Raika, telah lama hidup dalam kesendirian sejak kematian ayahnya. Dunia yang berada diambang kehancuran memaksanya untuk bertahan hidup hanya dengan satu-satunya warisan dari sang ayah; sebuah sniper, yang menjadi sahabat setianya dalam berburu.
Cerita ini mengisahkan: Perjalanan Raika bertahan hidup di kehancuran dunia dengan malam yang tak kunjung selesai. Setelah bertemu seseorang ia kembali memiliki ambisi untuk membunuh semua Wanters, yang telah ada selama ratusan tahun.
Menjanjikan: Sebuah novel penuhi aksi, perbedaan status, hukum rimba, ketidak adilan, dan pasca-apocalipse.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ahril saepul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7 Panas, Dingin.
DISTRIK 4
Tembok raksasa setinggi 200 meter terlihat jelas dari tempatku berada yang sedang menaiki mobil---itu adalah Distrik.
Saat kami semakin dekat dengan Distrik, sudah terlihat beberapa orang Crusemark yang akan mengikuti kompetisi tersebut. Semakin kami mendekat, kerumunan semakin bertambah, mungkin jumlah mereka sudah mencapai puluhan ribu.
Yuto memarkirkan mobil diantara mobil-mobil lainnya.
"Ramai juga yah." seru Mio, memperhatikan orang-orang di sekitar.
"Sepertinya ini akan berat, tapi mungkin saja kita bisa menang, iya kan," ujar Yuto
"Ya, yang terpenting kalian harus selamat," sahut Yuya.
Kami berjalan menuju orang-orang Eldritch yang berdiri di luar gerbang untuk mendaftar.
Meskipun mereka berada di luar Distrik, mereka tetap menaruh garis merah di tanah untuk membatasi kami, para Crusemark. Beberapa penjaga telah bersiap dengan Beasthearts-nya yang diisi Arcis tingkat 4.
"Yakin kah, kalian ingin mengikuti kompetisi ini?" sinis seorang wanita Eldritch menatap kami.
"Peserta letoy lagi ya. Hahaha, sepertinya mereka akan kalah duluan," tambah orang di sebelahnya.
Kami diberi sebuah gelang setelah menyelesaikan pendaftaran, dan diminta memasuki sebuah ruangan kaca yang menyerupai kontainer. Aku melihat beberapa orang yang memasuki lingkaran langsung menghilang dalam sekejap.
Teknologi para Eldritch memang berbeda jauh dengan kami, Crusemark. Oleh sebab itu, orang-orang Crusemark tidak berani melawan mereka.
Saat kami mendekat, sebuah pintu kaca otomatis terbuka, menampilkan sebuah ruangan yang dihiasi lampu, dan lingkaran putih berada di tengahnya.
"Ini aman, kan?" ujar Mio, menatap lingkaran itu, ia menarik tangan Yuto dengan tiba-tiba.
"Oi, Mi—" Yuto hilang dalam sekejap.
Mereka berdua tertawa kecil menyaksikan itu.
"Baiklah, sekarang giliran kita," seru Yuya.
Seketika mereka berdua menghilang.
Aku menarik napas dalam-dalam, berharap bisa memenangkan kompetisi ini.
BRUSS
°
°
°
Melirik ke sekitar; sebuah tembok ruangan hancur serta lantai menghitam dengan debu di mana-mana.
Yuya mengacungkan tangan.
"Terima kasih," ucapku meraihnya.
"Sepertinya kita dipindahkan jauh dari Distrik. Mungkin ini adalah Zona Kuning," ucap Mio.
Aku berjalan ke tepi gedung, memandang perkotaan yang telah hancur dari lantai sepuluh.
Gelang yang kami pakai menyala---memunculkan hologram, memberitahukan waktu dimulainya kompetisi dan juga jumlah peserta yang mencapai 32 ribu orang.
"Tersisa 30 menit lagi. Sebaiknya kita merencanakan sesuatu," saran Yuya.
"Semuanya jangan lupa kalau ini adalah permainan hidup dan mati." Tambah Mio.
Mengangguk....
Kami berempat mulai berdiskusi hingga sampai pada kesimpulan untuk bertahan dan menghindari pertarungan. Aku sempat berpikir ini akan mudah, namun jangan lupakan jumlah peserta yang mencapai 32 ribu.
Waktu sudah menunjukkan angka 1 menit sebelum dimulainya kompetisi. Di atas langit malam, sebuah pesawat besar mengambang di udara membawa satu medalions yang akan ditampilkan di akhir. Drone mulai berterbangan ke segala arah, merekam semua peserta dari kejauhan.
Tanpa terasa, hitung mundur telah dimulai dari 5—4—3—2—1.
BUMM!
Tidak jauh dari tempat kami berada, terdengar suara bom yang membombardir dari segala arah, menandakan terjadinya pertarungan tidak jauh dari tempat kami.
"Yuya! tempat ini tidak aman," ucap Yuto dengan panik.
"Kita jalankan sesuai rencana, oke. Sekarang!" teriak Yuya, mengisyaratkan untuk lari keluar gedung.
Kami tergesa-gesa menuruni setiap anak tangga. Sebuah kilatan, hawa panas, disertai debaran jantung, membuat situasi semakin sesak. Setelah sampai di lantai pertama, kami bergegas menjauh dari gedung ... tepat saat kami menjauh, gedung itu diledakkan hingga runtuh.
