Badai besar dalam keluarga Cokro terjadi karena Pramudya yang merupakan putra pertama dari keluarga Cokro Tidak sengaja menodai kekasih adiknya sendiri, yaitu Larasati.
Larasati yang sadar bahwa dirinya sudah tidak suci lagi kalut dan berusaha bunuh diri, namun di tengah usahanya untuk bunuh diri, ia di kejutkan dengan kenyataan bahwa dirinya sedang hamil.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayuning dianti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kue putu
Setelah berkeliling ke dua pasar, akhirnya Pram menemukan pedagang yang menjual kue putu, klepon, cenil dan berbagai macam jajanan sejenisnya.
Pram memarkirnya mobilnya, dan bersiap untuk turun,
" Tunggu disini saja, biar saya yang keluar Bu Yati." ujar pram,
" aku ingin ikut." suara Laras membuat gerakan Pram terhenti, ia menoleh pada Laras yang duduk di kursi belakang,
" aku ingin makan di tempat." imbuh Laras,
Melihat situasi yang kikuk, Bu Yati menyela,
" sepertinya mbak Laras ngidam, di turuti saja.. Mungkin mbak Laras juga ingin melihat situasi pasar di malam hari..
Saya akan menunggu di mobil saja.."
Mendengar kata kata Bu Yati, Pram mengangguk,
" ya sudah, ayo.." Pram membuka pintu mobil dan turun dari mobil, setelah turun ia berjalan ke arah belakang, niat hati Ingin membuka pintu untuk Laras, tapi rupanya Laras sudah membuka pintu mobil itu sendiri dan berjalan keluar.
Jarak parkir dan penjual putu sekitar tiga ratus meter,
Keduanya berjalan pelan, berdampingan.
Setelah sampai di penjual kue putu, raut Laras yang sedari tadi murung terlihat sedikit bersemangat.
" Ibu, tolong kue Putunya yang baru di buat ya, tiga porsi," Pram memesan pada si ibu penjual,
" yang banyak gula merahnya ya Bu?" imbuh Laras membuat si ibu penjual menatapnya,
" ngidam tho ini?" tanya si ibu penjual saat melihat perut Laras yang sudah terlihat.
Mendengar itu Laras diam tidak menjawab,
" iya Bu, istri saya ngidam.. Jadi sesuai dengan pesanan nya ya Bu, gula merahnya yang banyak.." sahut Pram mengulas senyum ramah, sehingga ibu penjual ikut tersenyum ramah.
Pram dan Laras di persilahkan duduk di kursi plastik.
Sembari menunggu keduanya melihat sekitar,
Banyak orang yang berlalu lalang,
Ada yang jalan berdua bergandengan, ada yang berboncengan sembari berpegangan,
banyak juga yang lainnya, tapi entahlah, sedari tadi hanya orang orang berpasangan saja yang lewat di depan mata Pram dan Laras.
Pram duduk dengan tenang, sesekali melirik Laras yang menyibukkan diri dengan HPnya.
" Ngginggg...." terdengar suara kue putu pesanan Laras sedang di masak.
Pram menghela nafas, lalu melipat kedua tangannya di dada, sembari melihat beberapa penjual yang duduk di emperan toko.
beberapa dari penjual itu terlihat sudah cukup tua,
Mereka menjual beberapa buah buahan, melihat buah yang di jual terlihat masih bagus, Pram bangkit, ia berjalan ke arah penjual itu.
" Mbah.. sadean nopo? ( Mbah... Jual apa?)" tanya Pram sembari berjongkok di depan ibu ibu yang sudah cukup tua itu.
Terlihat mangga dan melon yang masih bagus dan segar.
" Iki nak.. sampean tumbas yoo.. Sik seger seger kok, sek tas di kirim.. ( ini nak.. kamu beli yaa.. Masih segar segar, baru di kirim..)" jawab si Mbah,
Pram tersenyum,
" pun Dalu kok tasih sadean? Ngriyane teng pundi Mbah? ( sudah malam kok masih jualan? Rumahnya dimana Mbah?)"
" omahku dek Purwosari nak.. Lek gak dodol terus aku mene mangan OPO? ( rumahku di Purwosari nak.. Kalau tidak jualan terus aku besok makan apa?)" jawab si Mbah dengan wajah sayu, terlihat bahwa perempuan yang sudah renta itu sesungguhnya lelah.
" Nggih pun, Kulo tumbas sedoyo.. Tapi Mbah langsung wangsul nggih..( ya sudah, saya beli semua.. tapi Mbah langsung pulang ya..)"
" lho? Temenan ( sungguh ) nak??" si Mbah terlihat tidak percaya.
Pram hanya tersenyum, setelah tersenyum ia bangkit.
Laras terlihat heran melihat Pram yang mondar mandir lewat di hadapannya dengan membawa kantong kantong kresek besar.
Entah apa isinya, Laras enggan untuk bertanya.
Setelah selesai dengan kesibukannya, Pram akhirnya kembali duduk disamping Laras,
" belum Bu?" tanya Pram,
" sudah selesai mas," jawab si ibu sembari sibuk menutup kotak kotak yang berisi kue putu hangat itu.
