Di Sektor 5, kekuasaan, loyalitas, dan reputasi adalah segalanya. Setelah cedera menghentikan karier balapnya, Galang kembali ke kota asal hanya untuk mendapati jalanan dikuasai oleh 12 geng brutal, dipimpin oleh Blooded Scorpio yang kejam. Ketika sahabatnya, Tama, menjadi korban, Galang terpaksa kembali ke dunia balapan liar dan pertarungan tanpa ampun untuk mencari keadilan. Dengan keterampilan balap dan bela diri yang memukau, ia menantang setiap pemimpin geng, menjadi simbol harapan bagi banyak orang di tengah kekacauan. Namun, musuh terbesar, Draxa, pemimpin Blooded Scorpio, menunggu di puncak konflik yang dipenuhi pengkhianatan dan persatuan tak terduga, memaksa Galang menghadapi bukan hanya Draxa, tetapi juga dirinya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Banu Sahaja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Diplomasi Sang Raja
Langit malam di Sektor 5 dipenuhi bintang-bintang yang tersembunyi di balik kabut polusi. Hanya lampu-lampu jalanan yang redup memberi sedikit penerangan pada dojo kecil Pak Dharma. Angin malam bertiup lembut, membawa aroma aspal yang mulai mendingin setelah seharian diterpa panas matahari.
Galang duduk di halaman dojo, memeriksa motor Honda CBR 1000RR Fireblade miliknya. Dengan hati-hati, ia membersihkan bagian mesin yang terkena debu dan minyak. Motor itu bukan hanya kendaraan, melainkan bagian dari dirinya—kenangan masa lalu sekaligus simbol tekad untuk tetap hidup. Tama duduk di dekatnya, bersandar pada dinding kayu dojo. Wajah Tama tampak lelah setelah seharian bekerja di bengkel, tetapi ada rasa lega terpancar darinya. Bengkel kecil itu, yang hampir diambil alih oleh Blooded Scorpio, kini aman berkat Galang.
"Sepertinya kamu akhirnya menarik perhatian semua orang," kata Tama tiba-tiba, memecah keheningan.
Galang tidak menjawab. Ia hanya tersenyum tipis, melanjutkan pekerjaannya pada motor. Diam-diam, ia tahu bahwa Tama benar. Kekalahannya terhadap Draxa dan Jaka telah membuatnya menjadi topik pembicaraan di kalangan geng motor. Tetapi Galang tidak ingin terlibat lebih jauh. Ia hanya ingin melindungi orang-orang yang penting baginya.
Namun, kedamaian itu tidak berlangsung lama. Suara mesin motor besar mendekat dari kejauhan, membelah malam yang sunyi. Galang menghentikan aktivitasnya dan menoleh ke arah suara itu. Dari balik kegelapan, muncul sebuah motor besar dengan lampu depan yang menyilaukan. Motor itu berhenti di depan dojo, dan suara mesin berhenti bersamaan dengan ketegangan yang menggantung di udara.
Pengendaranya turun dari motor dengan gaya santai. Pria itu mengenakan jaket kulit hitam dengan lambang singa besar di punggungnya yang berkilauan di bawah cahaya lampu jalan. Rambutnya yang pendek rapi dan senyumnya yang penuh percaya diri memberi kesan bahwa ia bukan orang sembarangan.
"Raja 'Lion' Suryana," pria itu memperkenalkan dirinya, melangkah mendekat. Suaranya berat tetapi terdengar ramah. "Pemimpin Leo Pride."
Galang berdiri perlahan, menatap pria itu tanpa ekspresi. "Apa yang kau inginkan?" tanyanya datar.
"Aku ingin berbicara," jawab Raja, masih dengan senyum tipisnya. "Aku mendengar banyak tentangmu, Galang. Tentang bagaimana kau mengalahkan Draxa dan Jaka. Itu cukup mengesankan, harus kuakui."
Galang tetap diam, menunggu pria itu melanjutkan. Di belakangnya, Tama berdiri dengan raut wajah tegang.
"Aku tahu kau bukan bagian dari permainan ini," Raja melanjutkan, melirik motor Galang yang diparkir rapi. "Kau tidak seperti kami, yang bertarung untuk wilayah dan kekuasaan. Tapi apa kau pikir bisa terus hidup damai setelah semua yang kau lakukan?"
