Terkadang kenyataan tidak sejalan dengan keinginan, Letnan Dallas menginginkan kekasih yang usianya tidak jauh berbeda dengannya tapi harus bertemu dengan perempuan yang usianya terpaut jauh di bawahnya. Semua terjadi karena dirinya trauma memiliki kekasih yang kekanakan di masa lalu.
Tak jauh berbeda dengan Letnan Dallas, Letnan Herca pun akhirnya terpaksa berkenalan dengan seorang wanita pilihan orang tuanya terutama Opa sebab cemas jika Letnan Herca akan salah arah. Penyebabnya tak jauh karena beliau tidak pernah melihat Letnan Herca bersama seorang gadis.
Lantas jika jodoh di tangan Opa, lantas siapa berjodoh dengan siapa dan prahara apa yang akan terjadi terkait masa lalu Bang Herca dengan seorang gadis berinisial Y.
Harap skip jika tidak sanggup dengan KONFLIK.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bojone_Batman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14. Bini ngidam ( 1 ).
Mohon responnya. Terima kasih 🙏.
🌹🌹🌹
Papa Danar menghadang langkah putranya. Beliau sungguh mencemaskan Dindra.
"Dindra tau tentang Intan?"
"Tidak, Pa." Jawab Bang Herca melirihkan suaranya.
"Katakan saja, Papa takut Dindra kaget." Kata Papa Danar.
"Saya belum siap. Dindra baru bangkit dari masa lalunya. Saya tidak mungkin menambahi beban pikirannya. Mental Dindra bisa kena." Bang Herca pun ingin menceritakan masalahnya, hanya saja memang dirinya masih mencari waktu yang tepat untuk mengutarakan masalah tersebut.
Di dalam perut Dindra ada calon buah hatinya. Tidak mungkin dirinya tega menyakiti perasaan sang istri.
"Saya akan tetap cerita, tapi tidak sekarang. Tolong pahami keadaan saya, Pa." Pinta Bang Herca.
Papa Danar pun mengerti kesulitan putranya. Jelas ibu hamil tidak bisa mendapatkan tekanan dan stress. Beliau juga pasti menyayangi calon cucunya.
Bang Danar menengadah, ia nampak berpikir keras untuk mencari jalan keluar dari permasalahannya tersebut.
***
Mama Shila menyuapi dindra sedangkan Mama Nindy menyuapi Rigi. Kedua mertua memperlakukan para gadis istri putranya sama persis seperti Oma Delia menyayangi mereka, dulu.
Dindra dan Rigi merasa nyaman bersama mertuanya meskipun sebenarnya mereka belum benar memahami silsilah keluarga suami.
"Aku mau donk, Ma..!!" Bang Dallas berjongkok di hadapan Mama Nindy minta untuk di suapi.
Mama Nindy menggeleng tapi tetap menyuapi putranya. "Rigi masih lapar lho, le."
Disisi lain, Bang Herca menyambar suapan untuk Dindra dari tangan Mama Shila sampai Mamanya itu memelototinya.
"Aku sudah hampir terlambat apel."
"Minta di suapin Papa dulu, Bang. Kasihan nih yang di perut." Kata Mama Shila.
Papa Danar sampai menoleh lalu membuka nasi bungkus dan berjalan menghampiri putranya padahal niatnya adalah segera sarapan setelah menyuapi Mama Shila.
"Makanya kalau malam tuh tidur, jangan seperti kalong. Manusia butuh istirahat, begadang juga harus tau aturan." Omel Papa Danar, tangannya sibuk menyuapi Bang Herca sekalian dengan Bang Dallas yang sudah duduk di depan teras mess transit untuk memakai sepatu PDL mereka. "Cepat.. cepaat.. cepaaat.. kunyah, telan..!!!!!!" Perintah Papa Danar seperti mengarahkan para siswa komando.
"Sabar, Pa. Ini mulut, bukan tong sampah." Protes Bang Herca.
"Ngomong-ngomong, Alhamdulilah istri kalian nggak rewel ngidam."
"Memangnya harus, Pa?" Tanya Bang Dallas.
...
Bang Dallas duduk dan melihat Bang Herca tengah sibuk kegiatannya bersama anggota untuk melaksanakan persiapan bakti sosial. Ia sungguh merasa kasihan dengan ketegaran hidup adiknya selama ini.
Tak lama panggilan telepon membuyarkan lamunannya. Ia pun segera menjawabnya.
"Abang dimana?"
//
Papa Danar berunding matang dengan Ayah Rico dan juga Opa Harso. Rasa cemas jelas menghinggapi hati ketiga orang pria.
"Serapatnya menyimpan bangkai pasti akan tercium juga. Kita tidak bisa mengubah kenyataan tapi kita bisa meminimalkan pertikaian." Kata Papa Danar.
"Saya juga berpikir begitu. Setelah pengajuan nikah ini selesai, saya akan buat skep agar Dallas dan Herca pindah ke Batalyon 'atas'. Saya rasa alasan ini tepat karena memang penempatan mutasi mereka atas kasus yang lalu adalah disini. Sekarang saya akan pindahkan ke tempat dinas kita dulu. Saya harap masalah ini selesai dan redam sampai disini..!!" Jawab Ayah Rico.
