Kepergian Nayla menjelang pernikahannya, membuat semua orang bersedih, termasuk Laura sang kakak.
Ketika takdir membalikan kehidupan dan menulis cerita baru, Laura harus menerima kenyataan bahwa ia harus menjadi pengantin pengganti sang adik, Nayla. Untuk menikah dengan calon suaminya bernama Adam.
Namun, ketika akad nikah akan berlangsung, sang ayah justru menolak menjadi wali nikahnya Laura. Laura ternyata adalah anak haram antara ibunya dengan laki-laki lain.
Pernikahan yang hampir terjadi itu akhirnya dibatalkan. Fakta yang baru saja diterima lagi-lagi menghantam hati Laura yang masih di rundung kesedihan. Laura lalu meminta pada Adam untuk menunda pernikahan hingga dia bertemu dengan ayah kandungnya.
Bagaimana perjalanan Laura mencari ayah kandungnya? Apakah dia akan bertemu dengan ayah biologisnya itu? Dan bagaimana kisah cintanya dengan Adam? Baca kisah selanjutnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Tiga Puluh Satu
"Aku harap kita tak bertemu lagi, agar dihati ini tak ada rasa benci!" ucap Laura dengan suara tegas dan penuh penekanan.
Laura lalu berbalik dan melangkah pergi meninggalkan ruang kamar inap tersebut. Adam langsung berdiri dan mengejar gadis itu.
Langkah Laura terhenti karena tangannya di tahan Adam. Dia berbalik menghadap pria itu. Wajahnya sudah penuh dengan air mata.
Adam menarik tubuh Laura. Membawanya ke dalam pelukan. Biasanya gadis itu akan menghindar berpelukan dengan lawan jenis, tapi kali ini tak ada penolakan. Mungkin karena dia memang butuh tempat bersandar.
"Dam, aku tak minta dilahirkan. Aku juga tak minta jadi anaknya Pak Ariel, tapi kenapa aku harus menjadi korban keegoisan kedua orang tuaku. Saat aku tau jika aku bukan anak kandung Ayah, aku berharap ayah kandungku akan menerima kehadiranku, tapi ternyata dia lebih jahat dari ayah tiriku!" seru Laura dengan terbata karena menangis.
"Aku tak tau harus berkata apa, Laura. Jika aku berada di posisi kamu, aku juga pasti tak akan sanggup," ucap Adam.
Cukup lama Laura menangis dalam pelukan Adam. Setelah puas, dia melepasnya. Berdiri agak menjauh. Tersenyum getir.
"Mungkin memang takdirku begini. Bukankah saat dalam kandungan sudah ditanya apakah kita mau hidup ke dunia atau nggak. Jadi ini semua juga salahku." Laura berkata sambil mengusap air matanya.
"Jangan berkata begitu. Kamu tak salah. Yakinlah suatu saat nanti papa pasti menyesal karena tak mengakui kamu!"
"Tak apa, Dam. Aku juga tak berharap diakui. Terima kasih karena mendengar curhatan ku. Aku pamit," ucap Laura.
Laura kembali melanjutkan langkahnya, tapi baru beberapa langkah, kembali tangannya di tahan Adam.
Saat Laura akan pergi, Adam menghampiri dia dan memegang tangannya. "Laura, jangan pergi dulu," Adam berkata dengan suara yang lembut.
Laura memandang Adam dengan mata yang penasaran. "Ada apa, Adam?" Laura bertanya dengan suara yang serak karena masih menahan tangis. Dia merasa ini titik terendah dalam hidupnya. Padahal tadinya berharap Ariel mau menerimanya dengan dia mendonorkan darah.
Adam memandang Laura dengan mata yang serius. "Jangan berubah, Laura," Adam berkata dengan pelan seolah takut ada yang mendengar. "Jangan berubah walau Papa tidak terima kehadiranmu. Kamu tetap kamu, dan aku tetap ingin dekat denganmu."
