Saat istri tidak ingin memiliki bayi, saat itulah kekecewaan suami datang, ditambah lagi istrinya selingkuh dengan sahabatnya sendiri, sampai akhirnya mereka bercerai, dan pria itu menjadi sosok yang dingin dan tidak mau lagi menyapa orang didekatnya.
Reyner itulah namanya, namun semenjak bertemu dengan perempuan bernama Syava hidupnya lebih berwarna, namun Reyner todak mau mengakui hal itu.
Apa yang terjadi selanjutnya pada mereka?
saksikan kisahnya ya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aghie Yasnaullina Musthofia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 7 SENYUM GHAIB
Tak terima dengan hinaan Reyner, Syava kembali bicara.
" memangnya pak Rey pernah punya pacar?"
Rey hanya menggeleng. "Tidak."
"Ah pantas aja jomblo, orang pak Rey hobinya marah-marah mulu"
Arini tersenyum mendengar celotehan Syava. Reyner hanya melirik Syava malas.
"Rey tidak pernah pacaran, tapi pernah menikah", sahut Arini tiba-tiba, membuat Syava terkejut.
" apa? Pak Reyner Pernah nikah tante? "
Arini mengangguk. "Ya, tapi mereka sudah bercerai 2 tahun yang lalu"
"Ooo, apa karena istrinya di marahin terus sama pak Rey ya tante? makanya istrinya gak tahan minta cerai? ", tanya Syava polos, tanpa tau jika Reyner sudah menatap geram Syava.
" tidak Sya,,, bahkan dulu Reyner sangat mencintai istrinya,, tapi karena istrinya berhianat, makanya mereka bercerai ", jawab Arini santai.
Syava melihat ke arah Reyner, dia merasa bersalah karena sudah enteng bicara.
" oo gitu ya tante,, maaf ya tante, Syava gak bermaksud menyinggung mantan istri pak Rey. Yang sabar ya pak,,, ", timpal Syava kikuk, ia menggaruk rambutnya yang tidak gatal.
Arini hanya tersenyum dan mengangguk, Reyner tak bereaksi.
Syava sedikit canggung.
"Apa mama udah selesai, mau pulang sekarang? "
Rey yang sudah jengah dengan pembahasan Syava dan ibunya.
"Kenapa buru-buru sih Rey,,, mama masih pengen ngobrol sama Syava"
"Kan bisa lain kali ma,,, nanti keburu malam, besok juga dia harus bekerja,,", kata Reyner lembut.
Syava memperhatikan Reyner yang berkata lembut pada ibunya, dipikirannya, ibarat kata, laki-laki yang memuliakan ibunya, dia pasti akan memuliakan istrinya juga, tapi kenapa istrinya tega menghianati Reyner.
"Ih kau ini memang tidak pernah peduli dengan mama, adikmu udah nikah sekarang ikut suaminya, dan papamu sibuk ngurusin proyek di Jakarta, mama kesepian Rey,,, gak ada temen ngobrol,,, ", Arini sedikit merengek.
Arini senang dengan kehadiran Syava, ia sudah jatuh hati pada Syava saat pandangan pertama ciye, karena ia gadis yang lucu, sederhana, dan tidak neko-neko.
" iya ma,,, Rey ngerti,,,, besok-besok kan mama bisa ketemu lagi, mama harus pulang, dan segera minum obat, mama juga nggak boleh kecapekan".
Mungkin karena kesepian dan mikirin Rey yang tak kunjung menikah, Arini terkena hipertensi, dan harus rutin mengkonsumsi obat.
Arini senang mendengar kata-kata Rey yang sudah ia tunggu-tunggu.
"Oke mama pulang, tapi beneran kan,,, mama boleh ketemu Syava lagi kapanpun mama mau? "
Syava yang mendengar itu hanay diam menunggu jawaban Rey, boleh/tidak.
Reyner mengangguk.
"Iya ma,,, mama boleh ketemu Syava kapanpun".
Arini membalikkan badannya melihat Syava.
"Baiklah, Syava, kalau gitu mama.. Ehh, maksdnya, tante pulang dulu ya...? ", Arini mengelus wajah Syava.
" iya tante, terimakasih ya tante udah ditraktir makan tadi"
"Iya sayang,,, sama-sama, jangan lupa kalau kita masih bisa bertemu lagi kapan-kapan? "
"Siap tante".
Tau kan,,, apa yang ada dipikiran Arini, yang tiba-tiba keceplosan memyebut dirinya mama pada Syava.
***
Sementara itu di Jakarta.
"Terimakasih Arya, kau memang sahabat yang bisa diandalkan, kita harus berpesta malam ini ", begitulah kata Bima yang senang, karena baru saja memenangkan tender.
Arya dan Bima bersahabat sejak SMA hingga kini, namun jarang bertemu karena kesibukan mereka masing-masing.
