dan Kak Ira lebih mengenal Titi!”
“Tunggu sampai aku bisa membuktikan semuanya,”
Belum sempat Rocky menjawab, Brigita lebih dulu masuk mobil dan meninggalkan Rocky yang masih berdiri disana.
.
.
Labirin Productions
Entah apa yang merasuki pikiran Brigita, ketimbang pulang ia memilih menyetir ke arah berlawanan dari rumahnya. Suasana di sana masih ramai meski sudah menjelang malam. Lampu-lampu studio menyala terang. Orang-orang hilir mudik membawa properti, kamera, dan naskah.
Anak itu berteriak saat melihat pria yang tak asing baginya muncul dari balik set dengan headset tergantung di lehernya. Wajahnya lelah tapi ekspresinya berubah saat melihat siapa yang berdiri di dekat pintu.
“Papi Leo… “ teriak Ken.
“Anak Papi, sini.” Leo membungkuk sejajar dengan tubuh Ken dan membentangkan kedua tangannya agar anak itu bisa berlari memeluknya.
Pelukan hangat dan erat, ada rindu yang tak terbendung. Brigita menatap pelukan mereka merasa sedih, dia menyesali keputusan nya sebagai orang tua yang tidak bijak.
“Tumben kesini, ada masalah?” tanya pria bermata sipit itu.
Brigita menunduk sedikit, canggung. “Boleh bicara sebentar?”
Leo mengangguk. “Oke, lima menit. Di ruang monitor aja, sini.”
Mereka masuk ke ruangan kecil berisi layar-layar pemantau dari berbagai angle kamera. Leo duduk, membuka air mineral, lalu menatap Brigita dengan ekspresi bingung. Sedangkan Ken sibuk dengan ipadnya.
“Kenapa? Ada yang penting?”
Brigita terdiam beberapa saat. Lalu menatap Leo lurus-lurus. “Aku sedang menyelidiki Rocky seperti katamu waktu itu, bahwa mungkin saja dia memiliki masa lalu yang kelam dan aku takut itu akan membahayakanku.”
“Lalu, kamu menemukan apa?”
Brigita membuka ponselnya dan menunjukan pada Leo tentang berkas yang ia dapat dari Dyandra. Serta foto-foto berkas dari gudang.
Leo melihat itu sekilas. “Tidak bisa di katakan dia yang bersalah sepenuhnya, dia pasti akan menyangkal jika hanya bukti seperti ini!”
Brigita menggigit kuku jarinya, dia merasa bingung harus melangkah seperti apa lagi untuk membuktikan bahwa Rocky memang lah seorang mafia kejam.
Tapi dia terbesit sesuatu. “Titi menanyakanmu, apa hubungan kalian sedekat itu?”
Leo tertawa kecil. “Kamu masih menaruh cemburu padaku?”
“Tidak… “ jawabnya malu-malu.
“Aku tidak pernah dekat dengannya, tapi hubungan Rocky dan Titi dari dulu memang aneh. Jika di katakan dekat selayaknya orang pacaaran tidak juga, tapi jika di katakan tidak ada hubungan itu juga salah. Lebih dalamnya lagi aku tidak tahu,”
“Benar kata Dyandra,” gumam Brigita.
Suasana hening sejenak, padangan mereka tiba-tiba serentak menatap Ken yang masih asik dengan ipadnya.
Leo menoleh pada Brigita. “Maaf, waktu itu aku terlalu terburu-buru mengambil keputusan. Kamu harus hidup dengan seseorang seperti dia. Jika aku sudah kembali stabil apakah kamu mau kembali padaku?”
Degh!
Jantung Brigita rasanya seperti keluar dari tubuhnya, ada rasa senang namun juga rasa takut. Dia tidak bisa menyembunyikan ekspresi nya bahwa dia senang.
“Tapi aku sudah menaruh sedikit perasaanku padanya, apakah itu memberatkanmu?”
gretet aku ☺️☺️