Kisah seorang gadis pembenci geng motor yang tiba-tiba ditolong oleh ketua geng motor terkenal akibat dikejar para preman.
Tak hanya tentang dunia anak jalanan, si gadis tersebut pun selain terjebak friendzone di masa lalu, kini juga tertimbun hubungan HTS (Hanya Teman Saja).
Katanya sih mereka dijodohkan, tetapi entah bagaimana kelanjutannya. Maka dari itu, ikuti terus kisah mereka. Akankah mereka berjodoh atau akan tetap bertahan pada lingkaran HTRS (Hubungan Tanpa Rasa Suka).
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zennatyas21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
6. Bukti CCTV
Saat melewati sebuah warung kopi, Mira dan Andra berniat untuk membeli sebuah minuman kopi hangat sebelum sampai ke rumah mbahnya Salsha.
Ketika mobil berhenti tepat di halaman depan warung kopi yang diketahui milik Babeh Jaki, Mira memesan kopi susu pada salah satu karyawan yang tengah sibuk melayani pelanggan.
Suasana di Cafe GEAN cukup ramai, hal itu membuat seluruh karyawan harus bergerak cepat dan sedikit kewalahan. Warung babeh Jaki itu berjarak dekat dengan Cafe GEAN, hanya kanan dan kiri saja jika dilihat secara langsung.
"Mas, mau pesan kopi yang ini." ucap Mira pada barista yang sedang sibuk membuat racikan kopi.
"Maaf, Bu. Lebih cepat kalau Ibu pesan ke Mas yang lagi duduk berlima itu. Mereka bisa membantu, soalnya saya masih ini takutnya lama." jawab si barista langsung diangguki oleh Mira.
Andra pun turun dari mobilnya. Ia berjalan mengarah ke salah satu meja pelanggan depan Cafe GEAN. Ada lima anak lelaki seumuran remaja SMA tengah duduk santai melingkar sambil menatap buku-buku yang sedang mereka baca.
"Mas, bisa buatin kopi gak? Buat saya dan istri saya." kata Andra meletakkan tangan ke dalam saku celananya.
Mereka mendongak lalu tersenyum. Ya, lima remaja SMA itu adalah anggota Andaran. Pemilik Cafe GEAN sekaligus sahabatnya Zidan.
"Oh, bisa Om. Sebelumnya maaf ya Om kalau karyawan yang di warung kopi Babeh Jaki tidak bisa melayani secara langsung karena terlalu banyaknya pelanggan. Tapi, kami bisa kok buatin pesanan Om sama Tantenya." balas Erlangga sopan dan ramah.
Teman-teman Erlan berdiri untuk menyambut Mira dan Andra sebagai pelanggan.
"Mari Om, bisa ikut saya untuk memilih minuman di sebelah sana." ujar Erlangga.
Sekarang tertinggal Mira dengan empat teman Erlangga. "Bu, duduk dulu aja sambil nunggu pesanan sama Om nya." ucap Andi sopan.
Mira mengangguk tersenyum lalu menatap buku-buku yang berjejer di meja. "Ini buku-buku kalian semuanya?" tanya wanita itu sembari duduk di sebelah kiri Andi.
"Iya Bu, sudah biasa kita kayak gini." jawab Farez.
"Kalau boleh tahu, Ibu sama bapaknya mau kemana? Kok jam sembilan masih belum istirahat?" tanya Jordi berhati-hati.
"Jadi saya mau ke rumah orangtua saya, kebetulan anak saya lama di belakang sama teman cowoknya. Ya lebih baik mampir kesini dulu beli kopi hangat sekalian untuk anak saya dan temannya itu." jawab Mira.
Setelah selesai memesan dan mendapati pesanan yang sesuai dengan selera, Andra menghampiri Mira.
"Loh, kalian ini kenapa mukanya pada gak mood gitu?" tanya Andra sesekali agar tidak terlihat bahwa dirinya galak, karena sebenarnya ia adalah laki-laki yang mudah bergaul juga dengan para remaja.
Farel, Eza, Andi dan Jordi mendongak sambil membereskan buku-buku milik mereka. Sementara Erlangga baru saja datang seusai melayani satu pelanggan lagi yang datang.
"Namanya anak muda, Om. Kita kalau gak ada yang paling dewasa di sini rasanya kayak bosan gak ada semangat buat belajar ngerjain tugas. Biasanya tuh ngumpul kayak gini ada yang nasehatin, Om, Tante." ujar Erlangga curhat.