"Syukurlah kita lebih dulu keluar," kata Mio, berhenti sejenak. "Ayo, lebih baik cepat pergi dari sini."
"Mio!" Yuya menarik tangan Mio. Sebilah pedang terlempar dari samping, hampir mengenainya ... kami bergegas berlari ke arah berlawanan untuk menghindari pertarungan.
Saat berada ditengah pelarian, perasaan tidak asing muncul dibenak-ku. Aku mencoba mengingatnya. Namun, suara berisik di sekitar membuatku sulit untuk berpikir jernih.
Cukup lama kami berlari hingga akhirnya tiba disebuah bangunan berlantai lima, jauh dari suara pertarungan.
Yuya melihat sekeliling. "Gedung ini sepertinya aman. Kita akan beristirahat di dalam, di luar akan berbahaya."
"Baik!" seru kami.
Setelah ku periksa di sekitar, beruntung tidak ada jebakan yang dipasang oleh peserta lain. Meski begitu, aku harus tetap waspada.
"Masih tersisa 27 ribu peserta, apakah kita bisa bertahan?" kata Yuto, melihat gelang yang ia pakai.
"Yuto, kita pasti bisa ... jadi, tolong pinjamkan kekuatanmu. Kita tidak harus bertarung untuk memenangkan kompetisi ini," saut Yuya.
"Kalau begitu, Yuya, kita harus membuat rencana baru," saran Mio.
"Ya. Sebaiknya kita diskusikan lagi."
Aku melihat sebuah tangga yang mengarah ke atap bangunan. "Yuya, biarkan aku memantau sekitar."
"Baiklah, Raika. Tolong berhati-hatilah."
Saat berada di atas, aku melihat kobaran api menjalar di setiap gedung. Tanganku memegang erat sniper dalam posisi tengkurap, memantau sekitar menggunakan scope. Pertarungan dan juga Wanters terekam jelas di mataku.
Pandanganku tertuju pada pertempuran yang sangat kacau. Saat semakin di-zoom, aku terkejut melihat seseorang mengenakan full armor dan pedang besar, dengan mudahnya membantai orang-orang hanya dengan ayunan pedangnya saja.
Aku bergegas melihat gelang dan mencari nama orang itu ... mataku terbelalak saat melihat jumlah orang yang telah ia bunuh mencapai seribu. Nama peserta itu adalah Ougly Corvury, bertubuh besar tanpa tim.
Aku kehilangan fokus saat memperhatikan Ougly. Tanpa kusadari, terdapat peserta lain yang sudah berada di bawah gedung. Dengan terburu-buru aku memberitahu Yuya dan yang lain ...
Beruntung kami lebih cepat bersembunyi sebelum orang-orang itu masuk.
Seorang laki-laki mirip preman memandang ke sekitar. "Di sini aman, oii, tidak ada apa-apa, santai," teriaknya pada rekan yang ada di bawah.
Seorang wanita dan seorang pria kekar mulai memasuki ruangan. Aku melihat wanita itu melirik ke sana-kemari, seperti sudah mengetahui keberadaan salah satu dari kami.
"Hihi, yaaah memang aman. Bagaimana, Jo?" tanya wanita itu.
"Oke. Kita jadikan ini markas sementara kita."
Wanita itu berjalan mendekati pilar tempat Yuto bersembunyi.
"Bagaimana jika ..." Belati di hunuskan dengan kuat.
Sebelum belati itu memotong tubuhnya, Yuto refleks mendorong kaki dalam posisi jongkok untuk menghindar, lalu menodongkan kedua pistol pada mereka.
"Hoo, hebat juga kau bisa menghindar."
Yuya dan Mio menunjukkan diri dari sisi gedung, menodongkan Beasthearts mereka untuk membantu Yuto. Aku bersiap menembak untuk berjaga-jaga di atap bangunan yang mengarah ke ruangan itu.
Pria kekar mengangkat tangan. "Baik-baik, kami terkepung. Apa kau puas?"
"Kita sebisa mungkin ingin menghindari pertarungan. Tolong, jangan macam-macam," ancam Yuya.
Pria itu tertawa terbahak-bahak. "Oh maaf, itu lucu sekali."
"Hei, apa kau lupa kita sedang berada di mana?" Wanita itu tertawa kecil.
"Damai ya? Apakah itu sebuah mimpi?" Laki-laki preman itu menggenggam bom, "sayangnya ... tidak!" ia melemparkannya.
BUMM.
Aku menggenggam erat tepian gedung, bergelantungan di sisinya. Dengan cukup usaha, aku berhasil naik kembali. Yuya terhempas keluar bersama pria kekar. Mio juga bersama wanita yang hampir membunuh Yuto, dan Yuto bersama laki-laki preman tersebut.
Yuya berusaha untuk berdiri setelah membentur tanah dengan keras.
"Sepertinya tidak ada perdamaian ya." pria itu mengeluarkan pedang Beasthearts dua tangan, bersiap untuk bertarung.
'Kondisi telah berbalik, bagaimana ini ....'
End Bab 7
gabung yu di Gc Bcm..
caranya Follow akun ak dl ya
untuk bisa aku undang
terima kasih.