NovelToon NovelToon
Dosa Dibalik Kebangkitan

Dosa Dibalik Kebangkitan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Beda Usia / Cinta pada Pandangan Pertama / Kutukan / Fantasi Wanita / Kriminal dan Bidadari
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Wati Atmaja

Di sebuah negeri yang dilupakan waktu, seorang jenderal perang legendaris bernama Kaelan dikutuk untuk tidur abadi di bawah reruntuhan kerajaannya. Kutukan itu adalah hukuman atas dosa-dosa yang dilakukannya selama perang berdarah yang menghancurkan negeri tersebut. Hanya seorang gadis dengan hati yang murni dan jiwa yang tak ternoda yang dapat membangkitkannya, tetapi kebangkitannya membawa konsekuensi yang belum pernah terbayangkan.
Rhea, seorang gadis desa yang sederhana, hidup tenang di pinggiran hutan hingga ia menemukan sebuah gua misterius saat mencari obat-obatan herbal. Tanpa sengaja, ia membangunkan roh Kaelan dengan darahnya yang murni.
Di antara mereka terjalin hubungan kompleks—antara rasa takut, rasa bersalah, dan ketertarikan yang tak bisa dijelaskan. Rhea harus memutuskan apakah ia akan membantu atau tidak.
"Dalam perjuangan antara dosa dan penebusan, mungkinkah cinta menjadi penyelamat atau justru penghancur segalanya?"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wati Atmaja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bangkitnya Sang Jendral

Ketika pria itu membawa Rea keluar dari kegelapan goa, suasana di sekitar tiba-tiba berubah. Getaran yang semula mengguncang tanah kini berhenti, digantikan oleh keheningan yang hampir tak wajar. Cahaya merah dari pohon angker meredup, dan perlahan goa yang suram mulai berubah.

Dinding-dinding batu yang kasar berganti menjadi marmer putih yang berkilauan. Cahaya lembut dari lampu kristal menggantikan kegelapan yang pekat. Pilar-pilar tinggi menjulang dengan ukiran-ukiran rumit, sementara lantai berubah menjadi karpet merah tebal yang terasa empuk di bawah kaki. Udara yang sebelumnya lembap dan dingin menjadi hangat dan harum, seperti aroma bunga mawar yang baru mekar.

Pria itu berhenti sejenak, matanya langsung tidak bisa melihat. Karena cahaya merah berganti dengan cahaya putih yang sangat terang. Secara tidak masuk akal goa berubah. Goa yang gelap kini menjadi sebuah istana megah, seolah-olah sihir kuno telah membangkitkan keajaiban yang telah lama terkubur.

Di salah satu ruangan besar, ia meletakkan wanita itu di atas ranjang mewah yang dihiasi tirai sutra berwarna emas. Tubuhnya dibalut kain bersih, menggantikan pakaian yang robek dan berlumuran darah. Luka-lukanya telah dirawat, dengan perban putih yang melilit kakinya dan beberapa bagian tubuh lainnya.

Wanita itu mengerjap perlahan, membuka matanya dengan lemah. Pandangannya buram pada awalnya, tetapi kemudian ia melihat langit-langit tinggi yang dihiasi lukisan indah. Ia mencoba bangkit, tetapi tubuhnya terlalu lemah.

Sementara itu, jauh di dalam istana, terdengar suara samar—seperti bisikan dari dinding-dindingnya. Sesuatu yang lebih besar tampaknya sedang menunggu, tersembunyi di balik kemewahan yang baru saja muncul.

Wanita itu terbangun perlahan, matanya mengerjap saat ia mencoba memahami di mana ia berada. Rasa sakit di tubuhnya masih terasa, tetapi kini jauh lebih tertahan. Pandangannya jatuh pada langit-langit tinggi yang dihiasi dengan ukiran-ukiran emas dan kristal. Ia menggerakkan kepalanya, mendapati dirinya berbaring di atas ranjang besar dengan seprai lembut dari sutra, dikelilingi tirai putih transparan yang menjuntai hingga lantai marmer mengilap.