"Aamiin..!!" Sahut Papa Danar dan Opa Harso.
"Paaa..!!" Dindra keluar dari kamar messnya dan menatap wajah Papa Danar dengan wajah sayu.
"Walaahh.. pucat sekali kamu, ndhuk." Papa Danar sampai mencemaskan keadaan Dindra.
"Abang masih lama ya pulangnya?" Tanya Dindra.
Papa Danar dan Ayah Rico saling pandang sejenak. "Ada apa cari Abang?" Balas Ayah Rico.
"Dindra pengen panen belut." Jawab Dindra.
"Beuughh.. baru juga tadi pagi ku batin. Habislah kau, Hercaaaa..!!" Gumam Papa Danar.
"Nggak boleh ya, Pa." Tanya Dindra. .
"Nanti tanya sama Abang saja, ndhuk. Papa takut salah." Jawab Papa sembari mengambil ponsel dari saku bajunya.
"Kalau begitu renang saja deh." Pinta Dindra.
"Naah, kalau itu malah bagus untuk kesehatan. Berenang dimana, ndhuk."
"Di sungai yang di tutup pagar, di belakang desa sebelah, Pa."
"Aduuuhh.. Maa.. mamaaa.. cepat hubungi Herca..!! Jantung Papa rasanya nggak kuat." Perintah Papa Danar pada Mama Shila.
...
"Sawah pasti penuh lumpur, dek. Abang nggak mau ambil resiko. Bagaimana kalau kamu terkilir, atau terpeleset???" Tolak Bang Herca mendengar permintaan sang istri.
"Berarti boleh berenang????" Tanya Dindra.
"Itu bukan sungai, tapi penangkaran buaya..!!!!!" Ujar Bang Herca sudah pusing tujuh keliling mendengar permintaan Dindra.
Seketika Dindra terdiam. Sungguh dirinya tidak menyangka ternyata yang begitu di inginkannya begitu berbahaya.
Dindra mulai frustasi karena keinginannya seakan tidak bisa di cegah. Kepalanya sampai terasa sakit dan berat.
"Yang lain saja, dek..!!" Kata Bang Herca.
"Ya sudah, Dindra kendarai mobil saja keliling sekitar sini."
Bang Herca membuang nafas lega. Setidaknya tidak masalah jika hanya menemani berkeliling desa sekedar menuruti ngidamnya bumil.
...
Menit berlalu. Dindra hanya diam saja di dalam mobil dan mobil pun belum juga berjalan. Papa Danar, Ayah Rico dan Opa Harso turut menemani.
Lama kelamaan Bang Herca mulai curiga karena Dindra seakan memasang wajah bingungnya.
"Memang nggak apa-apa, Bang?" Tanya Dindra memastikan pada Bang Herca.
"Ya nggak apa-apa, hanya naik mobil saja."
Dindra baru mengangguk dan mobil melesat begitu saja tanpa arah tujuan.
"Astaghfirullah hal adzim, Lailaha illallah.. Allahu Akbar..!!!!" Pekik Bang Herca saking kagetnya. "Kamu bisa kendarai mobil atau tidak, dek??????"
"Nggak." Jawab Dindra singkat.
"Haaaaaaaa..!!!"
Para tetua sibuk menarik sabuk pengaman, Opa Harso sibuk mencari-cari obat dalam sakunya sedangkan Bang Herca sigap bertukar posisi dengan Dindra namun begitu, dirinya pun tetap memikirkan keselamatan Dindra dengan cepat.
Rem segera terinjak kuat. Mobil berhenti tepat di sisi jalan turunan dan tikungan tajam menuju jurang.
Dada Bang Herca luar biasa sakitnya sampai terbatuk merasakan sesak. Jemarinya masih gemetar merasakan sesaat di antara hidup dan mati.
"Dindraaaaaaaaaaaaa...........!!!!!!!" Bentak Bang Herca begitu kuat hingga menghantam kemudi dengan kuat. "Apa niatmu???? Ingin bunuh anak ku?????????"
Papa Danar turut syok tapi jelas beliau tau dari gemetarnya tubuh Dindra, pasti menantunya itu tidak berniat sengaja melakukannya.
"Herca, kurangi nada bicaramu..!!" Kata Papa Danar.
Jemari Bang Herca kini mengepal kuat, Papa Danar segera mencegahnya.
"Herca, istrimu sudah ketakutan..!!!"
"Ya Allah..!! Aku kudu piye????" Nafas Bang Danar masih belum juga stabil.
"Sudahlah, yang penting kita semua tidak apa-apa. Anakmu aman di perut ibunya." Ujar Ayah Rico.
"Abang sungguh menunggu dia datang meskipun Abang memang kaget karena kamu hamil secepat ini, tapi Abang sangat sayang dengan anak ini." Bentak Bang Herca menggelegar.
Tak terkira terkejutnya hati Dindra, ia mendekat dan menyentuh Bang Herca untuk meminta maaf tapi suaminya itu menepisnya meskipun sebenarnya Bang Herca juga tidak bermaksud demikian.
"Hercaaa..!!" Ayah Rico sampai mengulang tegurannya.
"Abaaang, Dindraaaa nggak bisa nafas." Ujar Dindra seketika membuat Bang Herca panik bukan main.
.
.
.
.