"Iya, Om. Ya gimana lagi, biasanya kita main apa-apa bareng. Rasanya kayak anak kecil duduk tanpa kakaknya, Tante. Kita punya teman yang lebih dewasa dari kita dan orang itu mungkin saking disayang sama sang pencipta alam semesta, jadi diuji terus kesabarannya dapet masalah bertahun-tahun gak dipercaya." Lanjut Andi.
Mira dan Andra hanya duduk bersama mereka dan mendengarkan ceritanya. "Kalau boleh jujur, kita semua aslinya berandalan. Kita mainnya di jalan, suka keluyuran gak jelas. Aslinya kita bukan anak yang bener, Om. Tapi berkat ... Sebut aja kak Z ya, dia itu yang bikin kita semua jadi orang bener. Dia selalu nasehatin kalau jadi bocah nakal itu gak tenang. Dibilangin sama beliau itu katanya teruslah jadi orang baik, gak perlu sok asik yang penting punya akhlak yang baik." sambung Farel.
"Nah, aku mau cerita sedikit juga ke Om sama Tante ya, siapa tau nanti ketemu sama orangnya itu bener-bener sopan dan ramah ke orang. The Cafe GEAN ini sebenarnya dibangun sama kak Z, beliau ngajak kita buat ayolah salurkan hobi dan kemampuan masing-masing. Dari situ, cafe ini jadi alhamdulillah ramai terus, kita juga bersyukur banget punya banyak karyawan yang baik ke kita juga. Ya ... Prosesnya gak beda, sama-sama karena kak Z." sahut Jordi.
Mira menoleh ke suaminya. "Terus kak Z itu kemana sekarang? Lagi gak bisa kumpul apa gimana?" tanya Andra menanggapi cerita mereka.
"Berarti si Z itu orang paling kalian hormati ya? Soalnya dari wajah kalian ini ceritain dia kok kayak sebegitu baiknya dia." kata Mira.
Erlangga menghela nafas, "Bukan paling dihormati, Tante. Tapi lebih ke ... Karena beliau yang paling dewasa pemikirannya dan bisa bersikap adil ke semuanya. Istilahnya kayak berwibawa gitu, dia juga gak sombong kalau lagi dipuji kelebihannya."
"Terus yang ini kenapa dari tadi ngeliatin laptop mulu? Emangnya lagi nonton apa?" tanya Andra mengajak berbincang Eza.
Eza tersadar dari fokusnya, ia tersenyum pada Andra dan Mira. "Gak papa, Om. Lagi, ekhem, gimana ya bilangnya ... Ngerasa sedih aja sih." jawabnya sambil menatap sebuah video yang membuat matanya berkaca-kaca.
Mira mengerutkan keningnya heran. "Lah, sedih kenapa kok sampai berkaca-kaca gitu? Emang lagi liat apa?" tanya wanita berhijab itu.
"Kita udah nemuin bukti dari satu masalah kak Z yang bertahun-tahun dituduh main kasar ke perempuan, Tante. Ini bisa Tante sama Om lihat sendiri video kiriman dari pemilik cctv pada saat kejadian di dua tahun yang lalu." kata Erlangga memberikan laptop milik Eza.
Andra dan Mira tampak serius menonton rekaman cctv yang ada di laptop milik Eza.
"Kakak tuh gak ngerti! Kakak cuma bisa ngekang Monica buat gak pacaran sama Aldi! Dia itu cowok yang baik, Kak!" tegas seorang gadis SMP marah-marah di hadapan lelaki yang dikenal kak Z.
"Kakak bukan ngelarang Monica buat pacaran, Dek. Kakak kayak gini karena kakak tahu Aldi itu orang gak baik!" jawab lelaki bernama Z itu keras.
Sosok gadis SMP tersebut tampak emosi hingga akhirnya ia mendorong kuat tubuh lelaki beridentitas Z itu.
"Kakak tuh anak motor! Anak berandalan! Mana ada tahu soal kak Aldi yang anak rumahan biasa!" Bentak Monica.
Mira serta Andra menatap jelas sosok yang dibentak Monica adalah ... Zidan.
"Jadi? kak Z maksud kalian ini Zidan? Dia yang lagi anterin anak saya namanya Salsha ke rumah mbahnya." ucap Ibunda Salsha tidak menyangka.
"Aldi itu pemab—"
"Anj*ng kau ya kak! Gak usah urusin Monica sama Aldi! Jangan mentang-mentang kau gak punya pacar, jadi ngatur aku!" Monica tetap membela Aldi meskipun lelaki itu sudah terlihat tak baik menurut Zidan.
