NovelToon NovelToon
HarMoni Langit

HarMoni Langit

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Cinta Beda Dunia / Wanita Karir / Kehidupan alternatif / Romansa / Roh Supernatural
Popularitas:883
Nilai: 5
Nama Author: S.Prayogie

Langit yang sangat mencintai Monica merasa tidak bisa melupakannya begitu saja saat Monica dinyatakan meninggal dunia dikarenakan kecelakaan yang tiba-tiba. Diluar dugaan, arwah Monica yang masih penasaran dan tidak menerima takdirnya, ingin bertemu dengan Langit. Dilain tempat, terdapat Harra yang terbaring koma dikarenakan penyakit dalam yang dideritanya, hingga Monica yang terus meratapi nasibnya memohon kepada Tuhan untuk diberi satu kali kesempatan. Tuhan mengizinkannya dan memberinya waktu 100 hari untuk menyelesaikan tujuannya dan harus berada di badan seorang gadis yang benar-benar tidak dikenal oleh orang-orang dalam hidupnya. Hingga dia menemukan raga Harra. Apakah Monica berhasil menjalankan misinya? apakah Langit dapat mengenali Monica dalam tubuh Harra?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon S.Prayogie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 7 : KEPUTUSAN

..."Jika seluruh duniaku harus kepertaruhkan hanya untuk bersamamu, maka akan aku lakukan"...

...----------------...

Monica turun dari motor Langit dan segera masuk kedalam rumahnya, Langit menatap punggungnya dengan wajah sendu. Dia merindukan bagaimana kehangatan Monica yang dulu selalu menanyakan kabar atau tiba-tiba datang ke tempat latihannya hanya untuk membawakan makanan ringan untuk dirinya dan tim.

"Aku pulang---" kata Monica saat memasuki rumahnya yang tampak sepi.

Rumah Monica termasuk sederhana hanya berisi 2 kamar, dapur yang menyatu dengan ruang makan dan ruang keluarga. Bapaknya sering memilih tidur didepan tv daripada harus didalam kamar tidur dengan Gama.

Pak Jaka sedikit berlari kecil dari arah dapur dengan menggunakan kaos polos dan sarung.

"Ada Langit Pak--" kata Monica sambil mempersilahkan Langit untuk masuk.

Pak Jaka sedikit terkejut dan segera mengelap tangan di sarungnya saat Langit menyodorkan tangan untuk menjabat tangan Pak Senja.

"Ehh nak Langit, lama nggak main kesini. Duduk nak. Mau minum apa?" tanya Pak Jaka.

"tidak usah repot-repot Pak, seadanya saja" kata Langit dengan santun lalu duduk di kursi tamu.

Monica hanya terdiam lalu masuk kedalam kamarnya untuk menaruh tas dan berganti pakaian, kemudian dia ikut duduk di ruang tamu.

Tak lama kemudian Pak Jaka datang dengan membawa 3 cangkir teh hangat.

"Saya mau berbicara sama Bapak jika tidak mengganggu waktunya" kata Langit tiba-tiba yang tentu saja membuat Monica dan Pak Jaka terkejut dan saling melemparkan pandangan.

"Ohh-- Iya--" jawab Pak Jaka dengan gugup dan menaruh baki dimeja lalu duduk disamping Monica.

Langit tampak mengatur nafasnya sebelum berbicara dengan Pak Jaka.

"Begini Pak, mungkin Bapak sudah mendengarnya dari Monica sebelumnya. Tentang permasalahan kami, saya memohon maaf dengan sangat atas perlakuan keluarga saya yang menyinggung Pak Jaka dan Monica--" kata Langit memulai perkataannya dengan santun.

Pak Jaka menatap Langit dan kemudian menatap Monica yang masih tertunduk.

"Hmmm-- Bapak bisa bilang apa ya nak. Bapak hanya ingin anak Bapak bahagia. Monica sebagai anak pertama sering mengalah untuk adiknya, dia pun sering membantu Bapak untuk biaya sekolah Gama. Bapak bisa paham bagaimana pemikiran orang tua nak Langit. Setiap orang tua selalu ingin yang terbaik buat anaknya. Mungkin bagi orang tua nak Langit, Monica bukan yang tepat buat nak Langit. Saya bisa memahami dan memaklumi nak" kata Pak Jaka dengan lembut dan bijaksana.

