Arsen pria tampan berusia 33 tahun, akibat kekejaman ayahnya, membuat dia memiliki kepribadian kejam.
Dan ya jika dia mendengar nama sang ayah disebut, maka dia akan mengeluarkan sisi gelapnya, dengan menghukum diri sendiri dan juga orang sekitarnya.
Adelia putri, wanita sederhana, harus mengurus ibunya yang sakit-sakitan akibat perbuatan ayahnya.
Dimana sang ayah lebih memilih pergi bersama dengan wanita lain, hanya karena wanita itu memiliki segalanya.
Bagaimana kehidupan Arsen dan juga Adelia, mari kita ikuti kisah selengkapnya di bab-bab berikutnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AdlanAdam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BCMD: Bab 7
Karena ternyata Adel tidak sanggup untuk mengangkat ibunya sendiri ke atas kasur, dan berujung dia terus menjerit meminta bantuan pada tetangga sekitar, termasuk juga buk Yeni.
Dari luar rumah, para tetangga yang mendengar Adel yang menjerit memanggil ibunya, segera berlari kerumah Adek, dan ikut melihat ke adaan ibunya. Dimana kini buk Hanum masih tergeletak di lantai dekat kasurnya, lengkap dengan pisau di tangannya kanannya.
Sedangkan tanggan kirinya sudah berlumuran darah, karena ternyata dia menyayat tangannya dengan pisau itu. Sungguh Adel sangat bingung, dari mana ibunya itu mendapatkan pisau, sedangkan di rumah itu, tadi dia sudah menyimpan semuanya dengan rapi.
Dengan bantuan para tetangga, akhirnya kini buk Hanum pun sudah ada di kasur, dan juga dokter pun sudah memeriksanya keadaan buk Hanum. Untuk saja lukanya tidak terlalu dalam, dan tidak sampai menyayat urat nadi buk Hanum, Jadi dia masih bisa di selamatkan, dan cukup di rawat di rumah saja.
Selain lukanya yang tidak terlalu dalam, ternyata Hanum baru saja menyayat tangannya, dan untung saja Adel cepan sampai dan melihat ke adaan ibunya. Memuat semuanya baik-baik saja, ya walaupun sang ibu tetap terluka.
Hanum pun langsung di berikan obat oleh sang dokter, baru setelah itu, dia berpesan pada Adek, agar lebih memperhatikan ibunya, kalau tidak hal ini akan kembali terjadi dan bisa saja semakin parah lagi.
Adel hanya bisa menjawab iya, dan akan berusaha untuk menjaga ibunya, ya walaupun dia tidak yakin untuk itu.
Berterima kasih pada Dokter juga semua tetangga yang membantunya, karena kalau dia sendiri, pasti tidak akan bisa menolong ibunya secepat ini, dan malah menangisi sang ibu.
Memperhatikan ibunya yang sudah terbaring di atas kasur, Adel pun teringat akan ayahnya, "Apa aku coba minta tolong sama ayah saja? Biar aku bisa bawa ibu untuk berobat ke rumah sakit," ucap Adel, dia pun bicara sendiri.
"Tapi untuk ketemu sama ayah itu susah sekali! Karena selain dia sibuk. Pasti istri dan anaknya nggak akan mengizinkan aku untuk bertemu dengan ayah," lanjut Adel lagi, dia masih terus bicara sendiri.
Sambil melihat ibunya, dan tangannya pun menggenggam erat tangan sang ibu. Sesekali Adel mencium tangan ibunya. Terkadang ingin rasanya Adel menyerah, atau dia akan melakukan segala cara agar bisa mendapatkan uang yang banyak.l, dengan cara seperti menjual dirinya saja.
Tapi itu hanya sesaat, pikiran itu pun langsung hilang, karena itu hanya akan membawa dia kedalam ke hancuran, dan kini dia pun berpikir seribu kali untuk melakukannya.
Masih terus termenung, dengan tangan ibunya yang masih dia genggam, Tiba-tiba suara Hanum pun terdengar dan membuat dia sadar dari lamunannya, "Adel, kamu sudah pulang, Nak?" tanya Hanum, sambil dia mencoba untuk duduk.
"Iya, Buk. Ibuk tiduran saja. Pasti masih lemes. Kalau butuh sesuatu katakan saja pada Adel," balas Adel, melarang ibunya untuk duduk dan banyak bergerak.
"Ibu pasti sudah melakukan sesuatu yang merepotkanmu! Iya 'kan?" tanya Hanum. Karena dia belun melihat seperti apa ke adaan tangannya.
"Nggak kok, Buk. Cuma tadi Adel sedikit terlambat pulangnya," jawab Adel. Dia tidak mau mengatakan apa yang terjadi pada ibunya.