Galang mengepalkan tangan, tetapi ia menahan dirinya untuk tidak bereaksi berlebihan. "Aku tidak peduli dengan kekuasaan," katanya akhirnya. "Aku hanya ingin melindungi teman-temanku."
Raja mengangguk pelan, seolah menghormati jawaban itu. Tetapi ada sesuatu dalam tatapan matanya yang membuat Galang waspada. "Aku menghargai sikapmu," kata Raja. "Tapi dunia ini tidak sehitam putih itu, Galang. Jika kau tidak bersama kami, maka kau melawan kami. Itulah aturan di sini."
Tama melangkah maju dengan marah. "Dia tidak melawan siapa pun! Kami tidak ingin masalah dengan kalian!"
Raja mengangkat tangan, menghentikan Tama dengan sikap tenang. "Santai, anak muda. Aku tidak datang untuk bertarung." Ia menoleh kembali ke Galang. "Aku datang untuk menawarkan sesuatu."
Galang mengangkat alis. "Tawaran apa?"
"Bergabunglah dengan Leo Pride," kata Raja tanpa ragu. "Dengan kemampuanmu, kau bisa menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar. Bersama kami, kau tidak perlu khawatir tentang geng-geng lain. Kami akan melindungimu, Tama, dan dojo ini."
Tama menatap Galang dengan penuh harap, tetapi Galang tetap tenang. "Dan apa yang kau dapatkan dari ini?" tanyanya.
"Kesetiaanmu," jawab Raja singkat. "Dan kekuatanmu."
Galang menggeleng pelan. "Aku tidak tertarik."
Senyum Raja memudar untuk sesaat, tetapi ia segera mendapatkannya kembali. "Kau menolakku, Galang?"
"Aku tidak ingin menjadi bagian dari permainan kalian," kata Galang tegas. "Aku sudah cukup jelas, kan?"
Raja menghela napas panjang, lalu melipat tangannya di dada. "Kau membuat ini lebih sulit dari yang seharusnya," katanya. "Tapi aku menghormati keputusanmu. Jika kau tidak ingin bergabung, maka buktikan bahwa kau layak untuk berdiri sendiri."
Galang menatap Raja tajam. "Apa maksudmu?"
"Tengah malam nanti," jawab Raja. "Balapan di jalan raya utama. Hanya kau dan aku. Jika kau menang, aku akan pergi dan tidak akan mengganggumu lagi. Tapi jika kau kalah..." Ia berhenti sejenak, membiarkan kata-katanya menggantung di udara. "Kau harus mengakui bahwa Leo Pride adalah penguasa di sini."
Galang tidak segera menjawab. Ia tahu ini adalah tantangan yang tidak bisa dihindari. "Baik," katanya akhirnya. "Aku akan ada di sana."
Senyum Raja kembali lebar. "Itu yang ingin kudengar." Ia melangkah kembali ke motornya, memasang helm, dan menyalakan mesinnya. "Sampai jumpa nanti, Galang."
Persiapan
Setelah Raja pergi, Tama menghampiri Galang dengan wajah khawatir. "Apa kau yakin ingin melakukan ini? Dia tidak seperti Draxa atau Jaka. Dia jauh lebih berbahaya."
"Ini bukan soal pilihan, Tama," jawab Galang sambil kembali memeriksa motornya. "Jika aku menolak, mereka tidak akan berhenti. Setidaknya dengan cara ini, aku bisa menyelesaikannya."
Tama menggigit bibirnya, tetapi ia tahu Galang benar. Ia membantu Galang mempersiapkan motor, memastikan semuanya dalam kondisi sempurna. Galang, sementara itu, mengingat setiap pelajaran yang ia pelajari selama bertahun-tahun sebagai pembalap profesional. Lintasan lurus adalah keunggulan Ducati Diavel Raja, tetapi ia yakin Honda CBR 1000RR Fireblade miliknya mampu mengimbangi di tikungan.
"Jangan terlalu memaksakan dirimu," kata Tama pelan. "Kita hanya punya satu motor ini."
Galang tersenyum kecil. "Jangan khawatir. Aku tahu apa yang kulakukan."