"Saya mencintai Monica Pak, saya mencintai anak anda dengan penuh kesadaran. Saya bahagia dengan Monica dan hidup saya 1 bulan ini tanpa dia justru terasa berantakan. Saya ingin berjalan bergandengan dengan Monica untuk saling menguatkan dan untuk meyakinkan orang tua saya. Saya memohon izin kepada Pak Jaka untuk bersama dengan Monica, saya akan berusaha untuk selalu menjaganya Pak, apapun situasinya" kata Langit dengan bersungguh-sungguh dan menatap lurus mata Pak Jaka.

Pak Jaka dan Monica tampak tertegun. Kata-kata Langit yang tak terduga terdengar seperti sebuah lamaran ditelinga mereka.

"Ehhehhh-- Nakk--" Pak Jaka tampak bingung menanggapi kata-kata Langit.

"Kamu dari keluarga kaya dan berada, kenapa kamu harus seperti ini di aku yang hanya anak dari seorang Guru dan dengan kehidupan sederhana? Bukan hanya orang tuamu saja pasti yang meragukan, semua orang pasti mempertanyakan. Bisa jadi mereka justru berpikiran buruk tentang aku" kata Monica tiba-tiba.

"Nduk-- Nggak boleh ngomong gitu" Pak Jaka memegang tangan Monica berusaha menenangkan anaknya.

"Bapak nggak ngerti perasaanku yang melihat Papanya jelekin keluarga kita. Nggak perlu orang lain sadarkan, aku juga sadar Pak. Level kita berdua berbeda, tapi gimana-- Aku juga nggak minta punya perasaan ini, dia tersiksa, aku juga Pak" kata Monica yang mulai meneteskan air matanya.

"Nduk-- Langit duduk didepan Bapak saat ini pasti butuh keberanian. Dengan dia berbicara seperti kepada Bapak menunjukkan dia menghormati Bapak, Kamu dan Keluarga ini. Turunkan egomu dan jangan egois" kata Pak Jaka dengan tegas kepada Monica.

Langit yang mendengarnya justru merasa tidak enak hati melihat Monica yang semakin menundukkan kepala dan mengunci mulutnya.

"Maafkan Monica ya nak, dia belum pernah mengalami hal seperti ini. Belum dewasa pemikirannya" kata Pak Jaka meminta maaf kepada Langit.

"Tidak Pak, saya yang harusnya meminta maaf" kata Langit dengan canggung.

"Putuskan aku" kata Monica mengejutkan Pak Jaka dan Langit.

"Mon---" Langit mendadak tidak bisa mencerna perkataan Monica dengan jelas. Kepalanya terasa berat.

"Aku nggak mau jadi orang yang mutusin kamu, aku nggak mau hidup dengan rasa bersalah. Putuskan aku" kata Monica kembali.

Pak Jaka tampak semakin menunduk melihat Monica yang masih teguh dengan perkataannya.

"Aku capek harus ada di hubungan seperti ini, aku berhak bahagia. Bukankah begitu?" tanya Monica kepada Langit yang masih menatapnya dengan pandangan nanar.

"Bentar-- Kamu tenangin dulu Mon-- Tenang-- Aku akan bicara sama keluargaku-- Aku minta waktu-- Aku nggak mau putus sama kamu-- Aku cinta kamu Mon" kata Langit setengah mengiba kepada Monica dengan pandangan memohon.

Hati Monica bergetar melihatnya, namun dia tidak ingin begitu saja jatuh dengan perkataan Langit.

"Sudah nggak ada lagi yang mau aku bicarakan, aku mau istirahat" kata Monica yang kemudian masuk kedalam kamarnya meninggalkan Langit yang masih kebingungan.

"Nduk--" Pak Jaka memanggil Monica namun Monica menghiraukannya dan masuk kedalam kamarnya begitu saja.

"Nak Langit maaf ya-- Saya sepertinya salah mendidik Monica, jadi agak keras kepala anaknya" kata Pak Jaka

"Tidak Pak, dia berhak untuk marah. Kalau begitu saya permisi dulu Pak. Mohon maaf mengganggu waktunya, terima kasih jamuannya" kata Langit lalu mencium tangan Pak Jaka dan segera keluar dari rumah Monica.

Pak Jaka kebingungan melihat 2 anak muda yang ada didepannya itu.

...----------------...

Langit sampai dirumahnya dan segera memasuki ruang keluarga. Dimana disana ada Pak Hendra, Bu Shella dan Viona Kakak Langit. Mereka tengah duduk sambil berbincang dan meminum teh.

Langit berdiri didepan mereka dengan pandangan berpusat kepada Pak Hendra.

"Kamu baru pulang nak, makan dulu" kata Bu Shella melihat Langit dengan tersenyum.

"Sekali lagi Langit meminta izin Papa---" kata Langit dengan suara lantang membuat terkejut mereka semua disana. Pak Hendra menatap Langit dengan pandangan tajam.

