NovelToon NovelToon
RED FLAG

RED FLAG

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda
Popularitas:9.9k
Nilai: 5
Nama Author: Eva Rosita

"Kita putus!"

"putus?"

"ya. aku mau kita menjadi asing. semoga kita bisa menemukan kebahagiaan sendiri-sendiri. aku pergi,"

"Silahkan pergi. tapi selangkah saja kamu melewati pintu itu ... detik itu juga kamu akan melihat gambar tubuh indahmu dimana-mana,"

"brengsek!"

"ya. itu aku, Sayang ..."


***

Bagai madu dan racun, itulah yang dirasakan Eva Rosiana ketika jatuh dalam pesona Januar Handitama.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eva Rosita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

07

Janu kira usahanya untuk pdkt dengan Eva akan semakin lancar, setelah menghabiskan malam bersama. Yang dimaksud menghabiskan malam bersama itu, dia mengantar Eva ke cafe Budi, menemani gadis itu sampai selesai manggung. Lalu dilanjut motoran malam-malam, makan, dan berakhir mengantar Eva pulang ke kos pukul satu malam.

Jadi bukan menghabiskan malam bersama yang seperti adegan dua satu.

Ternyata malam itu menjadi malam terakhir dia bertemu dengan gebetannya. Sudah seminggu lebih Janu tidak bertemu dengan Eva.

Sudah bertanya ke teman-teman gadis itu, ternyata mereka juga tidak tahu, usai kuliah Eva langsung pergi katanya. Bahkan Ajeng yang satu kos dengan Eva saja tidak pernah bertemu.

Janu juga sesekali datang ke kosnya Eva, hasilnya masih nihil. Mencoba mengirim pesan juga, dibaca tapi tidak ada balasan.

Janu cuma dapat info dari Budi kalau Eva izin absen di cafe karena ada job lain.

"Keluarganya lagi ada problem, adeknya bikin ulah lagi. Dan lagi-lagi si Eva yang kocar kacir nyari duit," kata Ajeng yang baru tahu kabar dari Mamahnya dikampung.

Janu mengangguk samar, dia tahu masalah itu karena tak sengaja memergoki Eva yang menangis setelah mengangkat telpon dari Ibunya dua minggu lalu.

Sekarang cowok bertato itu sedang ada di cafe Budi, nongkrong dengan teman-teman Eva. Berharap malam ini gadis itu datang, tapi ternyata tidak.

"Kebiasaan deh tuh bocah. Kalo ada masalah dipendem sendiri," gerutu Budi. Kesal dan khawatir dengan sahabatnya yang sok kuat itu.

"Dia selalu begini ya?" tanya Janu.

Budi, Ajeng dan Doni mengangguk. Kecuali Evan yang memang masih tak tahu apa-apa, sama seperti Janu.

"Kenapa kalian nggak nyoba bantu dia gitu? Apalagi lo, Bud. Nggak mungkin lo kagak punya duit," tanyanya lagi. Budi itu anak orang kaya, tidak mungkin dia tidak bisa membantu sahabatnya untuk masalah uang.

Budi tersenyum kecut, tak tahu saja si Janu itu jika dia sering debat sama Eva cuma gara-gara gadis itu menolak bantuannya. "Lo pikir gampang bantu Eva? Tuh anak kepala batu. Mana mau nerima bantuan temennya," jawabnya, "Jangankan gue yang baru berapa taun kenal. Noh, lo tanya sama Ajeng. Dia yang notabene sohib dari orok aja kagak bisa," lanjutnya mengedikkan dagu ke Ajeng.

Yang di tunjuk mengangguk, membenarkan pernyataan Budi.

"Sok kuat banget emang tuh anak, anjir! Nggak tau apa kalo temennya khawatir," timpal Ajeng yang menggerutu kesal.

Dari empat orang ini, yang paling susah ekonominya ya si Eva. Ajeng meskipun sama-sama dari kampung, tapi dia anak orang yang bisa dikatakan mampu. Sedangkan Eva, dia anak orang miskin. Kuliah mengandalkan beasiswa, untuk makan dan bayar kos masih harus kerja dulu. Belum lagi keluarganya itu sering mengganggu untuk meminta uang.

Miris sekali hidup si Eva.

"Ya emang kuat sih dia. Kalo gue jadi dia, pasti udah nyari gadun, gila!" celetuk Doni, sipaling kemayu.