Nyaris saja Zidan hampir menampar Monica, namun saat tangan lelaki tersebut sudah di udara dan menatap Monica yang sudah menutup mata karena ketakutan, Zidan menurunkan tangannya sambil menunduk.
Dan pada saat kejadian itu berlangsung, di sebuah gedung terbuka yang kosong, ada seorang perempuan misterius merekam.
Andra yang menonton lantas mengernyitkan keningnya. "Siapa cewek itu? Ngapain masalah keluarga begitu direkam? Apa itu hanya konten?" tanya pria sang ayahnya Salsha.
"Dia teman Salsha, Om. Kita baru tahu tadi siang waktu pulang sekolah dapet kiriman video yang kita minta di hari sebelumnya. Jadi, sengaja kita berempat cari rekaman cctv di gedung terbuka yang kosong itu." jelas Erlangga.
••••••••
Masih berada di perjalanan menuju rumah mbah Salsha, cuaca malam tiba-tiba gerimis. Membuat Zidan menghentikan perjalanan dan meneduh sebentar di gubug kecil yang biasa untuk jualan es.
"Kita neduh dulu ya Sal? Meskipun rumah mbah lo udah deket, tapi tiba-tiba gerimis mending lo pakai jas hujan punya gue ya." kata Zidan sambil mengeluarkan dua jas hujan berwarna hitam dari bagasi motornya.
Salsha mengangguk karena gerimis mulai semakin menderas. "Lo juga pake jas hujannya kan?" tanyanya memastikan Zidan ikut memakai jas hujan.
"Iya, gue pakai kok. Tapi lo dulu yang pakai ya, maaf nih gue bantu pakainya, biar gak susah soalnya modelnya agak ribet ini jasnya." ujar lelaki itu seraya memakaikan jas hujan pada Salsha.
"Lah, kenapa lo beli yang ribet? Biar bisa modus ke cewek ya?" Salsha mendelik sinis ke Zidan, tetapi lelaki tersebut justru terkekeh.
"Enggak lah, ngapain sih modus ke cewek. Ya bukannya modus tapi emang waktu itu belinya mendadak banget karena kehujanan di jalan, jadi asal beli yang penting bisa dipakai sampai rumah." jawabnya seadanya.
Perempuan yang sudah terbalut jas hujan itu menatap wajah lelaki di hadapannya dengan sebal. "Alah, alasan aja lo. Pantes sih lo jomblo karena tingkahnya aja kayak buaya! Lo—"
"Arghh ... Sakit banget, kenapa ya Allah ... Akh, sakit ..." Zidan tiba-tiba merintih kesakitan, membuat Salsha terdiam dan sedikit khawatir.
Melihat Zidan yang memegang dadanya sambil meringis kesakitan, Salsha berinisiatif untuk bertanya apa yang terjadi.
"Lo kenapa, Zid?"
Zidan menggeleng lalu menarik nafas panjang serta mengembuskan nafasnya. "Gak papa, Sal. Sekarang langsung ke rumah mbah lo aja ya. Takutnya ... Takutnya gue gak kuat buat anterin lo sampai kesana. Maaf, kalau selama lo kenal gue jadi masalah buat lo." ucap Zidan mampu membuat Salsha menangis.
"Kenapa lo ngomong gitu sih? Lo kenapa? Sakit kenapa, coba kasih tau gue Zidan!" Tangis Salsha memecah padahal Zidan belum menjelaskan apa yang dirasakan oleh dirinya.
Zidan menggeleng seraya menghapus air mata Salsha. "Sshutt ... Jangan nangis, kenapa sedih, hm? Gue gak papa, Salsha. Dada gue tadi sakit, sekarang udah mendingan gak papa. Udah, jangan nangis. Maksud gue tadi gak kuat ya takutnya sakitnya pas di jalan kan bisa bahaya kalau lagi bawa motor terus lagi bawa lo juga." ucap lelaki itu begitu lembut.
"Abis ekspresi lo kayak gitu sih," Salsha mendengus sambil sesenggukan.
Lelaki berwajah tampan tersebut terkekeh. "Gak papa, Salsha. Tadi itu ... Udah ya nangisnya lah. Ulu hati gue sakit tadi, masa gitu doang nangis sih?"
Salsha kesal sampai memukul lengan tangan kiri Zidan. Sedangkan yang dipukul malah semakin tertawa. "Tau ah, banyak drama!" ketusnya kemudian menendang satu kaki Zidan hingga membuat lelaki itu meringis kesakitan.
"Galak banget dih jadi cewek, jadi tambah sakit beneran kalau gini mah."