Ruangan itu besar, dengan dinding-dinding berhias lukisan pemandangan dan lilin-lilin besar yang menyala tenang. Meja kecil di dekat ranjangnya penuh dengan perban, botol-botol salep, dan kain bersih. Aroma herbal menyegarkan memenuhi udara. Di dekat meja, pria itu duduk di kursi, mengenakan pakaian yang berbeda—kemeja putih bersih yang digulung hingga siku, dan celana gelap sederhana. Tidak ada jejak seragam militernya sebelumnya.

“Ah, kau sudah bangun,” ucap pria itu sambil meletakkan kain bersih yang ia pegang, menatapnya dengan sorot mata lega.

“Jangan bergerak terlalu banyak. Luka-lukamu masih belum sembuh sepenuhnya.” kata pria itu dengan perhatian.

Wanita itu memandangnya dengan kebingungan. “Di mana aku?” tanyanya pelan, suaranya serak.

Pria itu tersenyum tipis, meski wajahnya tetap terlihat tegas.

“Kau ada di istanaku. Tempat ini... entah bagaimana, berubah kembali setelah darahmu menyentuh tanah. Istana ini adalah milikku. ”

 “Istanamu? Lalu kenapa... kau menyelamatkanku?” kata Rea kemudian terdiam sebentar untuk mencoba mencerna kata-kata itu.

Pria itu bangkit dari kursinya, mengambil botol salep dari meja.

“Karena aku tidak bisa membiarkan seseorang mati tanpa alasan, apalagi setelah apa yang terjadi dengan pohon yang menjadi pengikat kutukan ku itu. Aku yakin kau terhubung dengan semua ini.” kata pria itu sambil mendekati ranjang, menunduk untuk memeriksa perban di lengannya.

 “Lagipula, aku tidak terbiasa melihat orang terluka di bawah pengawasanku.” kata pria itu lagi.

Rea meringis saat pria itu melepas perban di lengannya dengan lembut. Tangan pria itu kokoh tetapi penuh kehati-hatian, mengoleskan salep hangat ke luka-lukanya sebelum membalutnya lagi dengan kain bersih.

“Siapa kau sebenarnya?” tanya Rea sambil menatap pria itu lebih dalam.

 “Dan kenapa istana ini... terasa begitu berbeda? Seperti ada sesuatu yang hidup di sini.” kata Rea lagi dengan penasaran.

Pria itu berhenti sejenak, lalu duduk kembali.

 “Namaku Kaelan kalau kamu ” katanya sambil tersenyum kearah Rea.

" Namaku Rea..." kata Rea.

“Aku dulu seorang jendral perang, tetapi tugasku di sini jauh lebih besar daripada sekadar memimpin pasukan. Aku mengatur strategi untuk memukul mundur musuh. Istana ini adalah warisan keluargaku, sebuah tempat yang tersegel selama ratusan tahun. Aku hanya akan bangkit ketika sesuatu yang besar akan terjadi.” Kaelan menatap Rea dengan serius.

 “Dan aku yakin, kebangkitan ini ada hubungannya denganmu.” kata Kaelan lagi.

Rea menelan ludah ada rasa bingung dan rasa takut bercampur di dalam hatinya.

 “Aku tidak mengerti... Aku hanya seorang pelarian...” katanya dengan ragu.

“Tidak ada yang kebetulan,” potong Kaelan dengan nada tegas tetapi tenang.

“Untuk sekarang, yang harus kau lakukan adalah beristirahat. Kita akan mencari tahu bersama apa yang sebenarnya terjadi.” katanya lagi.

Rea menatap Kaelan. Melihat sorot tekad di mata Kaelan menjadi bersemangat walaupun ada sedikit keraguan. Meski hatinya masih penuh tanda tanya, ia merasa aman untuk pertama kalinya setelah sekian lama.