Langit lalu menjatuhkan badannya dan bersujud didepan keluarganya.

"Restui hubungan Langit dan Monica-- Aku akan bertanggung jawab sepenuhnya atas semua keputusan ini--" kata Langit dengan bersungguh-sungguh. Lalu dia mengangkat kepalanya masih dalam posisi duduk didepan keluarganya.

"Aku mohon Pa-- Dulu Papa bilang ini hanya cinta monyet anak muda, tapi semakin aku dewasa aku berpikir bahwa aku memang ditakdirkan bertemu dan memiliki perasaan ini dengan Monica. Bagaimanapun kedepannya, tapi untuk saat ini aku mencintai dia Pa--" kata Langit menatap Papanya.

"Nak-- bangun. Kenapa kamu seperti ini" Bu Shella kebingungan dan menyuruh Langit untuk bangun.

"Aku tahu Papa menjodohkan aku dengan Mareta, tapi aku nggak mencintai dia Pa. Bukankah orang tua ingin melihat anaknya bahagia? Apapun yang Papa minta aku akan menyetujuinya asalkan Papa mengizinkan aku bersama Monica" kata Langit dengan bersungguh-sungguh.

Viona hanya terdiam menatap adiknya itu lalu meneguk tehnya sambil melirik kepada Pak Hendra.

"Papa mau menjodohkan anak Papa lagi dan melihat dia hidup tidak bahagia? Bukankah Kak Viona sudah menjalaninya, keluarga Dion hanya memanfaatkan keluarga kita yang akhirnya Kak Viona menjadi korban. Papa mau melihatnya lagi?" tanya Langit kembali melihat Pak Hendra yang hanya terdiam sambil memandangnya.

"Jangan bawa-bawa urusan keluargaku di urusan pribadimu, itu nggak sopan" kata Viona angkat bicara.

"Tapi Kakak pernah bilang ke aku untuk memperjuangkan orang yang aku cintai, Kakak nggak mau aku menyesal kan? Saat ini aku sedang memperjuangkannya Kak" kata Langit sambil memandang Viona.

Viona menarik nafasnya dan melihat keseriusan dimata Langit.

Keheningan melingkupi ruang keluarga yang besar itu. Bu Shella tampak dengan khawatir memandang Langit.

"Berhenti dari dunia balap" kata Pak Hendra dengan tegas.

"Papa-- Langit sudah jadi atlit" kata Bu Shella terkejut dengan jawaban suaminya.

Langit terdiam sejenak sambil memandang Papanya. Nafasnya seperti tercekat. Balap motor adalah pelariannya selama ini dari dunianya yang terasa sesak, memacu motornya membuatnya merasa bebas dan dapat menghirup udara untuk mengisi setiap rongga paru-parunya.

Viona menggenggam gelasnya dengan erat tanpa berkata apapun lalu dia melihat Langit. Dia menunggu bagaimana adiknya itu mengambil keputusan. Viona tahu bagaimana Langit sangat mencintai dunia balapnya. Langit sangat bersungguh-sungguh didalamnya. Bahkan tanpa dukungan keluarganya, dia dapat menembus babak penyisihan hingga menjadi atlit profesional, bukan hanya balapan amatir.

Langit menggenggam tangannya diatas lututnya dengan keras, dia menundukkan kepalanya dengan segala pemikiran didalam kepalanya. Mulutnya bergetar menahan segala emosi dalam hatinya, namun dia harus memutuskan. Dia harus memilih.

Tiba-tiba Langit mengeluarkan kunci dari jaket balapnya. Dengan yakin dia menaruh kunci itu dimeja didepan keluarganya.

Pak Hendra terkejut melihatnya, dia melihat kunci itu dan Langit secara bergantian. Dia tidak menyangka bahwa Langit akan benar-benar melakukannya.

"Aku-- berhenti" kata Langit mendongakkan kepalanya dan menatap tajam Pak Hendra.

"-- Sekarang tolong penuhi janji Papa" kata Langit kembali lalu dia berdiri dan meninggalkan ruangan keluarga untuk masuk kekamarnya.

Keheningan kembali melingkup ruang keluarga itu dengan semuanya memandang ke arah Pak Hendra yang masih menatap kunci motor milik Langit yang ada didepannya.

1
Sylvia Rosyta
aku mampir kak 😊 semangat buat nulisnya 💪
S.Prayogie: terima kasi banyak
total 1 replies
Yusuf Muman
Bawaan emosi
Odette/Odile
Susah move on
S.Prayogie: ikutin terus updatenya yaa kak, terima kasih
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!