Karena pekerjaannya, Alin terpaksa menghilang, meninggalkan sebentar pria yang dicintai.
Anjar, cukup stres memikirkan kemana perginya sang pujaan hati, ditambah seorang wanita terus mengejarnya akibat rencana perjodohan keluarga.
Apakah keduanya bisa bersatu kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur Anis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Upaya Penyelamatan Kara
**
Misi penyelamatan Kara dimulai dengan perencanaan yang matang di markas Black Stars. Alin, Ramses, dan tim
inti mereka berkumpul menekan titik-titik yang harus mereka waspadai. Semua memperhatikan dengan baik supaya tidak ada yang terlewatkan.
“Lokasi penahanan Kara ada di gedung tua di pinggiran kota,” ujar Alin, menunjuk titik merah di peta. “Ini adalah
sarang utama mereka, dilindungi ketat oleh pasukan bersenjata dan berbagai sistem keamanan. Kita harus masuk tanpa terdeteksi, menyelamatkan Kara, dan keluar sebelum mereka menyadari apa yang terjadi.”
Semua mengangguk paham mendengar arahan dari Ramses. “Kita akan membagi tim menjadi dua. Tim pertama akan mengalihkan perhatian mereka, membuat kekacauan di sayap selatan gedung. Tim kedua, yang lebih kecil dan dipimpin olehku, akan menyusup dari sayap utara, tempat Kara kemungkinan besar ditahan.”
“Eji akan bersama kalian,” kata Alin tiba-tiba, membuat semua orang di ruangan itu menoleh. “Dia yang paling tahu situasi ini, dan dia yang paling bertanggung jawab untuk memastikan Kara keluar dengan selamat.”
“Lalu bagaimana denganmu?” Tanya Ramses menatap Alin curiga.
“Aku akan menghancurkan mereka setelah memastikan kalian aman.” Jawaban Alin terlihat tenang namun menyimpan sesuatu yang sudah direncanakan wanita itu dengan matang.
"Aku pastikan mereka semua tidak ada yang selamat." jawab wanita itu dengan raut wajah sulit diartikan.
**
Malam tiba, dan tim Black Stars bergerak dalam bayang-bayang. Mereka mengenakan pakaian serba hitam, dilengkapi dengan peralatan canggih untuk komunikasi dan navigasi. Tim pertama, yang bertugas untuk menciptakan pengalihan, bergerak dengan cepat menuju bagian selatan gedung. Begitu mereka mencapai posisi, ledakan kecil terdengar, cukup untuk menarik perhatian sebagian besar penjaga ke arah yang salah.
Di sisi lain gedung, Ramses, Eji, dan beberapa anggota tim menyelinap menuju sayap utara. Mereka memotong kabel keamanan dan menghindari kamera pengintai. Ramses memimpin di depan, sementara Eji memberikan petunjuk tentang tata letak gedung sesuai peta yang sudah mereka kantongi.
Ketegangan meningkat ketika mereka mencapai pintu besi yang berat, di baliknya Kara kemungkinan besar ditahan. Eji bekerja dengan cepat untuk membuka kunci pintu, menggunakan keterampilan yang dia pelajari selama bertahun-tahun sebagai anggota Black Stars.
“Cepat, kita tidak punya banyak waktu,” bisik Ramses, matanya terus waspada terhadap suara apa pun yang
mencurigakan.
Pintu terbuka dengan suara klik yang hampir tak terdengar, dan mereka segera masuk. Di dalam, ruangan itu gelap, hanya diterangi oleh lampu redup di sudut. Di tengah ruangan, Kara terikat pada kursi, wajahnya pucat dan tubuhnya lemah, darah mengalir di kedua kakinya. Mata Eji memanas.
“Jangan lemah, Kara membutuhkan bantuan mu.”ujar Ramses mengerti dengan perasaan Eji. Kondisi Kara mengenaskan, sebagai seorang pria yang memiliki adik perempuan hati Ramses juga ikut sakit. Bagaimana hal itu terjadi pada adiknya juga. Pasti saat ini dia sudah mengamuk.
“Kara!” Eji berlari ke arah gadis itu, melepaskan ikatan di pergelangan tangannya. “Aku di sini untuk membawamu
keluar.” Kara menatap Eji dengan campuran emosi, kelegaan, rasa syukur, dan mungkin sedikit keraguan. “Eji… Aku tahu kau akan datang, tapi bayi kita sudah tiada.” bisiknya, suaranya hampir tidak terdengar.
