NovelToon NovelToon
Serunai Cinta Santriwati

Serunai Cinta Santriwati

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / Fantasi Wanita
Popularitas:326
Nilai: 5
Nama Author: Lalu LHS

Fahira Hidayati tak pernah menyangka akan terjebak begitu jauh dalam perasaannya kini. Berawal dari pandangan mata yang cukup lama pada suatu hari dengan seorang ustadz yang sudah dua tahun ini mengajarnya. Sudah dua tahun tapi semuanya mulai berbeda ketika tatapan tak sengaja itu. Dua mata yang tiba-tiba saling berpandangan dan seperti ada magnet, baik dia maupun ustdz itu seperti tak mau memalingkan pandangan satu sama lainnya. Tatapan itu semakin kuat sehingga getarannya membuat jantungnya berdegup kencang. Semuanya tiba-tiba terasa begitu indah. Sekeliling yang sebelumnya terdengar riuh dengan suara-suara santri yang sedang mengaji, tiba-tiba saja dalam sekejap menjadi sepi. Seperti sedang tak ada seorangpun di dekatnya. Hanya mereka berdua.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lalu LHS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

#9

Di kamar paling ujung!, Amelia pun belum bisa memejamkan matanya. Padahal tadi saat sedang menyelesaikan tugas bahasa Arabnya, beberapa kali ia menguap menahan kantuk. Tapi ketika telah selesai dan teringat tulisan pegon di buku catatan Fahira Hidayati, matanya tiba-tiba terjaga awas. Entah kemana perginya kantuk yang tadinya membuatnya tersiksa. Dan kini ketika waktu sudah menunjukkan pukul tiga lebih, ia merasa sudah mantap dengan kesimpulan yang dapatkan dari membaca lama tulisan pegon itu.

"فحليفي احبك"

Tidak salah lagi. Setelah mengaitkan dengan tingkah dan perubahan sikap Fahira Hidayati setelah kejadian pembuatan kopi itu, ia berani menyimpulkan sendiri bahwa dalam tulisan kecil itu tertulis Pahlevi. Kalau diartikan ke dalam bahasa indonesia, "Pahlevi, aku mencintaimu".

Amelia mendesah pendek dan tersenyum. Kepalanya digeleng-gelengkannya. Ia tertipu dengan tulisan nama itu. Ditambah lagi dengan tulisannya yang begitu kecil. Jika tidak karna kepeduliannya pada sahabatnya itu, dia tidak akan mau menyusahkan diri seperti itu. Inilah hal pertama yang disembunyikan Fahira Hidayati kepadanya. Dan itu membuatnya seperti orang asing. Tapi ini masih pemikirannya sendiri. Bisa saja itu nama orang lain. Bukan Ustadz Pahlevi. Dia yakin jika memang Fahira Hidayati punya masalah, suatu hari nanti ia pasti akan menceritakannya.

Amelia bangkit dan melangkah menuju lemarinya. Dia kemudian memeriksa satu persatu lipatan bajunya dan menemukan sebuah amplop di bawah lipatan.

Amelia mendesah panjang. Surat itu adalah milik sepupunya yang kebetulan mondok juga di pesantren itu. Surat itu dititipkan kepadanya untuk diberikan pada Fahira Hidayati. Surat itu belum juga ia berikan pada Fahira Hidayati walaupun sudah seminggu berada di tangannya. Setiap kali, Farhan, sepupunya menanyakannya, ia selalu menjawab belum waktunya atau takut ketahuan pengurus. Tapi sebenarnya bukan karna itu. Fahira Hidayati sudah tidak mau lagi mendengar nama Farhan. Entah apa yang telah dilakukan Farhan terhadap Fahira Hidayati sehingga Fahira Hidayati begitu benci dan tak mau lagi mendengar nama Farhan. Setiap kali ia menanyakannya kepada Fahira Hidayati, Fahira Hidayati justru memintanya menanyakan kembali kepada Farhan.Suatu hari, ketika ia menanyakan kembali permasalahan antara mereka berdua, justru reaksi yang tak pernah terduga keluar dari Fahira Hidayati. Dengan nada bicara agak keras ia mengatakan bahwa apa yang dilakukan Farhan sudah menginjak kepribadiannya sebagai seorang santriwati. Suruh dia bertaubat.Jangan jadikan pondok inj sebagai tameng untuk menutupi jati dirinya yang sebenarnya. Dan ketika ia mencoba mengkonfirmasinya kepada Farhan, Farhan hanya menjawab ingin memperbaiki diri dan kembali bersama Fahira Hidayati.