"Kau ini, otakmu hanya pesta saja, ingat umur Bim,,, nanti istrimu ngomel"
"Iya iya aku hanya bercanda, bagaimana dengan istrimu apa kondisinya masih sama? "
"Yah begitulah Bim, 20 tahun lebih istriku masih saja terpukul dengan fakta jika putrinya sudah tiada, padahal sudah jelas waktu itu bayi yang dilahirkan meninggal salah satunya"
Arya menghela nafasnya, menatap lurus kedepan mengingat kenangan waktu itu saat istrinya melahirkan kedua anaknya, matanya sedikit berkaca-kaca.
"Kau sabar ya, pasti ada hikmah dibalik itu semua, lalu dimana putramu sekarang? "
"Aku mengirim putraku untuk belajar memimpin perusahaanku di Bandung yang tidak terlalu besar, karena dia harus mempelajari tentang bisnis dari dasar dulu untuk siap menggantikan aku nantinya"
"Oh,,, begitu. Aku do'akan semoga keluarga kalian bahagia, dan istrimu cepat sembuh, kapan-kapan aku akan menjenguk istrimu"
"Oke Bim,, terimakasih".
.
Sementara dipanti Asuhan Cemara, Santi menangis didalam kamarnya, ia memegangi buku catatan diarynya yang ia simpan bertahun-tahun, ia masih sulit untuk mengungkapkan semua fakta pada Syava, ia tak ingin Syava membencinya.
" Maafkan ibu Sya,,, maafkan ibu,,,! "
Fakta apa yang sebenarnya di sembunyikan oleh Santi? Yah kita tunggu aja ya,, (author masih mikir2 nih enaknya fakta apa ya yang disembunyikan Santi hehe).
*
*
*
Sudah seminggu Syava dan Leni bekerja diperusahaan milik Reyner, mereka tidak pernah mengeluh dengan pekerjaan yang diberikan karena itu adalah impian mereka sejak dulu, walaupun hanya tamatan SMA namun prestasi keduanya tidak main-main.
"Syava,, boleh minta tolong? "
Bu Elisa yang menghampiri Syava dengan membawa beberapa dokumen.
"Iya bu minta tolong apa?"
"Tolong antarkan dokumen ini pada pak Reyner ya,,, saya ada urusan penting, nanti kalau sudah ditandatangani pak Rey, kamu langsung taruh di meja saya, oke, makasih ya Sya,,, "
Matanya membulat, belum juga bilang setuju udah main makasih aja.
"Hah,,, i-iya bu. "
Elisa pergi menjauh dengan setengah berlari.
Syava menghela nafasnya terpaksa menyetujui permintaan Elisa.
*
Diruangan Reyner.
Tok,, tok,, tok,,
"Masuk"
Reyner mengalihkan pandangannya, melihat Syava sudah menampilkan senyumannya membuat Reyner ternganga namun seketika tersadar. Jai yang juga ada disitu pun ikut melirik dan tersenyum pada Syava.
"Ada apa kau kemari? Mau menabrakkan diri lagi? "
"Ish bapak ini, mana ada orang mau menabrakkan dirinya sendiri yang ada itu gak sengaja nabrak pak... "
"Oke terserah kamu", Reyner membuang muka.
Syava seketika ingat dengan tujuannya.
"Ini pak, bu Elisa nyuruh saya buat kasih dokumen ini ke bapak, dan kata bu Elisa harus segera di tandatangani", ujar Syava dengan masih tersenyum manis.
"Oke, mana? ", tangan Rey menengadah.
Rey segera membuka dokumen dan memeriksanya, namun kegiatannya terhenti saat melihat Syava berdiri dan tidak berhenti mengembangkan bibirnya.
" apa bibirmu tidak kram, nyengir terus seperti itu? "
Syava membulatkan matanya terkejut.
"Hah,,, orang lagi senyum dibilang nyengir", Syava melirik Reyner malas, dengan bibirnya yang digerakkan kesamping kanan dan kiri.
Syava mengerucutkan bibirnya, dan 30 detik kemudian akhirnya Reyner selesai menandatangani dokumen yang diberikan Syava tadi.
" ini sudah saya tandatangani "
"Baik pak", jawab Syava sedikit kesal, dengan muka yang sedikit masam, karena dari tadi ia tidak disuruh duduk malah di kata-katain sama Reyner, dan sukses membuat Rey menatap wajah itu.
"kenapa sekarang wajahmu seperti itu? ", tanya Reyner tanpa rasa bersalah.
Sementara Jai hanya diam melihat interaksi keduanya.
" tidak apa-apa, ya sudah saya permisi dulu pak? "
"Siapa yang menyuruhmu pergi", tangan Reyner bersedekap, ia menatap Syava, seperti nya Reyner suka menjahili Syava.
" ya tapi saya harus ngapain lagi pak disini?kan tugas dari bu Elisa sudah selesai "
"Ya ngapain kek'", jawaban random Reyner membuat Syava ternganga, apa-apaan Reyner, bisa-bisanya menjahili Syava dengan kalimat seperti itu.