Atas celetukannya itu si Doni mendapat geplakan dibelakang kepalanya dari Budi, "gadun biji lo besar sebelah. Mana ada gadun mau sama bencong, bego!"

"Loh, emang ada ya biji yang besar sebelah? Punya lo gitu, Don?" Ajeng, si paling imut-imut dan si paling polos bertanya ke Doni dengan wajah polosnya. "Kenapa bisa besar sebelah? Habis dikecup tawon kah?"

"Iih, sebel banget sama otak lemot lo, Jeng!" kesal Doni, mau noyor kepalanya Ajeng tapi kasihan, tak tega melihat wajah imutnya. "Percaya sama Budi, sama aja lo percaya tehyung lahir di Depok!"

Janu menggeleng kepala pelan. Ternyata kumpul dengan mereka bisa melatih kewarasan otak.

Sedang Evan dan Budi sudah ngakak melihat Doni yang seperti ingin menerkam Ajeng.

Diwaktu yang sama, tapi lain tempat. Eva duduk dibalkon apartemen temannya, dengan memangku laptop. Jarinya dengan lincah bergerak menekan nekan huruf yang di papan. Pakaian yang dikenakan masih pakaian yang dipakai kerja tadi. Seragam ala ala sales.

Dua puluh menit yang lalu dia baru pulang kerja, tapi langsung menyambar laptop untuk melakukan perannya sebagai joki tugas kampus.

Dan entah ini malam keberapa dia menginap di apartemen temannya, Rena. Alasannya ya karena tempat ini dekat dengan tempat kerja sementaranya. Eva bisa jalan kaki kalau dari apartemen Rena. Beda dengan kosnya yang harus naik ojek dulu. Ribet, bikin cape dan boros menurutnya.

"Lo nggak lelah, cuk?" Rena datang membawakan segelas coklat panas untuk temannya.

"Pertanyaan itu harusnya buat lo nggak sih?" Eva melempar balik pertanyaan itu tanpa menatap lawannya.

"Lah? Emang gue kenapa?" balas Rena. Si pemilik rambut coklat dan yang punya body aduhay.

"Lo nggak lelah tiap hari ngeladenin tuh Om-Om?"

"Bangsat lo!" Rena menoyor kepalanya Eva, membuat gadis itu tertawa.

Rena tidak tersinggung sama sekali. Sudah biasa dia bercanda seperti ini dengan Eva. Toh si Eva sudah tahu semuanya, tak ada satu pun yang Rena tutupi ke temannya yang miskin itu.

Sama miskinnya sebenarnya sih, tapi sekarang Rena sudah naik kelas karena jadi bayi gula om-om tajir.

"Tapi gue iri sama lo, Ren. Nasib lo mujur banget bisa dapet gadun spek Om Dewa," Eva mengucek matanya, panas juga lama-lama pantengin layar yang bikin pusing melihat angka disana. "Udah tajir, ganteng, masih single, lagi!" lanjutnya menyebutkan kelebihan dari papi gulanya Rena.

"Royalnya jangan lupa!" timpal Rena dengan senyum merekahnya.

Eva menganguk setuju. Kalau tidak royal, mana mungkin si Rena bisa punya fasilitas semewah ini, isi rekening gadis itu juga gendut katanya.

"Cariin gue kayak Om Dewa, Ren!" terlihat lelah sekali wajah Eva, suaranya melemah seiring dangan gerakan tangannya yang pelan menutup laptopnya.

"Jangan, Va!" Rena menggelengkan kepala, menatap temannya dengan lekat, "jangan kayak gue. Sakit, Va," lanjutnya yang kini matanya menyorot akan kesedihan.

"Sakit karena jatuh cinta sendirian maksud lo?"

Ya, Eva tahu jika temannya itu sudah terjatuh dalam pesonanya Dewa. Tapi sayang, laki-laki 30 tahun yang mapan itu tidak mau ada kata cinta katanya. Padahal si Dewa juga tidak memiliki kekasih setahu Eva.

"Dah lah, jangan bahas gue!" Rena melengos, tanda ingin menyudahi pembicaraan yang membuatnya merasa bodoh. "Lo besok ada jam kuliah?"

