Setelah mengukuhkan kekuasaannya atas Kota Canyu, Zhang Wei memulai perjalanan epik menuju puncak dunia demi membangkitkan kembali masternya, Lian Xuhuan. Namun, jalan menuju tujuan itu penuh bahaya: musuh kuat, intrik politik, hingga menjadi buronan kekaisaran Qin.
Dalam petualangannya, Zhang Wei harus menghadapi penguasa Tanah Barat, mengungkap rahasia dunia, dan membuktikan dirinya sebagai pendekar pedang kelabu yang tak terkalahkan.
Dengan tekad membara, Zhang Wei bersiap melawan dunia untuk mencapai puncak tertinggi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YanYan., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertarungan dua Martial Ancestor
Malam itu, suasana medan perang mencekam. Liang Wuchang berdiri di tengah kerumunan pasukannya, wajahnya penuh dengan amarah yang tidak bisa lagi ia sembunyikan. "Bocah sombong! Beraninya kau mengambil pusaka milikku!" teriaknya, suaranya menggema di udara malam.
Di sisi lain, Zhang Wei berdiri didepan gerbang kota, memainkan tombak hitam itu dengan satu tangan, seolah-olah itu hanya mainan. "Oh, ini?" katanya sambil tersenyum tipis. "Pusaka ini? Aku rasa ini lebih berguna di tanganku daripada di tangan seseorang yang tidak bisa menggunakannya dengan benar."
Liang Wuchang mengepalkan tinjunya hingga bergetar. Ia merasa harga dirinya diinjak-injak. Bagaimana mungkin seorang bocah Martial Ancestor bintang 1 berani mempermalukannya seperti ini? "Aku tidak akan menahan diri lagi! Kau akan mati malam ini, Bocah!"
Dalam sekejap, Liang Wuchang melesat ke arah Zhang Wei dengan kecepatan luar biasa, aura Martial Ancestor bintang 5 meledak seperti badai yang menyapu medan perang. Pasukan di sekitarnya mundur ketakutan, tidak berani mendekati dua sosok yang sekarang akan saling menghancurkan.
Zhang Wei tetap berdiri di tempatnya, tanpa sedikit pun rasa gentar. Saat Liang Wuchang tiba dalam jangkauan, ia mengayunkan pukulan yang cukup kuat untuk meratakan sebuah gunung kecil. Namun, Zhang Wei dengan gesit menghindar, langkahnya ringan seperti angin.
Serangan demi serangan dilancarkan oleh Liang Wuchang, tapi Zhang Wei selalu berhasil mencari celah untuk menghindar. Tidak hanya itu, setiap kali ia menghindar, ia melancarkan serangan balasan yang cerdik, menyerang titik-titik vital Liang Wuchang.
Liang Wuchang semakin frustasi. "Bocah ini... gerakannya terlalu licin! Bagaimana mungkin dia secepat ini?" pikirnya sambil mengerahkan lebih banyak energi.
Sementara itu, Zhang Wei terus tersenyum tipis. "Apa ini? Kau hanya bisa menyerang dengan kekuatan mentah seperti binatang buas? Kau terlalu lambat, pak tua."
Pertarungan mereka berlangsung sepanjang malam, menjadi pemandangan yang mengerikan sekaligus mengagumkan bagi siapa saja yang menyaksikannya. Setiap benturan serangan mereka menciptakan gelombang kejut yang mengguncang tanah di sekitar kota. Tidak ada satu pun dari pasukan Liang Wuchang yang berani mendekat. Mereka hanya bisa menonton dari kejauhan, wajah mereka dipenuhi rasa takut dan ketidakpercayaan.
Liang Wuchang mulai kehabisan kesabaran. Napasnya mulai terengah-engah, tapi matanya tetap dipenuhi amarah. "Bocah sialan! Aku akan menghancurkanmu!"
Namun, Zhang Wei tidak menunjukkan tanda-tanda kelelahan. Ia tetap tenang, langkahnya gesit, serangannya presisi. "Aku sudah menghadapi musuh yang lebih kuat darimu, pak tua" katanya dengan nada dingin. "Dan mereka semua jatuh di tanganku. Apa yang membuatmu berpikir kau akan berbeda?"
Akhirnya, Liang Wuchang mengerahkan seluruh kekuatannya dalam satu serangan besar. Ia mengayunkan tinjunya, mengeluarkan energi qi yang membentuk naga emas raksasa yang mengaum dan melesat ke arah Zhang Wei.
Zhang Wei berdiri di tempatnya, menunggu saat yang tepat. Ketika naga itu hampir menyentuhnya, ia mengangkat pedangnya yang bersinar dengan aura abu-abu gelap. "Kau ingin bermain besar? Baiklah," katanya dengan suara dingin.
Ia mengaktifkan bentuk kedua pedangnya, Pelahap Embun. Dalam sekejap, pedang itu berubah. Bilahnya menjadi lebih panjang dan tajam, memancarkan aura yang menakutkan, seperti iblis yang lapar akan jiwa. Zhang Wei mengayunkannya sekali, dan energi dari naga emas itu tersedot ke dalam pedangnya.