Dan Reyner kembali sibuk dengan laptopnya, sementara Jai pun demikian. Syava memandangi keduanya, Syava mulai jengah dengan kelakuan Reyner.
"Huh,,, pak kalau saya disini hanya jadi pajangan mending saya melanjutkan pekerjaan saya pak", tutur Syava seketika.
Reyner menatap intens Syava.
" kenapa kau suka sekali membantah perintahku?"
"Tapi pak,,, kalau saya disini terus, saya tidak bisa bekerja dong pak,,, nanti kalau saya dipecat gimana?, saya mau makan apa pak, emang bapak mau ngasih makan saya? ", ujar Syava sedikit ketus, ia mulai jengkel dengan Reyner yang selalu bertanya seenak jidat.
" pfthhhh,, ", Jai senang mendengar ocehan Syava pada bosnya itu.
Reyner melirik Jai sinis, seketika Jai menghentikan aksinya.
Reyner kembali menatap Syava, ia senang dengan wajah Syava yang kesal. Apa tadi yang dikatakan Syava ' mau ngasih makan' hah,,, ada-ada saja, dasar Syava.
" ya sudah pergilah!", Syava bernafas lega.
"Oke pak, permisi,, jangan lupa smileeeee".
Ujar Syava dengan menunjukkan jari telunjuk dan jempolnya membentuk smile. Ia segera berlari sebelum mendapat tatapan tajam Reyner.
Reyner hanya menggelengkan kepalanya dengan senyum ghaibnnya. 'Eh gimana tu senyum ghaib', haha.
.
Syava pun kembali ke ruangan nya.
"Kenapa lama sekali, lo gak diapa-apain kan sama pak Rey?"
"Ish,,, apaan sih, ya nggak lah,,, emang mau diapain? dia itu nyebelin super super nyebelin, bikin gak mood"
"Jangan gitu,,, nanti tiba-tiba cinlok gimana? Kaya di novel-novel yang sering lo baca"
"Ih,, nggak mungkin lah ya,,, mana mungkin dia terpesona dengan gadis miskin seperti gue, lagian dia itu duda, dia itu habis cerai sama istrinya dua tahun lalu, pasti pak Rey nyari yang lebih dari gue, apalagi mantan istrinya itu dulunya seorang model", jelas Syava.
"Apa? pak Rey duda? "
Seketika Syava membungkam mulut Leni.
"Ssst,, jangan kenceng-kenceng ngomongnya, kalau ada orang denger gimana?"
"Iya iya sorry, kok lo tau sih? udah sedekat apa lo sama pak Rey? sampai kehidupan pribadi pak Rey aja lo tau? ", tanya Leni sedikit berbisik.
"Gue tau dari ibunya waktu itu di mall,,"
"Hah,, lo deket sama ibunya pak Rey? " teriak Leni lagi, dan Syava lagi-lagi membungkam mulut Leni.
"Ih, bisa nggak sih mulut lo dikecilin dikit volumenya"
Leni reflek menutup mulutnya sendiri.
"Sory, gue shok Sya, secara pak Rey kan sultan, pasti ibunya jauh lebih sultan"
"Ibunya pak Rey itu baik, lemah lembut tidak pemarah seperti pak Rey, dia tidak pernah memandang rendah orang seperti kita"
Leni hanya mendengarkan dengan seksama, tiba-tiba,,,
"Lagi ngobrolin apa sih, seru banget kayak nya? ", Farid teman sejawat mereka, pria yang sedikit lentik itu menyambar obrolan mereka, tapi Leni dan Syava selalu terhibur dengan tingkah Farid.
Keduanya serempak menoleh kesunber suara,
" ih, apaan sih lo Farida,,, kepo aja", timpal Leni yang suka memanggilnya dengan nama perempuan.
"Yeee gue kan juga hobi gosip"
"Ish siapa juga yang gosip, dasar ladyboy, udah sana,,, kerja,,, jangan ganggu kita"
Tekan Leni seraya menyeret tubuh gempal Farid ke meja kerjanya.
"Ih Leni pelan-pelan dong,,, nanti kalau aku jatuh gima ih", dengan gaya manjanya.
"Makanya jangan suka kepo"
"Iya, iya, lain kali ajak gue ya kalau gosip, hehe"
Farid menimpali dengan sedikit tertawa.
"Dasar", umpat Leni.
Leni kembali duduk di samping Syava, Syava hanya tertawa melihat tingkah mereka. Leni melirik intens sahabatnya nya itu,
" apa? "
" jangan-jangan lo mau di jadiin menantu sama ibunya pak Rey? ", bisik Leni sembari cekikikan.
Syava yang mendengar memukul lembut tubuh Leni dengan lembaran berkas dimejanya.
"MIMPI".
Di sebrang sana ada sepasang mata yang memandangi mereka lewat tabnya dan menampilkan sedikit senyumnya.
***