Kemudian Kaelan pergi. Seketika ruangan menjadi sunyi, hanya terdengar suara angin di dalam ruangan. Rea masih terbaring lemah di atas ranjang, wajahnya pucat dengan tubuh yang diselimuti balutan kain hangat. Ketika Kaelan datang kembali ke kamar. Kaelan langsung duduk di sampingnya dengan semangkuk sup hangat di tangannya. Aroma kaldu ayam yang harum memenuhi udara.

" Coba kamu makan dulu," kata Kaelan sambil mengaduk sup itu perlahan dengan sendok.

"Jika kau tetap menolak, tubuhmu tidak akan cukup kuat untuk pulih." katanya lagi.

Rea membuka matanya perlahan, menatap Kaelan dengan lemah.

"Aku... tidak punya tenaga." kata Rea dengan tersenyum.

Kaelan tersenyum tipis, meski matanya menunjukkan kekhawatiran.

"Itu sebabnya aku di sini." Ia meraih sendok dan mengambil sedikit sup, meniupnya perlahan agar tidak terlalu panas.

"Buka mulutmu. Aku akan membantu kamu makan ." kata Kaelan lagi.

Rea ragu sejenak, tetapi rasa lapar dan kelemahannya mengalahkan gengsinya. Ia membuka mulutnya perlahan, dan Kaelan menyuapkan sendok pertama dengan lembut.

“Bagaimana rasanya?” tanya Kaelan sambil mengamati ekspresinya.

Rea menelan pelan dan tersenyum tipis. “Hangat... dan enak.”

Kaelan mengangguk puas. “Aku membuatnya sendiri. Jangan kaget, aku cukup ahli dalam hal ini.”

Rea tersenyum lemah. “Kukira kau hanya tahu caranya bertarung, bukan memasak.”

Kaelan tertawa kecil. “Kehidupan di istana ini mengajarkanku banyak hal, termasuk bertahan hidup sendiri. Sekarang, mari makan lagi. Aku tidak akan pergi sampai kau menghabiskannya.”

Ia menyuapkan sendok demi sendok dengan penuh kesabaran. Sesekali ia berhenti untuk memastikan Rea tidak kesulitan menelan. Dalam keheningan itu, hanya ada perhatian yang tulus terpancar dari mata Kaelan.

“Kenapa kau melakukan ini untukku?” tanya Rea dengan suara pelan di sela-sela suapan.

Kaelan menatapnya, matanya serius. “Karena aku percaya kau ada di sini bukan tanpa alasan. Dan karena... aku tidak akan membiarkan siapa pun di bawah perlindunganku menderita sendirian.”

Rea terdiam, menatap Kaelan dalam-dalam. Untuk pertama kalinya sejak peristiwa mengerikan itu, ia merasa ada seseorang yang benar-benar peduli.

Kaelan menyelesaikan suapan terakhir, lalu meletakkan mangkuk kosong di meja. “Kau sudah makan dengan baik. Sekarang, istirahatlah lagi. Aku akan memastikan kau pulih.”

Rea hanya mengangguk, membiarkan dirinya tenggelam dalam rasa hangat bukan hanya dari sup yang ia makan, tetapi juga dari kehadiran Kaelan di sisinya.

1
seftiningseh@gmail.com
menurut aku episode satu di novel ini sangat bagus aku tarik baru baca sedikit menurut aku pribadi novel ini memiliki sedikit nuansa fantasi
semangat terus yaa berkarya
oh iya jangan lupa dukung karya aku di novel istri kecil tuan mafia yaa makasih
Wati Atmaja: terima kasih ya komentarnya.Aku makin semangat.
total 1 replies
Subaru Sumeragi
Begitu terobsesi sama cerita ini, sampai lahap ngelusin buku dari layar!
Wati Atmaja: makasih kaka. tambah semangat nulis cerita ya
total 1 replies
naruto🍓
Penulis berhasil menghadirkan dunia yang hidup dan nyata.
Wati Atmaja: terima kasih atas komentarnya /Heart/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!