Eva menggeleng, "libur gue,"

"Besok pamerannya pindah, Va. Didekt PIM, masih dijam sama. Paginya jam 9 lo ikut gue jaga di pameran motor listrik, mayan lah dapet gopek,"

Eva mengangguk setuju. Tidak apalah untuk sekarang dia harus banting tulang, asal jangan banting harga. Demi si Ibu yang tangisannya terus mengganggu dikepalanya.

Enaknya begini kalau punya teman modelan Rena, koneksinya banyak. Dan si Rena meskipun duitnya sudah bejibun dari Om Dewa, tapi gadis-eh bukan gadis lagi sih karena perawannya sudah basi, wanita ini sengaja masih kerja sana sini untuk menutupi pekerjaan utamanya sebagai bayi gula, agar teman-teman dikampusnya tidak curiga dari mana asal uang di gaya hidupnya yang hedon itu.

Eva menoleh ketika Rena melempar satu bungkus yang isinya lintingan tembakau semua. Tanpa pikir panjang dia membuka dan mengambil satu, memajukan wajahnya meminta si Rena membakar lintingan yang sudah di apit oleh kedua bibirnya. Kebetulan si Rena baru nyulut pake korek, jadi sekalian Eva minta tolong.

Bukan perokok aktif, tapi sesekali akan Eva lakukan menghisap racun yang sudah membuat banyak orang candu ini. Butuh disaat sumpek melanda.

Perempuan dengan rokok memang selalu di anggap sebelah mata oleh orang-orang, pandangan mereka pasti tidak jauh dari kata 'perempuan nakal'. Tapi terserah, setiap orang punya cara yang berbeda-beda untuk berdamai dengan pikirannya sendiri. Asal tak menyakiti orang lain sih sah-sah saja baginya, walau diri sendiri yang disakiti ujungnya.

Dua anak manusia itu saling diam dengan pandangan kosong, mendengar berisiknya pikiran masing-masing. Kepulan asap dan gelapnya malam yang menjadi saksi, begitu peliknya hidup sebagai manusia.

"Hidup begini amat ya, Va?" gumam Rena.

"Kalau nggak begini, ya begitu emang, Ren,"

Tidak ada yang bisa memilih apa yang sudah digariskan Tuhan untuk setiap umat. Kita sebagai umat hanya bisa menerima. Dan berusaha tentunya untuk bisa berjalan tegap di garis itu, silahkan jika kalian tidak berusaha yang berujung berjalan dengan merangkak di garis yang sudah ditentukan.

"Kalau Dewa nikah, lo mau gimana?"

Pertanyaan Eva tadi membuat Rena menghela nafas panjangnya, mengangkat kaki dan memeluk lututnya sendiri. "Ya berhenti lah. Gue emang cewek nggak bener, tapi gue nggak mau jadi perusak hubungan orang, Va. Lagian juga kalau Dewa nikah, gue bakal nggak dipake lagi,"

"Terus cari mangsa lain?"

Rena menggeleng, "Cukup. Dewa yang terakhir. Gue mau tobat kalau Dewa nikah atau punya cewek,"

"Kenapa nggak berhenti aja sekarang? duit dari Dewa udah banyak kan?"

Rena mengangguk, "Banyak. Tapi susah, masih kejebak,"

Selanjutnya Eva diam, sudah tahu maksud Rena. Memang susah kalau urusannya sudah kena hati.

"Lo kenapa nggak mau nerima bantuan dari duit gue sih?"  bukan hanya Budi cs yang sering mengulurkan bantuan uang ke Eva, tapi Rena juga. Si Eva saja yang masih ngeyel tidak mau.

"Duit lo haram, cuk,"

"Bangsat. Tapi lo gue beliin makan iye-iye aje, setan!"

Eva tergelak, melihat wajah kesal teman-temannya memang menjadi hiburan tersendiri baginya.

***

Pameran yang katanya Rena pindah ke PIM itu pameran mobil mewah. Eva dan Rena menjadi salah satu pekerja freelance disana, sebagai SPG. Dia sudah datang dengan Rena, sudah memakai seragam yang disediakan. Dres pendek ketat warna merah dan ada beberapa motif hitamnya.

Jika dikampus Eva ini terkesan seperti cewek tomboy, tapi sangat berbeda untuk malam ini. Pakai make up tak tebal tapi tidak terlalu tipis juga. Pakai heels warna hitam, rambutnya tidak di cepol ala ala spg mobil jaman dulu. Tapi digerai dengan jepitan di samping bagian kiri kepalanya.