Liang Wuchang terbelalak. "Apa... apa itu?!" teriaknya, tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.
Zhang Wei tersenyum tipis, tatapannya dingin seperti es. "Inilah pedangku, Pelahap Embun. Dan sekarang, giliranmu yang merasakan kekuatannya."
Benturan energi yang dilepaskan oleh Zhang Wei mengguncang udara malam. Serangan naga emas yang sebelumnya dilemparkan oleh Liang Wuchang kini kembali dengan kekuatan dua kali lipat, menyelimuti langit seperti badai yang tak terbendung. Liang Wuchang hanya sempat membelalakkan matanya, menyadari bahwa pedang Zhang Wei, Pelahap Embun, bukan hanya senjata biasa, tetapi alat penghancur yang mengubah serangan musuh menjadi senjata mematikan.
"Rasakan ini!" seru Zhang Wei sambil mengayunkan pedangnya, melepaskan naga emas yang telah diperkuat.
Liang Wuchang dengan cepat mengumpulkan qi-nya, menciptakan perisai energi tebal untuk menahan serangan. Namun, benturan energi yang dihasilkan membuat tanah bergetar hebat, menghancurkan segala sesuatu di sekitar mereka. Perisainya retak di banyak tempat, dan tubuhnya terdorong mundur beberapa meter.
"Kenapa kalian bertindak sejauh ini?" tanya Zhang Wei, suaranya terdengar di tengah riuhnya energi yang masih berdenyut di udara. "Hanya karena kematian satu orang, kalian rela mengerahkan kekuatan yang bisa menghancurkan sebuah kota? Dunia kultivator adalah dunia yang kejam. Aku membunuh Yan Zhenhai karena dia mencoba membunuhku. Bukankah itu wajar?"
Liang Wuchang menggertakkan giginya, wajahnya memerah karena marah. "Kau tidak akan mengerti!" teriaknya. "Yan Zhenhai adalah lebih dari sekadar murid bagiku. Dia adalah anakku sendiri! Kau menghancurkan satu-satunya warisan yang kubanggakan!"
Zhang Wei tertawa dingin. "Dan itu membuatmu merasa berhak menyerangku tanpa memikirkan siapa yang benar atau salah? Dunia ini memang kejam, tapi bukankah itu hukum yang berlaku bagi kita semua?"
Kata-kata Zhang Wei semakin membakar amarah Liang Wuchang. "Tidak peduli apa alasannya, aku akan menghabisimu! Kau adalah ancaman bagi masa depan sekteku dan harga diriku!"
Liang Wuchang kembali melesat ke arah Zhang Wei dengan aura penuh kebencian. Mereka kembali terlibat dalam pertarungan sengit, tapi jelas bahwa Liang Wuchang mulai kehabisan tenaga. Serangan-serangannya semakin tidak terarah, sementara Zhang Wei tetap tenang, menunggu setiap celah untuk memberikan serangan balasan yang menghancurkan.
Malam berlalu dengan penuh kekacauan. Benturan demi benturan energi mereka menerangi langit seperti kembang api yang terus-menerus meledak. Para pasukan Liang Wuchang hanya bisa menonton dari kejauhan, takut untuk mendekat. Mereka mulai kehilangan harapan ketika melihat tetua mereka tidak mampu mengungguli seorang pemuda berusia 16 tahun.
Ketika matahari mulai terbit di ufuk timur, suasana menjadi semakin mencekam. Liang Wuchang berdiri terengah-engah, tubuhnya dipenuhi luka akibat serangan balik Zhang Wei. Pedang Pelahap Embun di tangan Zhang Wei memancarkan aura abu-abu yang dingin, seolah-olah menikmati kekalahan musuhnya.
"Kau sudah kalah, Liang Wuchang," kata Zhang Wei dengan nada tegas. "Dan itu bukan hanya kekalahanmu, tetapi juga kekalahan seluruh pasukanmu."
Liang Wuchang terdiam, matanya penuh kebencian. Namun, ia tidak bisa menyangkal kenyataan di depan matanya. Pasukannya hancur, moral mereka runtuh, dan formasi pertahanan kota tetap berdiri kokoh tanpa sedikit pun tanda akan runtuh.
Para pasukan Liang Wuchang mulai mundur perlahan, satu per satu. Mereka tahu bahwa pertempuran ini telah selesai, dan mereka tidak punya alasan lagi untuk bertahan. Zhang Wei hanya berdiri di tempatnya, mengawasi mereka dengan tatapan dingin.
Saat fajar menyinari medan perang yang porak-poranda, kemenangan jelas berada di pihak Zhang Wei. Tapi bagi Liang Wuchang, ini adalah kekalahan yang lebih dari sekadar pertempuran. Itu adalah pukulan telak bagi harga dirinya dan sekte yang ia wakili. "Kita akan bertemu lagi, bocah," gumamnya penuh kebencian sebelum berbalik pergi bersama pasukannya.
harusnya seperti dewa iblis
dewa bagi kawan
iblis bagi musuh
ditunggu up nya Thor