Dan karna ia takut hubungan persahabatannya dengan Fahira Hidayati rusak hanya karna masalah itu, ia memutuskan untuk tidak lagi membahasnya.

Amelia memasukkan kembali amplop itu ke dalam lipatan bajunya. Biarlah surat itu tetap di sana. Mungkin setelah nanti mereka lulus dari pesantren itu, ia baru berani memberikannya kepada Fahira Hidayati.

Amelia menutup mulutnya dengan telapak tangannya saat menguap panjang. Ia kemudian menutup buku-buku di depannya dan memasukkannya ke dalam lemari. Setelah itu ia membaringkan tubuhnya lemah di atas tikar pandan. Ia menoleh ke arah teman-temannya yang begitu lelap dalam tidur mereka. Tatapannya kini ia arahkan ke langit-langit kamar. Mengingat kembali tingkah dan sikap Fahira Hidayati sore tadi. Hingga tak beberapa lama kemudian, ia sudah terlelap dalam tidurnya.

****

Pagi merekah cerah. Udara terasa dingin berhembus. Beberapa siswa terlihat sedang menghangatkan diri di bawah sinar matahari yang baru saja keluar dari kepungan awan yang berarak tebal. Di pojok teras kelas yang menghadap arah timur, Fahira Hidayati dan Amelia terlihat duduk dengan meletakkan kedua tangan di atas kedua lutut yang terangkat. Mereka nampak menggigil kedinginan. Nun jauh di bawah rimbunnya pohon beringin, Farhan begitu lekat menatap tubuh Fahira Hidayati di balik batang pohon. Dia benar-benar ingin mendekat. Tapi ia gentar. Ia masih ingat bagaimana Fahira Hidayati membentak dan meneriakinya hingga berujung pemanggilan oleh kepala sekolah dan pengurus pesantren. Jika tidak karna masalah yang ditimbulkannya, sudah pasti saat ini, dialah yang akan menemani Fahira Hidayati duduk di tempat itu walaupun jaraknya tidak sedekat duduknya dengan Amelia. Dia juga agak kesal dengan Amelia. Sudah seminggu lebih surat permintaan maafnya tak kunjung ada jawaban. Walaupun ia yakin sekali surat itu telah diterima oleh Fahira Hidayati.

Farhan mendesah pendek. Ia sangat kesal dengan kejadian yang terjadi tiga bulan yang lalu, yang berujung pemutusan cinta oleh Fahira Hidayati. Rasa cintanya yang mendalam kepada Fahira Hidayati, membuatnya nekat melakukannya.Ia tak ingin Fahira Hidayati berubah pikiran dan suatu saat nanti memilih laki-laki lain. Ia berpikir, dengan menghilangkan keperawanan Fahira Hidayati, Fahira Hidayati mau tidak mau harus menikah dengannya. Ia mengira Fahira Hidayati akan dengan ikhlas melakukannya. Di luar perkiraannya, Fahira Hidayati menolaknya mentah-mentah dan langsung memutuskannya. Sejak itu, Fahira Hidayati seperti muak dan jijik kepadanya.

Fahira Hidayati melirik ke arah Amelia. Wajahnya terlihat pucat dan kelopak matanya menghitam.

"Jam berapa kamu tidur tadi malam," tanya Fahira Hidayati. Amelia menguap. Fahira Hidayati buru-buru menutup bibir Amelia dengan buku di tangannya. Amelia tersenyum.