"Si monyet jadi cantik kalo begini," seoloroh Rena, mereka ada diruangan khusus para SPG, sedang membenarkan riasannya. Ada waktu break sebentar.

"Iya deh si paling cantik meski kagak dandan," cibir Eva setelah selesai menambahkan lipstik dibibirnya. "Anjay, kayak LC gue. hahaha," tertawa sendiri melihat parasnya di cermin.

"Lo kalo begini mau nyari laki yang muda tapi tajirnya melintir juga bakalan laku, Beb. Lo itu cantik, cuma ketutup sama aura gendeng lo aja," sahut Irma, salah satu teman SPG disana. Sama-sama freelance juga.

Eva hanya mengedikkan bahunya, tak menimpali pujian yang diberikan padanya. Bukan mau sombong sih, tapi ya memang sering kok mendapat pujian kalau diri sendiri itu cantik dan manis katanya. Tapi apalah semua itu kalau tidak punya uang, bakalan juga di remehkan.

Waktu breaknya sudah habis, Eva dan Rena kemabali keluar dan memulai pekerjaannya lagi. Kata siapa jadi SPG tidak capek? yang dilihat orang-orang itu, para SPG cuma berdiri dan menjawab pertanyaan-pertanyaan dari konsumen. Tapi tidak ada yang tahu bagaimana usaha mereka untuk menjaga diri dari flirting atau tangan-tangan genit yang kadang kurang ajar, berani mampir di punggung, pinggang bahkan sampai bokong. Mau digeplak tajut kena damprat bos, mau di caci maki tapi takut si konsumen minggat.

Ya memang harus pintar-pintar mengolah tubuh agar tidak menjadi sasaran tangan kurang ajar itu. Harus tahu bagaimana caranya menghindar tapi tetap terlihat sopan dan kalem. Itu yang bikin batin lelah, fisiknya juga lelah di suruh berdiri kesana kemari we.

Tidak semua mbak-mbak SPG ya bisa dibungkus atau murahan. Tidak semua.

"Jan, itu Eva bukan?"

1
Nia Arizani
seruuuu banget,, doble up dong thor😍
Ita Retno
gokil si ipe👏👏💪🔥
Ita Retno
dari cerita Ajeng jd tau cerita Eva👍❤️🔥
tati hartati
benar pasangan yg cocok sama emosian
Novita Ambarwanti
Thor lupa ya ada kontrakan disini 🫠
eva rositadewi: `nggak lupa. tapi pikun. hoho
total 1 replies
Vtree Bona
haha Eva di lawan
Vtree Bona
duh kemana aja kak thor
Arumi Putri
di lanjut gak nih padahal novel nya bagus loh
Arz Kaf
ya ampun kasiang juga si eva berarti yg masih beruntung hanya ajeng ya disayang mama dewi walau tiap hari ribut berdebat masalh yg gak genah tapi eva ternyata selalu dibedakan 😌😌va knapa nasibmu ngenes sih ga punya ibu tapi pilih kasih 😭
Arz Kaf
awasin ya di ipe ntar ada yg nyelakain kan repot apa perlu si bang janu yg jagain eva 🤭
Arz Kaf
gegara si janu nih terlalu seksih jadi baca kesini eh ternyata si markojeng teman nya si ipe toh😁😁😁
Safa
belum up lagi kah ?
anak meong
kaya nya memang ga di lanjut lagi sih cerita ini..
Aleea24
kereen siih ini novel.. semangat terus kaa...😊😍
Anonymous
nah uda keliatan ni red flag nya si januu
Rica Eldagita
akhirnya kesini juga 😊
anak meong
kak kata gw emang kurang panjang ih 😭😭
kak kenapa ga di fizo aja sih novel ini..
Anonymous: nah iyaaa. kenapa gak di pijo ajaa 😭😭😭
total 1 replies
Sri Wahyuni
bagus banget
Novia Herlina
Ho'oh...
Anonymous
aku nebak2 judul dan dimana letak red flag nya si Janu. Sejauh ini dia manis, tapi kayaknya dia bakal pecemburu bgttt Krn kecintaan atau bahkan seobses ituu sama si Eva. thorrr, makasih ya Uda up
✨litlestar🌟: belum kali kak ini kan masih awal, biasanya kan manis2 dulu
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!