Karena dia katakan pun percuma, Hanum pasti lupa apa yang dia lakukan. Di tanya pun dia tidak akan bisa menjawabnya, maka dari itu, Adel lebih memilih tidak mengatakan apa-apa.
"Oh, jadi ibu sudah tidur dari tadi?" tanya Hanum, tapi saat dia mengangkat tangannya. Dia pun merasa kesakitan. Lalu melihat tangannya yang di balut dengan perban.
"Del, tangan ibu kenapa? Pasti ibu berbuat nekat lagi? Iya 'kan?" tanya Hanum, saat ini dia melihat tangannya yang sudah di perban.
Adel diam, karena dia tidak tau harus menjawab apa, meskipun tidak ingat, tapi karena sudah beberapa kali ibunya melakukan hal itu, jadi dia sudah tau, hanya saja dia tidak ingat kapan dan kenapa dia melakukan hal yang membahayakan nyawanya sendiri.
"Sudahlah, Buk. Tidak usah terlalu memikirkan hal itu, sekarang kita istirahat dulu! Atau ibuk mau makan dulu? Tadi Adek ada bawa nasi untuk ibu. Tapi mungkin sudah dingin," ucap Adel, dia pun bertanya pada ibunya.
Hanum yang tidak mau membuat beban pikiran putrinya bertambah, hanya bisa mengangguk patuh, kebetulan pula dia sudah lapar, karena tadi dia juga belum makan. Jadilah di tengah malam itu, Adel menyuapi ibunya. Baru setelah itu mereka istirahat.
Karena malam sudah sangat larut, membuat pagi hari segera menyapa. Padahal Adel baru saja merasa terlelap di tidurnya. Tapi karena tuntutan pekerjaan, dia pun kembali bangun dan memasak sarapan, dan juga makan siang untuk ibunya, bahkan sampai untuk sore harinya.
Begitulah setiap harinya, Adel lalu kehidupan yang ia jalani, selalu tersenyum, juga tampak ceria tanpa adanya keluhan. Atau pun marah pada nasib yang dia jalani saat ini. Adel selalu merasa bersyukur karena masih bisa memberi ibunya makan dan berobat, ya walaupun hanya sekadarnya saja.
Meskipun tidak sanggup membawa sang ibu kerumah sakit. Tapi Adel tidak pernah menyerah dan berharap. Semua itu berlalu dan juga dia dan ibunya mendapatkan kebahagian.
Sekarang mereka berdua sudah ada di meja makan, Adel kembali menyuapi ibunya untuk makan, "Sekarang sarapan sudah selesai, tinggal ini untuk makan siang ibu, dan yang ini untuk makan sore. Maaf ya, Buk. Ibuk selalu aja makan makanan yang dingin," ucap Adek, yang merasa iba melihat ibunya.
"Sutt, udah itu tidak masalah. Lagian yang harus meminta maaf sama kamu itu Ibuk, Nak. Karena ibuk sudah menjadi beban buat kamu, karena ibuk juga, membuat kamu tidak bisa menikmati masa mudamu dengan baik," ujar Hanum.
Dia akan baik, jika saat dia tidak sedang sadar seutuhnya, Hanum tersenyum, tapi sesungguhnya dia sangat merasa bersalah pada putrinya itu.
"Ibuk__"
Lihat sekarang, kamu sampai tidak punya waktu untuk membahagiakan dirimu sendiri, apalagi ibuk. Padahal itu semua adalah tanggung jawab ibu. Tapi apa ... kau malah menghabiskan waktu mu bekerja dan bekerja," lanjut Hanum, dia memotong ucapan putrinya.
Begitulah di saat dia sedang sadar, dan mengingat siapa dia dan Adel. Dan karena memikirkan hal itu lah, membuat dia terkadang jadi mikirkan hal yang bukan-bukan. Lalu tanpa sadar dia berujung menyakiti dirinya sendiri.
"Buk, jangan pernah pikirkan tentang itu, mungkin dulu aku adalah tanggung jawab ibuk, tapi itu sebelum aku besar, dan sekarang ibu sudah berhasil membesarkan aku. Jadi sekarang ini sudah menjadi kewajiban Adel membahagiakan ibuk. Cukup ibu nikmati hidup ini, dan berbahagialah demi Adel. Karena itu yang akan membuat Adel juga merasa bahagia," ungkap Adel.
Dia pun bicara panjang lebar, sambil memegangi tangan ibunya, dia meminta sang ibu agar tidak memikirkan hal-hal yang membebani pikirannya. Agar tidak terjadi apa-apa pada selama dia tinggal pegi.
Hanum pun tersenyum, dia mengangguk kan kepalanya. Lalu dia memeluk Adel, mengucapkan terima kasih pada putrinya itu. Setelah itu diapun kembali kekamar, karena masih harus beristirahat.
*
*
*
*
*Bersambung.