Laura merasa sedikit terharu. "Adam, aku ..." Laura berhenti berucap karena Adam memotongnya.
"Aku tahu, Laura," ucap Adam. "Aku tahu bahwa Papa tidak terima kehadiranmu, tapi aku tidak peduli. Aku ingin dekat denganmu, Laura. Aku ingin menjadi bagian dari hidupmu."
Laura merasa sedikit lega. "Adam, aku juga ingin dekat denganmu. Tapi untuk saat ini kita lebih baik menjauh dulu. Aku takut rasa kecewaku pada papamu berdampak pada hubungan ini. Percayalah jika kita memang ditakdirkan bersama, apa pun halangannya, kita akan tetap bersatu. Dan jika kita memang tak berjodoh, sekuat apapun kita genggam pasti akan lepas juga," balas Laura.
"Tapi aku mau kita tetap bertemu, Laura. Biar kita tau seberapa jauh perasaan ini. Apakah aku benar-benar menyukaimu atau hanya karena Nayla!" seru Adam.
"Kita lihat saja nanti, Dam. Lagi pula aku dan Pak Daniel mau ke luar kota selama beberapa minggu untuk mengembangkan salah satu perusahaan cabang. Aku ingin saat aku di luar kota, jangan ada komunikasi agar kita mengetahui seberapa dalam rasa ini. Apakah rindu itu ada?"
Laura lalu kembali pamit. Adam tak bisa menahan lagi. Dengan perasaan yang sedikit galau dia melepaskan kepergian gadis itu. Dalam hatinya ada ketakutan jika Laura benar-benar pergi, sedangkan dia baru merasakan jatuh cinta dengannya.
Sementara itu di dalam kamar rawat inapnya Ariel, Ratna mendekati suaminya itu. Memandanginya dengan tatapan tajam seolah ingin membunuhnya.
"Apa Mas gak punya hati? Laura mendonorkan darahnya dengan ikhlas, kenapa dihargai dengan uang. Tanpa bantuannya, belum tentu Mas bisa menghirup udara lagi!" seru Ratna.
"Aku tak mau memiliki hutang budi sama siapapun!"
"Mas takut berhutang budi atau Mas malu karena anak yang Mas telantarkan dan tak diakui tenyata memiliki hati seluas samudra, mau mendonorkan darahnya demi sang ayah?" tanya Ratna.
Tadi dia baru menerima laporan dari Gatot kalau ternyata benar Sumarni, ibunya Laura adalah kekasih Ariel yang dia tinggalkan saat hamil. Dan sembilan puluh persen pria itu yakin kalau Laura adalah anak dari suaminya.
"Apa maksud ucapanmu, Ratna?" tanya Ariel dengan suara gemetar.
"Aku rasa Mas tak bodoh, pasti tau maksud ucapanku!" seru Ratna.
Rasa sakit hatinya karena pria itu tak mau mengakui kesalahannya, membuat Ratna tak berpikir lagi dalam berucap, padahal saat ini Ariel baru saja sadar dari masa kritisnya.
"Aku tak mengerti apa yang sedang kamu bicarakan!" seru Ariel masih berusaha membantah.
Ratna tersenyum sinis mendengar perkataan sang suami. Jika saja Ariel tidak sedang terbaring sakit dan tidak berada di rumah sakit, pasti suaranya sudah sangat tinggi agar pria itu sadar dengan kesalahannya.
"Aku sudah tau kalau Laura itu anakmu, Mas. Kenapa kamu masih berusaha menepis kenyataan itu? Bagaimana mungkin seorang ayah dengan teganya menjatuhkan mental putrinya hingga sebegitu besarnya!' seru Ratna.
Ucapan Ratna membuat Ariel sangat terkejut. Dia terdiam tak bisa berkata apa-apa lagi.
yang dl gak setuju sama Laura
Daniel kah
atau bapak nya?
gantian jd pengganti