" yang satu jangan di tutup Bu, yang dua saja di masukkan kantong.. " ujar pram sembari mengambil satu kotak yang terbuka,
" katanya mau makan di tempat?" Pram menyodorkan kue putu itu,
Laras mencoba mengambil satu kue, tapi ternyata masih panas,
" terlalu panas ya?" tanya Pram, namun tidak mendapat jawaban,
Tapi itu bukanlah masalah untuk Pram, ia sudah terbiasa di abaikan.
Laki laki itu, mengambil satu kue, meniupnya pelan, dan setelah kue itu cukup hangat ia memberikannya pada Laras,
Lebih tepatnya tangannya berniat menyuapi Laras.
Melihat tangan Pram sudah di depan mulutnya, Laras terlihat kaget, ia terdiam dan wajahnya terlihat ragu.
" Suapan ini untuk anak anakku.. Jadi tolong terimalah.." ucap Pram dengan suara setengah memohon.
Raut wajah Laras tampak berubah mendengar ucapan pram, meski masih terlihat canggung,
Tapi mulutnya perlahan terbuka, dan menerima suapan Pram.
Tak hanya sekali, Pram menyuapinya sampai beberapa kali, hingga kue dalam kotak itu akhirnya habis.
Pemandangan itu terlihat biasa saja bagi orang orang sekitar,
Namun bagi Bu Yati, itu adalah pemandangan yang luar biasa,
sudah berbulan bulan keduanya hidup berdua, tapi baru kali ini ada kedekatan diantara suami istri itu.
Sesungguhnya Bu Yati sempat menasehati Laras,
Karena Bu Yati kasihan sekali melihat bagaimana cara Laras memperlakukan suaminya.
Meskipun keduanya menikah karena terpaksa,
Meskipun keduanya akan berpisah setelah anak mereka lahir,
Tapi kedekatan tetap di perlukan demi kesehatan kandungan Laras.
" Mbak Laras mungkin Tidak butuh mas Pram,
Tapi anak di dalam perut mbak Laras butuh papanya,
Sesekali biarkan mas Pram menyentuh perut mbak Laras,
kasihan mas Pram mbak,
Dia juga tidak menginginkan hal semacam ini terjadi.
Dia juga pasti merasa sangat bersalah pada mbak dan mas Elang,
Tapi nasi sudah menjadi bubur..
Tolong lakukan yang terbaik selama mengandung..
Perlakukan mas Pram sedikit lebih baik, karena sesungguhnya mas Pram bukanlah orang jahat..
Mbak Laras harus mulai bicara kepadanya,
Bagaimanapun kalian adalah suami istri..
Mintalah apa yang mbak Laras inginkan..
Apapun kebutuhan mbak Laras..
Mas Pram pasti senang,
Tolong, pertimbangkan saran pembantu ini ya mbak??" ucap Bu Yati saat itu.
Bu Yati tidak pernah menyangka bahwa sarannya itu akan di pertimbangkan oleh Laras, mengingat Laras yang masih muda dan egois.
Bu Yati menyentuh dadanya, ada rasa syukur yang besar dalam hatinya..
meskipun ia juga mengenal Elang dan ikut merawatnya,
Tapi jauh di dasar hati Bu Yati lebih condong ke Pram.
Bukan karena Pram anak pertama yang pastinya akan lebih banyak mewarisi apa yang pak Cokro punya.
Tapi karena ia mengenal Pram sedari kecil, sedari almarhum nyonyanya masih ada.
Ia tau benar, bagaimana pak Cokro menekan Pram untuk menjadi penerusnya.
Bahkan setelah Elang hadir, tekanan pak Cokro pada Pram lebih tidak masuk akal bagi Bu Yati.
Pram hanyalah remaja yang ingin bermain seperti teman teman lainnya, tapi Pram harus terus ikut bekerja di akhir pekan.
Bu Yati juga tau benar bahwa Pram ingin menjadi seorang TNI, namun pak Cokro menentang keinginan Pram dengan keras.
Pram benar benar tidak di beri jalan, ia hanya boleh hidup sesuai dengan keinginan papanya.
Berbeda dengan Elang,
Elang hidup dengan bebas dan penuh pilihan,
Kasih sayangnya melimpah ruah,
Apapun yang Elang inginkan, tidak pernah ada satupun penolakan dari pak Cokro.
Luar biasanya, Pram tetap menerima dengan tenang semua itu, meski ia tau dirinya tidak menerima kasih sayang yang sama.
Bu yati diam diam berharap, semoga saja Laras bisa berubah pikiran setelah melahirkan nanti,
Semoga saja Tuhan memihak Pram yang sabar dan pengertian itu.
mata Bu Yati berkaca kaca penuh haru,
apalagi saat Bu Yati melihat Pram dan Laras sudah berjalan kembali ke arah mobil.
langsung main todong aja si bapak nih
apalagi bininya pake acara yg terencana hanya demi anak keduanya si Elang
heran sama modelan orang tua gini