Dengan menahan air mata, Eji memeluk Kara dan menggendongnya. Dia tidak mampu menjawab perkataan Kara.
Dengan Kara yang kini lemah di bahunya, Eji mengangguk, siap mengikuti perintah. Mereka mulai bergerak kembali ke arah pintu keluar, namun alarm tiba-tiba berbunyi. Musuh telah menyadari kehadiran mereka.
“Cepat!” Ramses memerintahkan, sementara anggota lainnya mengambil posisi untuk menahan serangan musuh yang mulai berdatangan. Tembakan meletus, dan suara pertempuran memenuhi lorong yang sempit. Ramses dan timnya berjuang mati-matian untuk mempertahankan posisi mereka, sementara Eji dengan membawa Kara terus bergerak ke arah jalan keluar yang telah ditentukan.
Ketika mereka akhirnya mencapai titik penyelamatan, sebuah helikopter Black Stars sudah menunggu, baling-balingnya berputar dengan cepat. Ramses naik lebih duu, mengambil tubuh Kara dari gendongan Eji.
“Naiklah!” Ramses berteriak saat ledakan lain mengguncang tanah di dekat mereka. Aji kemudian melompat masuk,
dan helikopter segera lepas landas, meninggalkan musuh yang kebingungan di bawah.
"Ramses, kau sudah memastikan seluruh anggota sudah pergi meninggalkan markas?" tanya Alin memastikan lewat alat komunikasi mereka.
“Sudah, anak buah kita sudah menempati posisi aman sesuai rencana.” Jawab Ramses melihat titik hijau dilayar
sudah penuh. Itu tandanya anggota mereka sudah berada di titik aman penyelamatan, jelas Ramses sudah mengkondisikan semuanya.
“Baiklah saatnya aku bekerja.”
DUAR DUAR DUAR
Terdengar suara ledakan dahsyat. Ramses menduga saat mereka masuk, Alin memasang bom di sekitar markas musuh. Wanita itu tidak mau kerja dua kali. Setelah ini akan banyak hal yang harus di urus olehnya.
**
Kondisi Kara sempat memburuk, gadis itu terpaksa dilakukan tindakan operasi karena terjadi masalah pada rahimnya. Jangan tanya kondisi Eji, pria itu terduduk lemas di depan pintu operasi.
"Jika kalian ingin menghukumku, tolong aku minta waktu nanti setelah memastikan kondisi Kara baik-baik saja." kata Eji saat melihat Alin dan Ramses berjalan mendekatinya.
"Tidak usah pikirkan itu, saat ini kau cukup kuatkan diri demi Kara. Aku sudah meminta dokter mengupayakan terbaik untuk gadis itu. Aku hanya meminta satu hal, kalaupun nanti kalian lama dikaruniai buah hati, tolong jangan pernah tinggalkan Kara." Alin berkata seperti itu karena dokter yang menangani Kara menyampaikan jika kondisi rahim gadis itu bermasalah. Sepertinya seseorang telah menyuntikkan sesuatu pada tubuh gadis itu.
"Apapun kondisinya selagi dia baik-baik saja itu sudah cukup. Bahkan jika nanti kami tidak berkesempatan memiliki anak, sungguh aku tidak mempermasalahkannya."
Jawaban Eji membuat Alin terenyuh melihat begitu besar rasa cinta Eji pada Kara.
"Tenang saja, aku akan mencari obat terbaik untuk kesehatan Kara. Pegang janjiku itu." kata Ramses ikut menyemangati Eji. Sebagai seorang pria, sedikit dia paham bagaimana perasaan Eji saat ini. Tugasnya hanya perlu menguatkan Eji supaya tetap siaga mendampingi Kara.
"Eji, ini belum selesai. Masih banyak hal yang harus aku lakukan. Doaku untuk Kara semoga dia tetap kuat. Aku pergi dulu untuk mencari tahu sesuatu hal." pamit Alin lalu pergi meninggalkan tempat itu.
Tidak ada yang tahu kemana perginya Alin, wanita itu seperti biasa pergi tanpa jejak. Jika sudah ada informasi pasti akan datang sendiri.