"Hampir saja pohon yang di depan itu masuk ke dalam mulutmu jika tidak cepat-cepat aku tutup," canda Fahira Hidayati. Keduanya sontak tertawa sehingga mengundang perhatian siswa-siswa yang lain. Keduanya serempak saling memberi isyarat untuk diam.

Setelah tawa keduanya reda, gantian Amelia melirik ke arah Fahira Hidayati. Dia memperhatikan wajah Fahira Hidayati sambil tersenyum. Melihat itu, Fahira Hidayati mencolek perutnya.

"Kenapa senyum-senyum seperti itu," tanya Fahira Hidayati.

"Kamu juga tadi malam begadang lagi kan?" kata Amelia sambil memalingkan wajahnya.

"Biasa, belajar," jawab Fahira Hidayati singkat. Amelia memonyongkan bibirnya tanda tak percaya. Melihat itu Fahira Hidayati kembali mencolek perutnya.

"Ya udah kalau gak percaya,"

"Ayo jujurlah, Fahira. Tak biasanya kamu menyembunyikan sesuatu dariku. Seberat dan sepenting apakah masalah itu sehingga kamu menyembunyikannya dari sahabatmu sendiri," kata Amelia sambil tersenyum namun tetap ingin memperlihatkan wajah seriusnya kepada Fahira Hidayati. Fahira Hidayati menundukkan pandangannya. Rupanya Amelia sudah membaca gelagatnya tiga hari ini. Tapi untuk masalah ini, ia masih malu untuk bercerita kepada Amelia.

"Kamu ingat saat pertama kalj kita bertemu?" Amelia menatap wajah Fahira Hidayati lekat. Fahira Hidayati yang dipandang memfokuskan pandangannya jauh ke depan. Pertanyaan Amelia telah membawa ingatannya jauh ke masa lima tahun yang lalu saat dia dan Amelia sama-sama menjadi santri baru di pesantren itu. Fahira Hidayati tersenyum kecil. Ia menatap Amelia dalam dan menyandarkan kepalanya di pundak Amelia.

"Saat itu kita sama-sama menangis menjelang maghrib. Saat itu aku mendengar tangisanmu paling keras sambil memanggil-manggil ibu. Saat itu, entah, tiba-tiba aku merasa terpanggil untuk menghiburmu. Padahal saat itu aku juga sedang kangen ibu,"

Fahira Hidayati tersenyum. Dia memeluk manja tubuh Fahira Hidayati.

"Sudah lima tahun kita bersama. Aku tahu apa kah kamu sedang ada masalah atau tidak. Termasuk saat ini. Tapi aku sangat sedih dan kecewa karna kamu menyembunyikannya dariku," lanjut Amelia dengan nada sedih.

Fahira Hidayati menghela nafas panjang. Pundak Amelia diusap-usapnya lembut. Keduanya terdiam beberapa saat. Amelia masih menunggu apa yang akan diucapkan Fahira Hidayati. Yang jelas saat ini hatinya sudah plong karna sudah mengeluarkan isi hatinya kepada Fahira Hidayati. Beberapa kali terlihat Fahira Hidayati menghela nafas panjang. Sepertinya ia belum juga siap untuk berbagi cerita dengan Fahira Hidayati.

Suara bel tanda pelajaran pertama dimulai terdengar nyaring. Para siswa satu persatu mulai beranjak masuk ke dalam kelas masing-masing. Amelia dan Fahira Hidayati masih belum beranjak dari duduknya. Beberapa teman satu kelas yang melihat keduanya berteriak memanggil mereka untuk masuk kelas.

"Kita masuk dulu yuk. Beri aku waktu untuk menjelaskannya. Aku tidak pernah berniat menyembunyikannya darimu. Aku hanya butuh waktu yang tepat. Saat ini aku benar-benar belum siap. Aku harap kamu tidak marah dan mengerti keadaanku," kata Fahira Hidayati sambil erat memagang tangan Amelia. Amelia tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Keduanya kemudian bangkit dan melangkah menuju kelas masing-masing.

1
MEDIA YAQIN Qudwatusshalihin P
good
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!